Sunday, January 15, 2012

LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

   Manusia merupakan subjek dalam kehidupan, sebab sebagai mahluk ciptaan Tuhan dialah yang selalu melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik mempelajari apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya tetapi juga hal-hal tentang dirinya. Dengan kata lain, manusia ingin mengetahui keadaan manusia sendiri, manusia menjadi objek studi dari manusia. Landasan psikologis merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian tersebut diambil dari suatu cabang ilmu yang disebut psikologis.
Banyak cabang ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai objeknya, tetapi bukan berarti cabang-cabang ilmu tersebut mempelajari hal yang sama. Fisiologi umpamanya mempelajari aspek fisik atau jasmani dari manusia, yaitu struktur tubuh, bagian-bagian dari tubuh serta fungsi dan cara kerja dari masing-masing aspek tersebut. Sosiologi antropologi, dan sejarah juga mempelajari manusia, tetapi segi yang dipelajarinya berbeda dengan fisiologi. Sosiologi mempelajari kehidupan manusia dalam berbagai satuankelompok kecil seperti dalam satuan keluarga, unit-unit pekerjaan, organisasi kelompok profesi, kelompok-kelompok kemasyarakatan dan lain-lain. Antropologi mempelajari kehidupan manusia dalam kelompok-kelompok yang lebih besardan terikat oleh suatu ikatan yang lebih bersifat permanen, turun-temurun seperti kelompok ras, bangsa, suku bangsa, kebudayaan dll. Sejarah mempelajari kehidupan manusia dalam urutan waktu dan peristiwa yang dialaminya.
Disamping keempat cabang ilmu di atas psikologi juga mempelajari manusia, tetapi bukan hanya aspek fisik seperti fisiologi atau cara kehidupan berkelompoknya seperti yang dipelajari oleh Sosiologi dan Antropologi, tetapi prilaku atau kegiatnnya sebagai individu. Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan individu. Siapakah individu dan apakah yang dimaksud dengan perilaku atau kegiatan individu itu? Individu yang dimaksud disini adalah individu manusia, tetapi bukan manusia pada umumnya, melainkan manusia tertentu, yang memiliki karakteristik dan keunikan tertentu, yang bersifat spesifik atau khas.
Berikut ini akan kami jelaskan secara singkat tentang pendidikan manusia ditinjau dari landasan psikolog

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. PENGERTIAN TENTANG LANDASAN PSIKOLOGIS
            Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Syah, 1997 / hal.10) Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
            Psikologi berasal dari kata psyche dan logos. Arinya ilmu pengetahuan tentang jiwa, yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa jiwa, perbuatan-perbuatan jiwa, gejala jiwa atau fungsi jiwa.
            Sanafiah Faisal dan Andi Mapeire (1988) mengemukakan difinisi psikologi dari para ahli seperti dibawah ini.
            MacDougall, Gabriel Tarde, dan Gustaf le Bon yang beraliran sosiologi menyatakan psikologi ialah ilmu yang mempelajari tentang proses penyesuaian (adaptasi) manusia dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
            Wilhelm Woundt, tokoh psikologi eksperimental berpendapat psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan, panca indra, pikiran dan kehendak.
            Woodworth dan Marquis mengemukakan psikologi sebuah ilmu dalam hubungan dengan alam sekitarnya, sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia. Aktifitas-aktifitas psikis yang pada hakikatnya menimbulkan aktifitas-aktifitas fisik menjadi sasaran psikologis.
            Zahara Idris (1987) menyatakan psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktifitas-aktifitas manusia dalam hubunganya dengan lingkunganya atau ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku, perbuatan lahir batin manusia dalam hubunganya dengan lingkunganya.
            Tingkah laku manusia yang tidak tampak dipelajari dalam “psikologi dalam” (depth psychology). Psikologi dalam ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagian yang tidak disadari oleh manusia.
            Itu sebabnya, tujuan psikologi mencari pengertian yang sempurna berdasarkan ilmu pengetahuan, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkunganya, dan mengapa ia bertingkah laku demikian. Ahli psikologi ingin mengetahui bagaimana receptor dan otak manusia bekerja mengenai hal yang dapat dilihat danbagaimana manusia berpegang teguh pengalaman-pengalamanya dan memanggilnya kembali waktu mengeluarkan pendapat dan didalam mengkhayal. Ia ingin mengetahui mengapa beberapa orang berjuang untuk kekayaan, dan yang lain untuk kemasyhuran, kekuasaan, wanita, untuk dipuji, dan sebagainya.
            Selanjutnya, kegiatan belajar mengajar terjadi dalam pergaulan antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik mempunyai aspek jiwa raga, yang selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan supaya pendidik mampu melaksanakan pendidikan dengan sebaik-baiknya dan dapat mengrti pertumbuhan fisik dan perkembangan fisik peserta didik, serta dapat memahami perbedaan tingkah laku sikap, minat, perhatian, perasaan dan keadaan, serta kemampuanpeserta didik hendaklahsetiap pendidik mempelajari psikologi. Dengan kata lain, mempelajari psikologi pendidik akan memahami pertumbuhan, perkembangan, dan perbedaan-perbedaan peserta didik antara yang seorang dan yang lain. Sebagai contoh dalam perkembangan intelegensi ada peserta didik yang genius, cerdas dan normal, ada yang lambat belajar, terbelakang, seperti idiot, imbecile moron, dan borderline. Dengan perantaraan psikologi pula pendidik dapat memahami factor-faktor yang baik, yang disadari, maupun tidak disadari, yang mempengaruhi tingkah laku, dan perbuatan peserta didik.

