PENDAHULUAN
Pemerolehan
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorangkanakkanakmempelajari bahasa kedua
setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu
ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
pembelajaran.
Adapun
pembahasan yang akan penulis paparkan adalah:
1)
Pengertian dan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
2)
Pemerolehan Sintaksis
3)
Cara pemerolehan Bahasa
4)
Bahasa Ibu vs Bahasa Sang Ibu
5)
Komprehensi dan Produksi Ujaran
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan
Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Istilah
"pemerolehan" merupakan padanan kata acquisition yakni proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya. Istilah ini juga berbeda dengan pembelajaran (learning)
dalam pengertian, proses ini dilakukan dengan tatanan formal, belajar di kelas
dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang
belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang
yang belajar di kelas adalah pembelajaran.[1]
Pemerolehan
bahasa pada anak bersifat alamiah atau didasarkan pada nature atau dengan kata
lain manusia telah diciptakan menjadi makhluk berbahasa, karena mereka telah
dilengkapi dengan segala sesuatu (otak, alat ucap, dst) (Soemarsono, 2004: 72).
Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun
pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun.
Peralihan
dari satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara
bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabungan dua kata
menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika
kalimat dua kata tersebut memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya
dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.
Perkembangan
pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun,
yang mencapai puncaknya pada akhir usia 3 tahun. Tahap perkembangan sintaksis
secara singkat terbagi dalam:
a. Masa
pra-lingual, sampai usia 1 tahun
b. Kalimat
satu kata, 1-1,5 tahun
c. Kalimat
rangkaian kata, 1,5-2 tahun
d. Konstruksi
sederhana dan kompleks, 3 tahun.
Lewat
usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata tanya
“mengapa”, ”kapan”. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak menguasai
kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.[2]
Minat
terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah ada sejak dahulu
kala. Konon raja Mesir pada abad 7 sebelum Masehi, psammetichus I menyuruh
bawahannya untuk mengisolasi dua dari anaknya untuk mengetahui bahasa apa yang
akan dikuasai anak-anak itu. Sebagai raja Mesir dia mengharapkan bahasa yang
keluar dari anak-anak itu adalah bahasa Arab, meskipun akhirnya dia kecewa.
Ingram
(1989) membagi perkembangan tentang pemerolehan bahasa menjadi tiga tahap:
·
Periode buku harian (1876- 1926)
Pada
masa ini kajian pemerolehan bahasa anak dilakukan dengan peneliti mencatat
apapun yang diujarkan oleh anak dalam suatu buku harian. Data dalam buku harian
itu dianalisis untuk disimpulkan hasil-hasilnya. Tulisan H. Taine pada tahun
1876 yang dalam bahasa Inggrisnya berjudul "On the Acquisition of Language
by Children" adalah tulisan pertama mengenai pemerolehan bahasa anak.
·
Periode sampel besar (1926-1957)
Periode
ini berkaitan dengan munculnya aliran baru dalam ilmu jiwa yang bernama
behaviorisme yang menekankan peran lingkungan dan pemerolehan pengetahuan
termasuk pengetahuan bahasa.
·
Periode kajian longitudiona
Menurut
Ingram, dimulai dengan munculnya buku Chomsky Syntactic Structures (1957) yang
merupakan titik awal dari tumbuhnya aliran mentalisme atau nativisme pada ilmu
Linguistik. Aliran yang berlawanan dengan behaviorisme ini menandaskan adanya
bekal kodrati yang dibawa pada waktu anak dilahirkan. Bekal kodrati inilah yang
membuat anak di mana pun juga memakai strategi yang sama dalam memperoleh
bahasanya.[3]
2. Pemerolehan
Sintaksis
Banyak
pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis dimulai ketika
kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih (lebih kurang
ketika berusia 2:0 tahun). Oleh karena itu, ada baiknya diikutsertakan dalam
satu teori pemerolehan sistaksis.
Dalam
bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata, kata ini
sebenarnya kalimat penuh tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari
satu kata, dia hanya mengambil ujaran satu kata (USK) dari kalimat itu
contohnya anak yang mengatakan bi untuk kata mobil bisa bermaksud untuk
mengatakan:
Ma, itu mobil
b.
Ma, ayo kita ke mobil
Sedangkan
ujaran untuk dua kata (UDK) adalah kata yang di ujarkan echa pada waktu dia
berumur 1;8 (Dardjowidjo 2000: 146):
liat tuputupu maksudnya ayo lihat kupu-kupu
etsa nani maksudnya echa mau nyanyi.[4]
Berikut
ini ada beberapa teori tentang pemerolehan sintaksis yaitu:
a.
Teori bahasa
Pivot
Kajian mengenai
pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Brane (1963), Bellugi
(1964), Brown dan Fraser (1964), dan Miler dan Ervin. Menurutnya ucapan dua
kata kanak-kanak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi
munculnya kata-kata itu dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal
dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka. Berdasarkan kedua jenis kata ini
lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot.[5]
b.
Teori hubungan Tata bahasa nurani
Tata bahasa generatif
transformasi dari Chomsky (1957-1965) sangat terasa pengaruhnya dalam
pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut chomsky
hubungan-hubungan tata bahasa tertentu seperti “ subject – of, predicate – of,
dan direct object – of” adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua
bahasa yang ada di dunia ini.[6]
Berdasarkan
teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan pengetahuan kanak-kanak
mengenai hubungan-hubungan tatabahasa universal ini bersifat
"nurani". Maka itu akan lansung mempengaruhi pemerolehan sintaksis
kanak-kanak sejak tahap awalnya. Jadi, pemerolehan sintaksis ditentukan oleh
hubungan-hubungan tatabahasa universal ini.
c.
Teori hubungan tata bahasa dan informasi
situasi
Sehubungan
dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom (1970) mengatakan bahwa
hubungan hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks)
belumlah mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak.[7]
d.
Teori kumulatif kompleks
Teori
ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut
Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif
kompleks semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang
diperoleh. Jadi, sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem
atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa. Dari tia orang kanak-kanak
(berusia dua tahun) yang sedang memperoleh bahasa inggris yang diteliti Brown
ternyata morfem yang pertama kali dikuasai adalah progressive-ing dari kata
kerja, padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa.
Setelah
progressive-ing baru muncul kata depan in, kemudian on, dan diikuti oleh bentuk
jamak, ’s. Sedangkan artikel The dan a yang lebih sering muncul dalam
ucapan-ucapan orang dewasa baru muncul pada tahap ke 8. urutan perkembangan
sintaksis yang dilaporkan oleh Brown hampir sama dengan urutan perkembangan
hubungan-hubungan sintaksis yang dilaporkan oleh sejumlah pakar lain
(simanjuntak 1987).[8]
0 comments:
Post a Comment