Saturday, April 13, 2013

Teori-Teori Pemerolehan Bahasa dan Hipotesisnya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Nikmat Allah yang diberikan manusia, memang tak terhingga, diantara nikmat itu yang sangat besar dan dikhususkan Allah hanya untuk manusia adalah kemampannya untuk belajar bahasa sehingga manusia disebut sebagai “hayawan nathiq”.bahasapun dianggap sebagai sesuatu yang istimewa, sebab bahasa merupakan sarana manusia untuk berpikir yang merupakan sumber awal manusia memperoleh pemahaman dan ilmu pengetahuan, sebagai simbol sebuah pemahaman, bahasa telah memungkinkan manusia untuk memahami apa yang ada disekitarnya, dan mengantarkan dia memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Guna mempermudah pembelajaran bahasa,khususnya bahasa Arab, maka perlu dicari titik singgung antara kedua bahasa (bahasa ibu/bahasa indonesia dan bahasa sasaran / bahasa arab ).yang terhimpun didalam linguistik. Linguistik ini perlu dipelajari karena fenomena linguistik yang identik dengan bahasa pertama ( ibu ) akan mempercepat proses belajar, sedangkan fenomena yang berbeda akan menjadi penghalang atau penghambat.[1]
Uraian diatas sedikit bisa menggambarkan betapa pentingnya posisi bahasa dalam kehidupan manusia dan betapa besar peranannya dalam memberikan kemampuan manusia untuk mencapai kemajuan dan belajar secara terus menerus.terutama dalam pembelajaran bahasa yang sering disebut dengan B2. Dengan demikian, dalam makalah ini akan kita temukan dimana posisi pemerelohan bahasa terhadap pembelajaran bahasa berdasarkan teori teori yang sudah ada.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apa  yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa dan teori pemerolehan bahasa?
2.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa dan Hipotesis pembelajaran bahasa?
3.      Bagaimana posisi pemerolehan bahasa dalam  pembelajaran bahasa?
1.3              Tujuan Pembahasan
§  Mengetahui maksud dari pemerolehan bahasa dan teorinya
§  Mengetahui maksud dari pembelajaran bahasa dan Hipotesisnya
§  Mengetahui  posisi pemerolehan bahasa dalam  pembelajaran bahasa














BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemerolehan Bahasa
pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.[2]Untuk dapat melekukan kajian tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama ( first laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu kajian tentang bagaimana pembelajra mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya.[3]
Mengikuti penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti. Teori pertama menyebutkan bahwa manusia memeperoleh bahasanya secara alami. Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan teori kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh bahasa melalaui proses mempelajari, dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory.
a.       Nativist Theory
Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara alamiteori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh leneberg dan chomsky. Hipotesis nurani lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang digunakan anak dalam memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh kedua pelopor tersebut.hasil penelitan tersebut adalah sbb:
a)      Semua  anak normal akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan dengan bahasa iitu.
b)      Pemerolehan bahasa tidak ada hubungan nya dengan kecerdasan
c)      Kalimat yang digunakan anak cenderung tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
d)     Hanya manusia yang bisa berbahasa.
e)      Perkembangan bahsa anak sejalan dengan perkembangan lain.
f)       Srtuktur bahsa sangat rumit, komoleks dan istimewa.
Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa.maka hipoesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dariorganisme manusia.hiptesis ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang dibawa manusa sejak lahir yaitu laguage acquisition device (LAD ). Cara kerja dari LAD ini bisa dijelaskan apabila sejumlah ucapan yang cukuo memadai dari suatu bahasa ditangkap atau diberikan kepada LAD, maka LAD akan membentuk masukan itu menjadi tata bahas formal sebagi keluaran.
b.      Learning teory
teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari.
Teori ini lahir dai pakar psikologi dari harvard B.f Skiner . skiner adalah seorang toko behaviorisme yang menyatakan bahasa adalah perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran  psikologi yang mempelajari tentang perilaku yang nyata yang bisa diuukur secara objektiv.
Blomfeed dalam bukunya “ laguage” dalam parera (1986: 80) menerapkan pikiran pikirn pokok  behaviorisme dalam analis bahas asebagai berikut:
Ø  Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik.