2. 2. PENGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
            Dalam psikologi dikenal istilah pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada jasmani seperti bertambah besar dan bertambah tinggi. Perkembangan lebih luas dari pertumbuhan, yang artinya perubahan-perubahan yang terjadi pada rohani dan jasmani. Dengan kata lain, perkembangan merupakan suatu rentetan perubahan yang bersifa menyeluruh dalam interaksi seseorang dengan lingkunganya. Yang dimaksud dengan lingkungan ialah semua pengaruh dari luar, baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (nonfisik). Contoh lingkungan fisik berupa keadaan rumah tempat tinggal, keadaan gedung, keadaan tempat ibadah, seperti masjid, gereja, dan kuil. Contoh lingkungan sosial berupa semua manusia yang berinteraksi atau yang bergaul dengan melakukan kegiatan bersama atau  bekerja sama dengan manusia lain.
            Lingkungan memberikan pengaruh yang besar sekali terhadap pembentukan sifat-sifat kepribadian, seperti jujur, gembira, dan dapat dipercaya. Selain itu, lingkungan memberikan pengaruh terhadap kepercayaan, nilai, dan sikap.
            Supaya pertumbuhan dan perkembangan dapat berlangsung secara wajar dan optimal maka pendidikan yang memegang peran utama. Oleh karena itu, pendidik hendaklah mengetahi tugas-tugas, fase-fase perkembangan, dan hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan peserta didik, agar pendidikan dapat diberikan secara wajar dan tepat untuk masing-masing peserta didik.
            Menurut Ruslan Rusyid (1986), perkembangan ilah suatu perubahan yang ersifat kualitatif, yaitu meliputi perkembangan segi fungsi-fungsi kepribadian manusia, misalnya fungsi perhatian, pengamatan, tanggapan/persepsi, ingatan, fantasi, pikiran, perasaan, dan kemauan.
            Sementara itu, menurut John Dewey, perkembangan ialah suatu proses yang kontinu dari satu fase ke fase yang lainya. Pada setiap fase, perkembangan anak mengalami pengalaman-pengalaman interaksi dengan lingkunganya untuk mencapai tugas-tugas perkembanganya. Proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat terutama nampak sejak lahir, masa anak-anak sekolah, pemuda, dan permulaan masa pemuda. Tiap masa pertumbuhanya menpunya ciri-ciri tertentu, yang dapat membantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan dengan kesiapan pendidik untuk memahami dan menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuanya, sehingga strategi pendidikan untuk peserta didik yang bersekolah di TK akan berbeda dengan strategi untuk peserta didik yang bersekolah di SD, dan seterusnya.
            Lalu Dirto Hadisosanto (1981) menyatakan perkembangan (development) berarti perubahab (change)melalui proses kehidupan sepanjang masa. Dijelasakan pula bahwa perkembangan anak tidak terjadi pada aspek fisik saja(perkembangan struktural), tetapi juga pada fungsinya (perkembangan fungsional).

