BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Masalah mendidik adalah masalahnya setiap orang, karena setiap
orang sejak dahulu hingga sekarang, tentu berusaha mendidik anak-anaknya dan
anak-anak lain yang diserahkan kepadanya untuk dididik. Demikian pula dengan
masalah “belajar” dan “mengajar”, yang dapat dikatakan sebagai tindak
pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah setiap orang. Tiap orang boleh
dikatakan sebagai belajar, misalnya belajarnya seorang murid kepada gurunya,
olahragawan kepada pelatihnya, dan sebagainnya.[1]
Dalam menentukan definisi tentang belajar dapat dilakukan
pendekatan dari berbagai segi, tergantung dari sudut teori belajar mana yang
dianut oleh seseorang. Karena masalah belajar adalah masalahnya setiap orang,
maka tidak mustahil jika banyak pihak yang berusaha mempelajari dan menerangkan
perihal hakikat belajar itu. Namun sampai sekarang, hanya para ahli ilmu
jiwalah yang paling berhasil dalam memberikan sumbangan dan menjawab banyak
persoalan sehubungan dengan belajar. Maka konsep-konsep dan prinsip-prinsip
serta informasi lainnya yang telah tersusun dalam lapangan psikologi itu, akan
sangat berguna untuk memahami, merangsang dan memberi arah dalam aktivitas
belajar.[2]
Karena hal yang demikian itu, belajar adalah masalah setiap orang,
maka jelaslah kiranya perlu dan penting untuk menjelaskan dan merumuskan
masalah belajar itu,[3]
dan bahwa belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Dan juga kita
mengerti kalau manusia membutuhkan waktu yang lama untuk belajar sehingga
menjadi manusia dewasa. Manusia akan senantiasa belajar kapanpun dan dimanapun
dia berada.[4]
Dan oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar
dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para
pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka
terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan
mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.[5]
Oleh karenannya kami akan menjelaskan dalam makalah ini tentang definisi
belajar, jenis-jenis belajar dan teori-teori pokok dalam belajar.
1.2.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa definisi dari belajar?
2.
Apa saja jenis-jenis belajar?
3.
Sebutkan dan jelaskan teori-teori pokok belajar?
1.3. Tujuan
Dari rumusan
masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui definisi dari belajar
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis belajar
3.
Untuk mengetahui teori-teori pokok belajar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Belajar
Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.[6]
Di
samping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai pelatihan
belaka seperti yang tampak pada pelatihan membaca dan menulis. Berdasarkan
persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak
mereka telah mampu memperlihatkan ketrampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa
pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut.[7]
Secara
kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian
atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi,
belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai
siswa.[8]
Secara
institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses
“validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang
telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar
dapat diketahui seusai proses mengajar. Ukuranya semakin baik mutu guru
mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk skor.[9]
Adapun
pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu), ialah proses memperoleh
arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di
sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya
pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini
dan nanti dihadapi siswa.[10]
Para ahli psikologi mempunya tafsiran sendiri-sendiri apa yang
dimaksud dengan belajar. Tafsiran itu saling berbeda antara satu dengan yang
lainnya, berdasarkan anggapan yang mereka berikan dalam proses dan kegiatan
belajar itu. Ada yang mengatakan kalau belajar adalah semata-mata mengumpulkan
atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi
pelajaran. Disamping itu pula ada yang memandang belajar sebagai latihan belaka
yang seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Tapi, ada banyak sekali
pengertian yang benar tentang belajar. Dan akan diuraikan secara lengkap di
bawah ini,[11]
1.
Hilgrad dan Bower dalam bukunya theories of learning mengemukakan, bahwa
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang”.
2.
Gagne, dalam buku the conditions of learning menyatakan bahwa
:”belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum
ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
3.
Morgan dalam buku introduction to psychology mengemukakan belajar
adalah setiap perubahan yang relatif, menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.[12]
4.
T. Raka Joni, dalam artikelnya yang berjudul: “Teori mengajar dan psikologi
belajar” mengatakan bahwa: belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses
menjadinya seseorang atau perubahan instiktif.
5.
H. Carl
Witherington dalam bukunya “educational
Psycology” mengemukakan bahwa: belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
6.
Cronbach, dalam bukunya “educational psychology” mengatakan bahwa :
“belajar adalah mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan
panca inderannya”.
7.
