BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di antara semua bidang
linguistik terapan, bidang pembelajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan
bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pembelajaran bahasa mempunyai
daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat. [1]
Kegiatan pembelajaran
bahasa merupakan upaya yang mengakibatkan siswa bisa belajar bahasa dengan cara
efektif dan efisien. Upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan,
karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi
pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian
pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan
prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Kondisi saling
ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya menjadikan penguasaan
bahasa kedua sesuatu yang sangat penting dewasa ini. Kita perlu mempelajari
bahasa kedua untuk ke-pentingan sektor pendidikan, pariwisata, politik dan
ekonomi.
Pemerolehan bahasa kedua
tidak sama de-ngan pemerolehan bahasa pertama. Pada pe-merolehan bahasa pertama
siswa berawal dari awal (saat kanak-kanak belum menguasai bahasa apa pun) dan
perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan
psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah me-nguasai bahasa
pertama dengan baik dan per-kembangan pemerolehan bahasa kedua tidak seiring
dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama
dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan
bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di
sekelilingnya), sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan
motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut
tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan masyarakat siswa
tersebut.
Pentingnya pembelajaran
bahasa kedua yang dilatarbelakangi oleh berbagai aspek, membuat seseorang
mempelajari bahasa kedua. Proses dan pemerolehan bahas kedua tersebut
dipengaruhi dari penggunaan bahasa ibu atau bahasa daerah tertentu. Kemudian
proses pembelajaran bahasa kedua tersebut dimulai dari proses pembelajaran
formal maupun dari lingkungan.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa saja hipotesis-hipotesis tentang pembelajaran
bahasa kedua?
2. Bagaimana implikasi/penerapan hipotesis pembelajaran
bahasa kedua, dalam proses pembelajaran bahasa?
1.3. Tujuan
Makalah
ini disusun dengan tujuan sebagai berikut”
1. Mengetahui hipotesis-hipotesis tentang pembelajaran
bahasa kedua
2. Memaparkan implikasi/penerapan hipotesis pembelajaran
bahasa kedua, dalam proses pembelajaran bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HIPOTESIS PEMBELAJARAN BAHASA
A. PENGERTIAN
Secara harfiah hipotesis
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata hupo dan thesis. Hupo berarti
sementara, atau kurang kebenarannya atau masih lemah kebenarannya. Sedangkan
thesis berarti pernyataan atau teori. Sumber lain dengan pernyataan yang hampir
sama bersumber dari Somantri Ating (2006) menyatakan hipotesis (Hypothesis)
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hupo yang berarti sementara dan Thesis yang
bermakna pernyataan atau dugaan. Oleh karena merupakan pernyataan sementara,
maka hipotesis harus diuji kebenarannya. Husaini Usman, dkk menyatakan Hipotesis
ialah pernyataan sementara yang perlu diuji kebenaranya. Mohammad Ali
menyatakan hipotesis adalah rumusan jawaban atau kesimpulan sementara yang
harus diuji dengan data yang terkumpul melalui kegiatan penelitian. Sedangkan,
Suharimi Arikunto (2002:64) menjelaskan hipotesis itu adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data-data yang terkumpul.
Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang
berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat
belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif),
serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran
memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja.
Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan
peserta didik. Agar lebih jelas memahami pengertian dari pembelajaran bahasa,
kita dapat membaca ilustrasi dibawah ini.
“Marsyanda” berasal dari
Padang. Ia merantau ke Jogjakarta untuk membantu kakaknya yang membuka warung
nasi, selama satu bulan ia tidak bisa berkomunikasi dengan masyarakat di
sekitarnya karena bahasanya berbeda dengan bahasa yang dipakai masyarakat
Jogjakarta dalam berkomunikasi (bahasa Jawa). Setelah tiga bulan di Jogjakarta
ia sedikit demi sedikit sudah bisa berkomunikasi dengan masyarakat
disekelilingnya dengan menggunakan bahasa Jawa.
“Sizuka” berasal dari
Jepang. Ia bekerja di Bank Of Tokyo. Setelah dua tahun bekerja ia ditunjuk
untuk menjadi kepala cabang Bank of Tokyo yang ada di Indonesia. Merasa dirinya
tidak bisa berbahasa Indonesia, sesampainya di Indonesia ia mencari tempat
kursus bahasa Indonesia. Sesudah tiga bulan kursus bahasa Indonesia. Ia mampu
membaca surat kabar berbahasa Indonesia.