2. 3. PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK SEBAGAI LANDASAN PSIKOLOGIS
            Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.
            Sejak anak dilahirkan, mereka itu memiliki potensi-potensi yang berbeda dan berfareasi. Pendidikan member hak kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Jika diperhatikan peserta didik  akan segera mengetahui bahwa para siswa memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun para peserta didik memiliki kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama. Dikatakan peserta didik itu memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda.
            Anak golongan idiot mempunyai kemampuan mental yang paling rendah. Golongan ini tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya atau melayani kebutuhan dirinya sendiri. Umurnya biasanya tidak panjang dan hanya mampu menumbuhkan kemampuan mentalnya pada tingkat usia 4 tahun.
            Golongan Imbicile satu tingkat lebih tinggi dari golongan idiot. Anak golongan Imbicile dapat dilatih untuk dapat melayani kebutuhan dirinya dan menguasai keterampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini dapat mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari tingkatan usia 8 tahun.
Sedangkan golongan Moron mampu melayani kebutuhan dirinya. Dengan pendidikan sekolah yang direncanakan secara seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang sederhana dan menguasai keterampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan Moron jarang sekali mencapai tingkat usia 12 tahun. Terbuka kemungkinan memasuki lapangan pekerjaan yang menguntungkan diri sendiri dan yang mempekerjakan.
Golongan Genius pada waktu sekarang lebih mendapat perhatian dari para ahli dari pada sebelumnya. Kemampuan berfikir dan penalaran golongan ini pada tingkatan kemampuan mental yang tinggi, sehingga mampu melakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan inventif. Anak-anak berbakat ini dapat diketemukan pada semua bangsa dan pada semua tingkat sosial ekonomi dan semua jenis (laki-laki atau perempuan). Berdasar data yang ada ternyata jumlah genius laki-laki lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat kondisi fisiknya lebih baik dari anak yang normal, lebih kuat dan lebih sehat dari anak-anak umumnya pada usia yang sama. Dalam hal penyesuaian dan penyesuaian sosial sama baiknya.
            Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki cirri-ciri tertentu, hal ini dapat membantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan sesuai dengan kesiapan anak untuk menerima, memahami dan menguasai bahan pendidikan. Jadi strategi pendidikan siswa sekolah taman kanak-kanak akan berbeda dengan strategi  yang diperuntukkan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan jenjang persekolahan yang lain.
Berturut-turut akan dibicarakan secara umum ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan:
-Anak Taman Kanak-kanak
-Anak Sekolah Dasar
-Anak Sekolah Menengah
-Orang Dewasa
            Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan anak taman kanak-kanak dengan mengesampingkan adanya perbedaan yang sifatnya individual akan diperoleh gambaran umum yaitu kemampuan melayani kebutuhan fisik secara sederhana sudah bertumbuh, mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku yang manifestasinya, nampak kesenangan untuk berkawan, menyadari hak dan tanggung jawab, kesanggupan bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.,masih tergantung kepada orang lain dan memerlukan perlindungan dan kasih sayang orang lain.dll
            Sedang ciri-ciri pertumbuhan anak sekolah dasar apabila pertumbuhan pada masa Taman Kanak-kanak telah dijalani secara wajar, maka kita akan memperoleh gambaran ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan anak Sekolah Dasar sebagai berikut:1) pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting peranannya bagi pengembangan kemampuan dasar yang diperlukan sebagai akhluk individu dan sebagai makhluk sosial, 2) Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal bekerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya, 3)Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu, 4) Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional, 5) Dalam bergaul, bekerja sama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. dll
Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan anak Sekolah Menengah sudah mulai nampak pada kelas-kelas akhir sekolan dasar yang makin nampak jelas ketika anak menjalani pendidikan sekolah menengah. Ciri-ciri itu antara lain: 1) Bertambahnya kemampuan membuat abstraksi, memahami hal-hal yang bersifat abstrak, 2) Bertambahnya kemampuan berkomunikasi pikir dengan orang lain, 3) Mampu mengadakan identifikasi kondisi dalam lingkungan hidup yang lebih luas, 4) Bertambahnya minat untuk memahami diri sendiri dan orang lain, 5) Bertumbuhnya kemampuan untuk membuat keputusan sendiri.
            Sedangkan ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan orang dewasa antara lain : 1) Memiliki kemantapan emosi, 2) Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan semakin mantap, 3) Sanggup memenuhi hak anggota kelompok sepenuhnya, 4) Menyadari kekurangan diri yang harus ditingkatkan untuk penyempurnaan diri, 5) Telah mencapai internalisasi perbuatan moral, yakni kemampuan menghayati dan mengamalkan nilai moral dan nilai sosial.

2. 4. HUKUM-HUKUM DASAR PERKEMBANGAN KEJIWAAN MANUSIA
            Sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati, anak akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniyah maupun kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi pertumbuhan yang terus menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu kearah kemajuan, bukan kearah kemunduran.
            Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
            Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang ada disekitar anak yang non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada dalam dunia kehidupan anak yakni orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegatan bersama atau bekerja sama. Tugas pendidikan, yang terutama ialah memberikan bimbingan anak agar pertumbuhan anak dapat berlangsung dengan wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hokum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan bergaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan.
            Anak didik merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila  kita amati secara seksama, mungkin kita menghadapi dua orang anak didik yang tidak sama benar. Disamping memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh diri masing-masing. Dikatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya tiap-tiap anak memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki dirinya sendiri dan tidak dimiliki oleh anak yang lain.
            Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga factor penting, yakni: Keturunan, Lingkungan, Diri.

2. 5. FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR
            Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
1.   Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pembelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.  Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
3.  Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima  kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4.  Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5.  Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain

BAB III
PENUTUP

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.


DAFTAR PUSTAKA 

Syaodih Sukmadinata, Nana. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,. September 2005. Remaja Rosda Karya : Bandung
Tim Dosen FIP-IKIP Malang , Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan . 2003. Usaha Nasional : Surabaya
Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan. April 2005. Rineka Cipta : Jakarta
Idris, Zahara dan Jamal, Lisa, Pengantar Pendidikan. 1992. Gramedia Widia Sarana Indonesia: Jakarta



0 comments:

Post a Comment