W.S. Winkel dalam bukunya psikologi pendidikan dan evaluasi belajar menyatakan
bahwa: belajar adalah sebagai proses pembentukan tingkah laku secara
terorganisir.[13]
8.
Slameto mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
individu dengan lingkungannya.
9.
Moeslichatoen mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses yang
membuat terjadinnya proses belajar dan perubahan itu sendiri dihasilkan dari
usaha dalam proses belajar.[14]
10.
Chaplin dalam dictionary of psychology membatasi belajar dengan dua
rumusan, yang pertama: acquisition of any relatively permanent change in
behavior as a result of practice and expresience. Dan yang kedua: process
of acquiring responses as a result of special practice.
11.
Hitzman dalam bukunya the psychology of learning and memory berpendapat
learning is a change in organism due to experience which can affect the
organism’s behavior.[15]
Dari beberapa
pengertian di atas, maka dapat ditemukan beberapa elemen dasar dari belajar
yaitu:
a.
Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku,
perubahan tersebut dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik dan mengarah
pada tingkah laku yang kurang baik
b.
Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan
atau kematangan, dan tidak dikatakan sebagai hasil belajar apabila perubahan
tersebut terdapat pada seorang bayi.
c.
Perubahan tersebut harus relatif mantap dan harus merupakan
akhir daripada suatu waktu yang cukup panjang. Berapa lama waktu yang
diperlukan itu sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya
merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung lama. Dan berarti
harus mengesampingkan perubahan yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan,
adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasannya
berlangsung sementara.
d.
Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti;
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah berpikir, keterampilan,
kecakapan,kebiasaan, ataupun sikap..[16]
Dan bisa
disimpulkan yaitu ciri-ciri suatu perubahan perilaku berupa:
1.
Perubahan yang terjadi secara sadar
2.
Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
3.
Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.[17]
Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
melalui pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan. Dan pada
intinya, bahwa orang yang belajar tidak sama dengan sebelum mereka melakukan
perbuatan belajar. Dan dapat disimpulkan:
1.
Bahwa dalam belajar, faktor perubahan tingkah laku harus ada dan
tidak dikatakan belajar apabila di dalamnya tidak ada perubahan tingkah laku.
2.
Bahwa dalam perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan kecakapan
baru.
3.
Bahwa perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha yang
disengaja.
Sedangkan tujuan
belajar adalah untuk mengadakan perubahan tingkah laku dan perbuatannya.[18]
Dan juga dapat diambil kesimpulan kalau belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.[19]
v Bagaimana
Proses Belajar Itu Berlangsung?[20]
Berikut ini uraian beberapa macam cara penyesuaian diri
yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja, dan bagaiman
hubungannya dengan belajar di antaranya:
a). Belajar dan
kematangan [21]
Yang dikatakan
kematangan disini adalah: proses pertumbuhan organ-organ, suatu organ didalam
diri mahluk hidup dikatakan matang apabila oragan-organ tersebut sudah bisa
menjalankan sesuai dengan fungsinya.
Sedangkan belajar lebih
lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktivitas, latiahan-latihan,
dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan. Proses belajar terjadi karena
perangsang-perangsang dari luar. Sedangkan kematangan terjadi dari dalam.
Akan tetapi meskipun
demikian janganlah dilupakan bahwa kedua proses (belajar dan kematangan) itu
dalam prakteknya berhubungan erat satu sama lain; keduanya saling
menyempurnakan.
b). Belajar dan Penyesuaian Diri [22]
Dikatakan bahwa penyesuaian
diri itu ada 2 macam:
1. Penyesuaian diri atuoplastis, seseorang
mengubah dirinya sesuai dengan keadaan lingkungan/dunia luar.
2. Penyesuaian diri alloplastis, yang
berarti mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan dirinya.
Kedua macam penyesuaian ini termasuk
dalam proses belajar , karena daripadanya terjadi perubahan-perubahan yang
kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia.
Manusia dalam kehidupannya tiap-tiap
hari selalu belajar, Akan tetapi tidak semua belajar adalah penyesuaian diri.
c).
Belajar dan Pengalaman [23]
keduanya
merupakan suatu proses yang merubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan kita.
Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Mengalami
sesuatu belum tentu merupakan belajar dalam arti pedagogis; tetapi sebaliknya:
tiap-tiap belajar berarti juga mengalami.
d).
Belajar dan Bermain [24]
Dalam
bermain terjadi juga proses belajar, persamaannya ialah Bahwa dalam belajar dan
bermain keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan
pengalaman.