Kedua ilustrasi di atas
menunjukkan perbedaan proses kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh “Marsyanda”
dan “Sizuka”. “Marsyanda” memiliki bahasa lain melalui proses pemerolehan
(Acquisition), sedangkan “Sizuka” memiliki bahasa lain melalui proses
pembelajaran (Learning). Jadi Pembelajaran bahasa merupakan proses pemerolehan
bahasa kedua (B2) setelah seorang memperoleh bahasa pertamanya (B1). Proses
pemahaman seorang yang akan merespon dan memaknai suatu bahasa atau lambang
tertentu.
B. HIPOTESIS PEMBELAJARAN BAHASA ASING
Hasil yang telah dicapai
oleh para pakar pembelajaran bahasa sampai saat ini belum secara mantap bisa
disebut sebagai teori karena belum teruji dengan mantap. Oleh karena itu, masih
lebih umum disebut sebagai suatu hipotesis. Di antara hipotesis-hipotesis
itu yang perlu diketengahkan adalah: hipotesis kesamaan antara
bahasa pertama dan bahasa kedua, hipotesis kontrastif, hipotesis krashen,
hipotesis bahasa-antara, hipotesis pijinisasi. Secara singkat kelima hipotesis
tersebut akan dibicarakan dibawah ini.
1. Hipotesis Kesamaan Antara Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua
Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya
kesamaan dalam proses belajar B1 dan belajar B2. Kesamaan itu terletak pada
urutan pemerolehan struktur bahasa, seperti modus interogasi, negasi dan
morfem-morfem gramatikal. Hipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa
diperoleh dengan urutan-urutan yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan
diperoleh terlebih dahulu, sedangkan unsur kebahasaan lain diperoleh baru
kemudian. Studi tentang urutan pemerolehan morfem gramatika bahasa inggris
telah membuktikan hal ini (Nurhadi, 1990: 5). Namun, dalam hal penguasaan lafal, kanak-kanak
dapat menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara alamiah, sedangkan
B2 dapat dikuasai dengan pelafalan yang kurang sempurna. Memang
hal ini belum terbukti kebenarannya.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
B1: Bahasa Indonesia, B2: Bahasa Arab
·
Anak lebih fasih mengucapkan bahasa Indonesia, dibandingkan bahasa Arab, misal:
ü
Anak mengucapkan kata “أستاذ”
dengan berakhiran huruf “d” è Ustad, karena dalam bahasa Indonesia
tidak ada ejaan huruf “ذ” (dz)
2. Hipotesis Kontrastif
Hipotesis ini dikembangkan oleh Charles
fries (1945) dan Robert lado (1957). Hipotesis ini menyatakan bahwa kesalahan
yang dibuat dalam belajar B2 adalah karena adanya perbedaan B1 dan B2.
Sedangkan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh adanya kesamaan antara B1
dan B2. Jadi, adanya perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan
kesulitan dalam belajar B2, yang mungkin juga akan menimbulkan kesalahan,
sedangkan adanya persamaan antara B1 dan B2 akan menyebabkan kemudahan
dalam belajar B2.
Hipotesis kontrastif ini juga menyatakan
bahwa seorang pembelajar bahasa kedua sering sekali melakukan transfer B1 ke
dalam B2 dalam menyampaikan suatu gagasan. Transfer ini dapat terjadi pada
semua tingkat kebahasaan: tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, maupun
tata kata (leksikon). Dalam hal ini bisa terjadi transfer positif, yakni kalau
struktur B1 dan B2 itu sama, dan ini akan menimbulkan kemudahan. Dapat juga
terjadi transfer negatif, yakni kalau struktur B1 dan B2 itu tidak sama, dan
ini akan menimbulkan kesulitan.
Adanya pemikiran bahwa B1 akan
mempengaruhi pembelajaran B2, maka akan membuat para pakar berusaha
mendeskripsikan struktur B1 dan B2 agar dapat memprediksi kesukaran dan
kemudahan yang akan dialami dalam pembelajaran B2 itu.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
B1: Bahasa Indonesia, B2: Bahasa Arab
·
Perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan kesulitan
dalam belajar B2, contoh:
ü
S = س
ü
ش
= tidak ada huruf (sy) dalam abjad bahasa Indonesia
·
Persamaan antara B1 dan B2 akan menyebabkan kemudahan
dalam belajar B2, contoh:
ü
S = س
ü
T = ت
3. Hipotesis Krashen
Berkenaan dengan proses pemerolehan
bahasa, Stephen Krashen mengajukan Sembilan buah hipotesis yang saling
berkaitan. Kesembilan hipotesis ini adalah: hipotesis perbedaan antara
pemerolehan dan belajar, hipotesis urutan ilmiah, hipotesis monitor, hipotesis
masukan, hipotesis efektif, hipotesis bakat, hipotesis filter afektif,
hipotesis bahasa pertama, hipotesis variasi individual dalam penggunaan
monitor.