Akan
tetapi, antara keduanya terdapat perbedaan, Menurut arti katanya, bermain
merupakan kegiatan khusus bagi anak-anak meskipun pada orang dewasa terdapat
juga Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum, terdapat pada manusia
sejak lahir samapi mati.
Menurut
sifatnya, perbedaan belajar dan bermain ialah kegiatan belajar mempunyai tujuan
yang terletak pada masa depan, masa kemudian. Sedangkan bermain hanya ditujukan
pada waktu itu saja.
e).Belajar
dan Pengertian [25]
Belajar mempunyai arti
yang lebih luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses belajar yang
berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian. Seperti proses belajar yang
terjadi pada hewan. Umpamanya seekor anak kucing melatih diri cara menangkap
dengan menggunakan bela. Latihan cara
menangkap itu dilakukan dengan cara tanpa pengertian tanpa menyadari apa maksud
dan tujuan latihan itu. Pada manusia belajar
seperti inipun terdapat pula.
Sebaliknya
ada pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan
sesuatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah
lakunya. Belum tentu seseorang yang mengerti tentang sesuatu berarti ia telah
menjalankan/ bersikap sesuai dengan pengertian yang dicapainya.
f).Belajar
dan Menghafal /Mengingat [26]
Menghafal/ Mengingat
tidak sama dengan belajar, Hafal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa
dengan demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya. Sebab untuk
mengetahui sesuatu tidak cukup dengan hanya menghafal saja, tetapi harus dengan
pengertian.
Maksud
belajar ialah menyediakan pengalaman-pengalaman untuk menghadapi soal-soal di
masa depan. Jika pengalaman-pengalaman itu merupakan sesuatu yang statis, yang
tidak berguna/digunakan untuk adanya perubahan dalam tingkah laku, sikap atu
pengetahuan, maka dalam hal yang demikian tidak terjadi proses belajar.
g).Belajar
dan Latihan [27]
Persamaannya ialah
bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan/ proses dalam
tingkah laku, sikap dan pengetahuan. Akan tetapi antara keduanya terdapat pula
perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan.
Umpamanya: Seorang anak yang terbakar tangannya di dapur, sekali saja bahwa ia
tahu api itu panas. Jadi, belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada
latihan.
Ada
pula belajar yang hanya dengan pengertian saja tanpa latihan. Seorang anak yang
dibawa berkarya-wisata ke pabrik gula Umpamanya, ia dapat mengerti bagaimanaa
proses membuat gula. Juga cara belajar yang dilakukan oleh anak dari gurunya
dengan menggunakan audio visual aids atau alat-alat peraga.
Dengan
uraian diatas dari a s/d g kiranya menjadi jelas bagi kita bagaiman cara-cara
atau proses belajar itu berlangsung. Kita mengetahui bahwa belajar itu tidak
hanya melatih kematangan, menyesuaikan diri, memperoleh pengalaman, pengertian
atau latihan-latihan.[28]
2.2. Jenis-jenis Belajar
Belajar sebagai suatu aktivitas mencakup berbagai jenis-jenis
belajar, yaitu:
a.
Belajar bagian, yaitu peserta didik belajar dengan membagi-bagi materi pelajaran
kedalam bagian-bagian agar mudah dipelajari untuk memahami makna materi
pelajaran secara keseluruhan.
b.
Belajar dengan wawasan, yaitu belajar yang berdasar pada teori wawasan yang menyatakan
bahwa belajar merupakan proses mereorganisasikan pola-pola perilaku yang
terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian
suatu persoalan.
c.
Belajar deskriptif, yaitu suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi rangsangan
dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam berperilaku.
d.
Belajar secara global, adalah individu mempelajari secara keseluruhan bahan pelajaran
lalu dipelajari secara berulang untuk dikuasai.
e.
Belajar incidental, yaitu proses yang terjadi secara sewaktu-waktu tanpa adanya
petunjuk yang diberikan oleh guru sebelumnya.
f.
Belajar instrumental, adalah proses belajar yang terjadi karena adanya hukuman dan hadiah
dari guru sebagai alat untuk menyukseskan aktivitas peseta didik.
g.
Belajar intensional, ialah belajar yang memilikii arah, tujuan, dan petunjuk yang
dijelaskan oleh guru.
h.
Belajar laten, adalah belajar yang ditandai dengan perubahan-perubahan perilaku
yang terlihat tidak terjadi dengan segera.
i.
Belajar mental, adalah perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi pada
individu tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif
dari bahan yang dipelajari.
j.
Belajar produktif, ialah belajar dengan transfer meksimum.
k.
Belajar verbal, adalah belajar dengan materi verbal dengan melalui proses latihan
dan proses ingatan.[29]
2.3. Teori-teori
pokok belajar
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta
dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.[30]
Setiap teori memiliki landasan sendiri-sendiri sebagai dasar perumusan,
sehingga bebarengan dengan itu muncullah berbagai teori tentang belajar.[31]
Teori -teori
pokok belajar itu diantaranya adalah koneksionisme, pembiasaan Klasik,
pembiasaan prilaku respon, dan teori
pendekatan kognitif.
2.3.1.
Koneksionisme
Teori keneksionisme atau connectionisme yang dipelopori oleh erward
L. Thorndike (1893). Menurut aliran ini bahwa belajar terjadi
dengan ulangan dan pembiasaan. Karena itu dalam psikologi ini terkenal dengan
sebutan: S-R Bond Theory, yakni teori stimulus S. setiap stimulus akan
menimbulkan respons atau jawaban tertentu. Ikatan stimulus dan respon ini akan bertambah
kuat apabila sering mendapat latihan-latihan, sehingga terjadi asosiasi antara
stimulus dan respon. Lama kelamaan asosiasi ini membentuk kebiasaan-kebiasaan
yang dapat berjalan secara otomatis.
Dalam percobaannya thorndike menggunakan seekor kucing yang lapar
dan dimasukkan kedalam kurungan yang didalamnya terdapat sebuah alat yang
apabila disentuh akan menyebabkan pintu terbuka sehingga kucing bisa keluar.
Lalu di luar kurungan ditaruh makanan yang dapat dilihat atau dicium oleh
kucing yang berada dalam kurungan. Maka kucing yang lapar itu akan berusaha
untuk keluar dari kurungan.
Pada mulannya kucing akan bertingkah laku tidak menentu agar bisa
keluar dari kurungan, tapi gagal. Tapi setelah secara tidak sengaja menyentuh/
menginjak mekanisme sehingga pintu terbuka dan kucing keluar. Eksperimen ini
diulang beberapa kali, dan ternyata waktu yang diperlukan untuk membuka tombol
semakin singkat dan tepat memberikan reaksi yang tepat terhadap tantangan atau
perangsangannya. Yakni membuat asosiasi antara perangsang dan reaksi melalui
belajar secara “trial and error”.[32]
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organism jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan
yang sifatnya coba-coba. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada
perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang
kebetulan cocok itu kemudian dipegangnya. Karena latihan terus menerus maka
waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama
makin efisien.[33]
Akhirnya L. Thorndike
dengan S-R Bond Theory menyusun
hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1.
Hukum-hukum primair yang terdiri dari:
a.
Law of readiness, artinya bahwa kesiapan untuk bertindak itu timbul
karena penyesuaian diri dengan alam sekitarnya, yang akan member kepuasan.
Apabila tidak memenuhi kesiapan bertindak, maka tidak akan member kesiapan
b.
Law of exercise, artinya bahwa pengaruh-pengaruh dari latihan.
Maksudnya bahwa suatu hubungan akan menjadi lemah atau hilang apabila tidak ada
latihan.
c.
Law of effect, artinya bahwa kelakuan yang diikuti dengan
pengalaman yang memuaskan cenderung ingin diulang lagi, begitu juga dengan
sebaliknya.
2.
Hukum-hukum secundair, terdiri dari:
a.
Law of multiple response, artinya bermacam-macam usaha coba-coba
dalam menghadapi situasi yang kompleks maka salah satu dari percobaan itu akan
berhasil juga. Disebut juga trial and error.
b.
Law of assimilation artinya orang dapat menyesuaikan diri pada
situasi baru, asal situasi tersebut ada unsure-unsur yang bersamaan.
c.
Law of partial activity artinya seseorang dapat bereaksi secara
selektif terhadap kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.[34]
Akan tetapi
teori milik thorndike ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya:
Ø Terlalu
memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme belaka disamakan dengan
hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu
bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial
and error tidak berlaku mutlak untuk manusia.
Ø Memandang
belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respons. Sehingga
yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan
latihan-latihan atau ulangan-ulangan yang terus meneru.