a. Hipotesis perbedaan
pemerolehan dan belajar
Menurut hipotesis ini dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya
pemerolehan (acquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan
adalah penguasaan suatu bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan
terjadi tanpa kehendak yang terencana. Proses pemerolehan tidak melalui
usaha belajar yang formal atau eksplisit. Sebaliknya, yang dimaksud dengan belajar
ialah usaha sadar untuk secara formal dan eksplisit menguasai bahasa yang
dipelajari, terutama yang berkenaan tentang kaidah-kaidah bahasa.
Belajar terutama terjadi atau berlangsung dalam kelas.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Pemerolehan: Anak yang
lahir di Indoesia, dan lingkungan sekitarnya menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tanpa disadari, anak tersebut akan fasih
berbahasa Indonesia. (Dalam hal ini, Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya)
·
Pembelajaran: Anak
membutuhkan pembelajaran bahasa khusus, untuk mempelajari bahasa asing, setelah
ia memperoleh bahasa ibunya.
b. Hipotesis Urutan Alamiah (natural
order)
Hipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa dan kaidah bahasa
diperoleh dalam urutan yang dapat diprediksi (Krashen, 1983:28).
Selanjutnya, Krashen menegaskan bahwa tidak setiap pemerolehan sekaligus akan
memperoleh struktur alat bahasa dalam
urutan yang persis sama. Krashen dalam hipotesis ini menyadari adanya struktur
yang lebih cepat diperoleh dan lainnya lebih lambat.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Anak akan lebih dahulu memperoleh vokal-vokal [a]
sebelum [i] dan [u]
·
Konsonan depan lebih dahulu dikuasai oleh anak dari pada konsonan
belakang
·
Anak-anak penutur bahasa Indonesia
lebih awal menguasai kata-kata vokalis, seperti: mama, papa, ibu, nene, apa,
ada, dan semacamnya, cenderung lebih awal diperoleh daripada kata-kata: ambil,
untuk, tidak, simpan, dan semacamnya. Urutan alamiah ini tidak saja
terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga pada saat dewasa.
c. Hipotesis Pemantau (monitor)
Pernahkah anda ragu dalam melakukan praktik B2? Nah, keraguan
itu disinyalir sebagai
akibat kelebihan monitor dalam proses internal berbahasa. Monitor ini
muncul dalam pikiran seseorang saat belajar B2 dan berfungsi sebagai pengedit
dan pengkoreksi bahasa.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Dalam belajar bahasa Arab, setelah siswa memahami
penggunaan isim isyarah lil qarib mudzakkar (hadza)
dan muannats (hadzihi), maka monitor akan muncul untuk
mempertimbangkan bagaimana dan kapan siswa menggunakan ‘hadza’ dan ‘hadzihi’.
Hipotesis ini mendapatkan bantahan dari Barry McLaughlin karena
dianggap memiliki ketidaktuntasan pemantauan terhadap pemakaian B2. Salah
satu kritiknya adalah bahwa monitor jarang dipakai di dalam kondisi
normal/alamiah pemakaian B2.
d. Hipotesis Masukan (input)
Hipotesis ini menjelaskan bahwa pembelajaran B2 dianggap akan terjadi
jika hanya siswa mendapatkan informasi/pengetahuan setingkat lebih tinggi
daripada yang telah dikuasainya. Hipotesis ini dirumuskan dengan (i +
1), di mana i = input, yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki siswa (kompetensi
sebelum belajar) dan 1 = kompetensi setingkat dari sebelumnya. Jika (i + 2),
atau lebih, maka pembelajaran akan sulit terjadi karena siswa akan merasakan
kesulitan, sedangkan jika (i + 0), atau (i – 1) dan seterusnya mengindikasikan
bahwa pembelajaran dilakukan dengan pengetahuan sebagai input yang sudah bahkan
jauh telah dikuasai siswa.
e. Hipotesis Afektif
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dengan kepribadian dan motivasi
tertentu dapat memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan orang
dengan kepribadian dan sikap yang lain.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Seseorang dengan kepribadian yang terbuka dan hangat akan lebih berhasil
dalam belajar bahasa kedua dibandingkan orang dengan kepribadian yang agak
tertutup.
f. Hipotesis Pembawaan (Bakat)
Hipotesis ini menyatakan bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar bahasa kedua, sedangkan bakat berhubungan dengan belajar.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Mereka yang mendapat nilai tinggi dalam test bakat bahasa, pada umumnya berhasil baik dalam test tata
bahasa. Jadi, aspek ini banyak berkaitan dengan belajar,dan bukan dengan
pemerolehan.
g. Hipotesis Filter Afektif (affective
filter)
Hipotesis ini menyatakan bahwa sebuah filter yang bersifat afektif
dapat menahan sehingga seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya
dalam memperoleh bahasa kedua. Filter ini dapat berupa kepercayaan
diri yang kurang, situasi yang menegangkan, dsb, yang dapat mengurangi kesempatan bagi masukan (input) untuk
masuk ke dalam system bahasa yang dimiliki seseorang. Filter afektif ini lazim
juga disebut mental block.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Seseorang yang kurang percaya diri dalam belajar bahasa, akan jauh lebih
sulit dalam menguasai suatu bahasa, dibandingkan seseorang yang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi.
h. Hipotesis bahasa pertama
Hipotesis ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak akan digunakan
untuk mengawali ucapan dalam bahasa kedua, selagi penguasaan bahasa kedua belum
tampak. Jika seorang anak pada tahap permulaan belajar bahasa kedua
dipaksa untuk menggunakan atau berbicara dalam bahasa kedua, maka dia akan
menggunakan kosa kata dan aturan tata bahasa pertamanya.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Anak akan mencampurkan bahasa Arab ke dalam kaidah berbahasa Indonesia, ,
misalnya:
ü
Untuk mengucapkan kata disana, anak menggunakan kata “في هناك”, padahal hanya
dengan mengucap kata “هنا ك” saja sudah cukup, tanpa diimbuhi kata “في” (karena kata “هنا ك”
sudah mengandung arti disana)
Oleh karena itu, sebaiknya guru tidak terlalu memaksa siswanya untuk
menggunakan bahasa kedua yang sedang dipelajarinya. Berilah kesempatan pada
anak untuk mendapatkan inputyang bermakna dan untuk mengurangi
filter afektifnya. Dengan demikian, penguasaan bahasa kedua dengan sendirinya
akan berkembang pada waktunya.
i. Hipotesis Variasi
Individu Penggunaan Monitor
Hipotesis ini berkaitan dengan hipotesis ketiga (hipotesis monitor),,
menyatakan bahwa cara seseorang memonitor pengunaan bahasa yang
dipelajarinya bersifat bervariasi. Ada yang terus menerus menggunakannya secara
sistematis, tetapi ada pula yang tidak pernah menggunakannya. Namun, diantara
keduanya ada pula yang mengunakan monitor itu sesuai dengan keperluan atau
kesempatan untuk menggunakannya.
Ada yang tidak peduli tentang aturan-aturan tata bahasa dalam menggunakan
bahasanya, artinya orang seperti itu tidak bisa menggunakan monitornya. Dia
tidak peduli apakah kalimat yang digunakannya itu benar atau salah. Yang
penting dia dapat menggunakan idenya dalam bahasa yang dipelajari. Model orang
seperti inilah yang umumnya lebih cepat dalam belajar bahasa.
4. Hipotesis Bahasa-Antara
Bahasa antara (interlanguage)
adalah bahasa atau ujaran yang digunakan seseorang yang sedang belajar
bahasa kedua pada satu tahap tertentu, sewaktu dia belum dapat menguasai dengan
baik dan sempurna bahasa kedua. Bahasa ini bersifat khas dan mempunyai
karakteristik sendiri yang tidak sama dengan bahasa pertama dan bahasa kedua.
Tampaknya semacam perpindahan dari bahasa pertama ke bahasa kedua.
Bahasa antara ini merupakan produk dari
strategi seseorang dalam belajar bahasa kedua. Artinya, bahasa ini merupakan kumpulan atau
akumulasi yang terus menerus dari suatu proses pembentukan penguasaan bahasa.
Implikasi dalam
Pembelajaran Bahasa:
·
Ketika belum menemukan istilah yang tepat, seseorang akan menggunakan kata
baru, yang dianggapnya sama dengan kata dalam B2 yang dipelajarinya, contoh:
Seseorang menggunakan
kata “no what-what”, untuk mengatakan “tidak apa-apa”, padahal bahasa baku dalam B2 adalah
never mind.