Ø Karena proses
belajar berlangsung secara mekanistis maka “pengertian” tidak dipandangnya
sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur
yang pokok dalam belajar.[35]
2.3.2.
Teori Pembiasaan Klasik
Disebut juga
dengan teori “conditioned reflex”. Teori ini dipelopori oleh Ivan
Petrovitch Pavlov (1849-1936). Dalam penyelidikannya Pavlov menggunakan anjing
sebagai obyek percobaan.[36]
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapatkan
kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan.
Adapun
langkah-langkah percobaan itu sebagai berikut:
1.
Langkah pertama adalah hubungan yang sewajarnya yang disebut
uncondition stimulus (perangsang tanpa syarat). Misalnya sepotong daging
sebagai perangsang. Maksudnya respon yang tanpa syarat-syarat lain.
2.
Langkah kedua adalah dua stimuli ata perangsang. Yang pertama
berupa daging dihubungkan dengan perangsang baru misalnya lampu merah. Yang
secara kenyataan antara daging dan lampu tidak ada hubungannya. Tapi akan
berartibagi anjing bila diulang beberapakali.
3.
Langkah ketiga stimulus dihilangkan danyang tinggal adalah
condition stimulus (perangsang yang tidak sewajarnya) yaitu lampu merah. Dan
respon anjing itu disebut condition response (respon bersyarat tidak
sewajarnya).
Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam reflex , yaitu
reflex yang wajar atau unconditioned reflex yaitu berupa keluar air liur
ketika melihat makanan yang lezat. Dan reflex bersyarat atau conditioned
reflex yaitu keluarnya air liur karena menerima/ bereaksi terhadap warna
sinar tertentu atau terhadap bunyi tertentu.[37]
unconditioned reflex itus adalah merupakan hasil instink dan conditioned
reflex sebagai hasil belajar dan bukan instink. Dan dari perconaan yang
dilakukan Pavlov berlaku pula terhadap kelakuan manusia yang mekanis karena
latihan yang dibiasakan. Misalnya seorang murid yang menganggukkan badannya
sewaktu bertemu gurunya di jalan, dan menghormati bendera.[38]
Percobaan lain
yang dilakukan oleh Watson adalah tentang perasaan takut pada anak. Dari hasil
percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah
dan dilatih. Anak percobaan Watson mula-mula tidak takut dengan kelinci dibuat
takut dengan kelinci. Kemudian anak itu dibuat tidak takut lagi dengan kelinci.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain
adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau
kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat tertentu yang dialaminnya
di dalam kehidupannya.
Kelemahan teori
ini adalah menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomati,
keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan kebiasaan
terlalu ditonjolkan. Sedangkan manusia dalam bertindak dan berbuat sesuatu
manusia tidak semata-mata tergantung dengan kehidupan luar tapi juga
pribandinya memegang perana penting dalam menentukan reaksi apa yang akan
dilakukannya.[39]
2.3.3.
Teori Pembiasaan Perilaku Respon
Teori
pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar
yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan para ahli
psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner
(lahir tahun 1904), seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontraversial.
Karya tulisnya yang masyur berjudul “About Behaviorism” diterbitkan pada tahun
1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku itu
terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu
sendiri (Bruno, 1987). [40]
“Operant”
adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
linkungan yang dekat (Reber, 1988). Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus
tertentu), respons dalam opernat conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce. Reinfoncer sesungguhnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning. [41]
Proses
belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hokum operant
yang berbeda, yakni: law of operant
conditioning dan law of operant
extinction. Menurut law of operant
conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat, sebaliknya,
menurut law of operant extinction, jika
timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan
musnah (Hintzman, 1987). Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan
hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasan yang klasik.
[42]
Di
antara kelemahan-kelemahan teori ini yaitu:[43]
a. Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah
proseskegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian
gejalanya
b. Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti
gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan self-control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak merespons jika ia tidak
menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.
2.3.4.