5. Hipotesis Pijinisasi
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam
proses belajar bahasa kedua, bisa saja selain terbentuknya bahasa antara
terbentuk juga yang disebut bahasa pijin (pidgin), yakni sejenis
bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakan dalam wilayah tertentu yang
berada di dalam dua bahasa tertentu. Bahasa pijin ini digunakan untuk
keperluan singkat dalam masyarakat yang masing-masing memiliki bahasa sendiri.
Jadi bisa dikatan bahasa pijin ini tidak memiliki penutur asli (chaer dan agustina,
1995).
BAB III
PENUTUP
3..1 KESIMPUAN
Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Bahasa kedua bagi seseorang dapat berupa bahasa daerah,
bahasa nasional, atau bahasa asing. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat
seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Makalah ini menjelaskan
beberapa teori hipotesis pembelajaran bahasa asing, yaitu:
1.
Hipotesis kesamaan antara bahasa pertama dan bahasa
kedua
Kanak-kanak dapat menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara
alamiah, sedangkan B2 dapat dikuasai dengan pelafalan yang kurang sempurna.
2.
Hipotesis kontrastif
Adanya perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan kesulitan dalam belajar
B2, yang mungkin juga akan menimbulkan kesalahan, sedangkan adanya persamaan
antara B1 dan B2 akan menyebabkan kemudahan dalam belajar B2.
3.
Hipotesis krashen
a. Hipotesis perbedaan pemerolehan dan
belajar
Dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan
(acquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan adalah penguasaan suatu
bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang
terencana, sedangkan belajar ialah usaha sadar untuk secara formal dan
eksplisit menguasai bahasa yang dipelajari, terutama yang berkenaan tentang
kaidah-kaidah bahasa.
b. Hipotesis Urutan Alamiah (natural
order)
Unsur-unsur bahasa dan kaidah bahasa diperoleh dalam urutan yang dapat
diprediksi.
c. Hipotesis Pemantau (monitor)
Keraguan dalam menggunakan bahasa
kedua, diduga sebagai akibat kelebihan monitor dalam proses internal
berbahasa. Monitor ini muncul dalam pikiran seseorang saat belajar B2 dan
berfungsi sebagai pengedit dan pengkoreksi bahasa.
d. Hipotesis Masukan (input)
Pembelajaran B2 dianggap akan terjadi jika hanya siswa mendapatkan
informasi/pengetahuan setingkat lebih tinggi daripada yang telah dikuasainya.
e. Hipotesis Afektif
Orang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat memperoleh bahasa kedua
dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian dan sikap yang lain.
f. Hipotesis Pembawaan (Bakat)
Bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar
bahasa kedua.
g. Hipotesis Filter Afektif (affective
filter)
Sebuah filter yang
bersifat afektif dapat menahan sehingga seseorang tidak atau kurang berhasil
dalam usahanya dalam memperoleh bahasa kedua, misalnya berupa kepercayaan diri yang kurang,
situasi yang menegangkan.
h. Hipotesis bahasa pertama
Bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan dalam bahasa
kedua, selagi penguasaan bahasa kedua belum tampak.
i.
Hipotesis Variasi Individu Penggunaan Monitor
Cara seseorang memonitor pengunaan bahasa yang dipelajarinya bersifat
bervariasi. Ada yang terus menerus menggunakannya secara sistematis, tetapi ada
pula yang tidak pernah menggunakannya, dan ada pula yang mengunakan monitor itu
sesuai dengan keperluan atau kesempatan untuk menggunakannya.
4.
Hipotesis bahasa-antara
Bahasa atau ujaran yang digunakan seseorang yang sedang belajar bahasa
kedua pada satu tahap tertentu, sewaktu dia belum dapat menguasai dengan baik
dan sempurna bahasa kedua.
5.
Hipotesis pijinasi
Proses belajar bahasa kedua, bisa saja selain terbentuknya bahasa antara
terbentuk juga yang disebut bahasa pijin (pidgin), yakni sejenis bahasa
yang digunakan oleh satu kelompok masyarakan dalam wilayah tertentu yang berada
di dalam dua bahasa tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003, Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003, Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[1] Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 221.
maaf mau tanya untuk Hipotesis Kesamaan Antara Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua terdapat kata modus interogasi, negasi dan morfem-morfem gramatikal. boleh di jelaskan arti kata modus interogasi, negasi.. terimakasih.
ReplyDelete