Teori Pendekatan Kognitif
Teori psikologi
kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang sangat berarti dalam
perkembangan psikologi pendidikan. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin
yang terdiri atas psikologi kognitif, ilmu-ilmu computer, linguistik,
intelegensi buatan, matematika, epistemology, dan neuropsychology (psikologi syaraf).[44]
Pendekatan
psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental
manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusi yang tampak dan dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan psoses mental,mseperti: motivasi, kesenngajaan, keyakinan, dan
sebagainya.[45]
Dalam perspektif
psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalh
peritiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah), meskipun
hal-hal yang bersafat behavioral tampak
lebih nyata dalam hampir setiap belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak
yang sedang belajar dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat
jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan
pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang
dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada,
melainkan yang lebih penting karena Piaget, seorang pakar psikologi terkemuka
menyimpulkan: … Children have a built-in desire to learn (Barlow, 1985), bahwa anak-anak
memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar. [46]
Perilaku belajar
itu, dalam hampir semua manifestasinya, bukan sekedar peristiwa S-R Bond
(ikatan antara stimulus dan respons) melainkan lebih banyak melibatkan proses
kognitif. Hanya dalam peristiwa belajar tertentu yang sangat terbatas ruang
lingkupnya (umpamanya belajar m,eniru sopan santun di meja makan dan bertegur
sapa), peranan ranah cipta siswa tidak menonjol.
BAB III
PENUTUP
2.3.
Kesimpulan
1.
Definisi belajar
Belajar
adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku ke arah yang lebih baik,
melalui latihan atau pengalaman, dimana perubahan tersebut bersifat relatif
mantap dan harus merupakan akhir daripada suatu waktu yang cukup panjang.
Tingkah
laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti;
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah berpikir, keterampilan,
kecakapan,kebiasaan, ataupun sikap..[47]
2.
Jenis-jenis belajar
a)
Belajar bagian
b)
Belajar dengan wawasan
c)
Belajar deskriptif,
d)
Belajar secara global,
e)
Belajar incidental,
f)
Belajar instrumental
g)
Belajar intensional,
h)
Belajar laten,
i)
Belajar mental
j)
Belajar produktif,
3.
Teori-teori pokok belajar
a)
Koneksionisme, teori iniberpendapat bahwa belajar terjadi dengan ulangan dan
pembiasaan.
b)
Teori Pembiasaan Klasik, teori ini
berpendapat bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat dipelajari dan dapat berubah
karena mendapat latihan.
c)
Teori Pembiasaan Perilaku Respon, teori ini berpendapat bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri
d) Teori Pendekatan Kognitif, teori ini mengemukakan bahwa tingkah
laku manusia yang tampak dan dapat
diukur dan diterangkan tanpa melibatkan psoses mental, seperti: motivasi, kesengajaan,
keyakinan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Purwanto,Ngalim. 2006. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset
Shalahuddin, Mahfudh. 1990. Pengantar
Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu
Offset
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin.
2010. Psikologi pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-15. Bandung:
PT Remaja Rosyada Offset
[1]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 1993, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal:
243
[2]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 27
[3]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 1993, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal:
243
[4]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, hal: 84
[5]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 89
[6]
Muhibbin Syah , Psikologi pendidikan
dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosyada Offset, 2010. Hal: 86
[7]
Muhibbin Syah , Psikologi pendidikan
dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosyada Offset, 2010. Hal: 88
[8]
Muhibbin Syah , Psikologi pendidikan
dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosyada Offset, 2010. Hal: 90
[9]
Muhibbin Syah , Psikologi pendidikan dengan
Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosyada Offset, 2010. Hal: 90
[10]
Muhibbin Syah , Psikologi pendidikan
dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosyada Offset, 2010. Hal: 90
[11]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan,
1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 27
[12]
Ngalim purwanto, Psikologi Pendidikan,
2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, hal: 84
[13] Mahfudh Shalahuddin, Pengantar
Psikologi Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 28
[14]
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan,
2006, Bandung: Alfabeta, hal: 60
[15]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 90
[16]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 28
[17]
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan,
2006, Bandung: Alfabeta, hal: 61
[18]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 28-29
[19]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 92
[29]
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan,
2006, Bandung: Alfabeta, hal: 62-63
[30]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 105
[31]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 31
[32]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 32-33
[33]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, hal: 84
[34]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 33-34
[35]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, hal: 84
[36] Mahfudh Shalahuddin, Pengantar
Psikologi Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 35
[37]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
hal: 90
[38]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu
Offset, hal: 35
[39]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 2006, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
hal: 91
[40]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 106
[41]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 106
[42]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 107
[43]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 108
[44]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 108
[45]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru,2004 Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, hal: 108
[46] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru,2004 Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, hal: 109
[47]
Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi
Pendidikan, 1990, Surabaya: Bina Ilmu Offset, hal: 28
0 comments:
Post a Comment