Ø  Orang  harus bisa membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa.
Ø  S                       r                       s                       R
r : merupakan respon pengganti
s : merupakan stimulus pengganti
Ø  Bloom Field lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan proses mentalisme.
Skinner mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon berkondisi terhadap stimulus stimulus tersembunyi baik yang internal atau eksternal. Hal ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajran bahasa pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
Sebagai penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana  seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.[4]
2.2Pembelajaran Bahasa
a.Pengertian Pembelajaran Bahasa
              Abdoel chaer (2002 : 242) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada hipotesis pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa bahasa pertamanya (B1). Pembelajaran bahasa diyakini bahwa bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Dalam pemerolehan bahasa kedua beranggapan bahwa bahasa kedua suatu yang diperoleh baik secara formal dan informal.
              Penggunaan istilah bahasa ibu perlu dilakukan dengan hati-hati karena berbagai kasus yang terjadi. Oleh karena itu penggunaan bahasa pertama akan lebih tepat dari pada penggunaan bahasa ibu . Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan bahasa kedua yang dilakukan secara formal maupun informal, dan nampaknya pembelajaran bahasa lebih kependidikan formal.
b.  Tipe Pembelajaran Bahasa
          Elis (dalam Chaer 2002 : 242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
          Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan pembelajaran berlangsung didalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat billingual dan multi lingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.
       Kedua, yang bersifat formal berlangsungdi dalam kelas dengan guru, materi dan alat-alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar, pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik dari pada pembelajaran yang dilakukan secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak tidak berbagai penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Chaer. 2002 : 144) meskipun studi tentang metedologi belajar bahasa kedua (atau bahasa asing) telah sedemikian lama dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang belajar bahasa.
c.                Sejarah Perkembangan Bahasa
            Chaer (2002 : 244 -245) menyatakan adanya pembelajaran bahasa sejak adanya intraksi antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda pembelajaran bahasa yang berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti, dalam arti perubahan pandangan dan inovasi baru dimulai tahun 1880.
            Nurhadi (dalam Chaer, 2002 : 245) dalam sejarah perkembangan ada empat tahap penting yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an.
1. Tahap pertama, priode antara 1880 – 1920 pada tahap ini terjadi rekontruksi bentuk-bentuk metode langsung, metode langsung ini pada awal masehi, diterapkan di sekolah-sekolah. Selain itu, dikembangkan metode bunyi (phonetic method).
2.Tahap kedua, periode antara 1920-1940 pada masa ini terbentuk forum belajar bahasa asing yang kemudian menghasilkan aplikasi metode-metode yang bersifat kompromi, semua ini merupakan perluasan dari teknik-teknik pengajaran membaca yang sudah ada, yang dikaitkan dengan tujuan-tujuan pengajaran bahasa yang lebih khusus.
3.  Tahap ketiga periode antara 1940-1970, yang kemunculanya dilatarbelakangi oleh peperangan, dimana orang mencari metode bahasa asing yang paling cepat dan efisien untuk berkomunikasi.
Ø  Periode 1940-1950, ditandai dengan lahirnya metode, pada periode itu dalam dunia linguistik muncul pendekatan linguistik, pendekatan ini merupakan imbas dari lahirnya pandangan strukturalis dalam bidang kebebasan.
Ø  Periode 1950-1960, ditandai dengan munculnya metode audiolingual dan metode audiovisual sebagai keberhasilan. Metode ini lahir dari kaum behavioris dan akibat adanya penemuan alat-alat bantu belajar bahasayang menjadi landasan utama teori stiulus responsnya B.F skinner. Selain itu muncul minat terhadap kajian psikolinguistik.
ØPeriode 1960-1970, awal turunya metode audiobillingual dan audiovisual dan mulai populernya analisis kontrastif, yang berusaha mencari landasan teori dalam pengajaran bahasa. Karena hasil studi psikolinguistikdan pandangan Noamchomsky (Dalam chaer, 2002 : 246) menyiratkan bahwa kedua metode itu yang bersandar pada teori stimulus respons atau model tubian dan imitasi dalam pembelajaran bahasa itu tidak logis.
4.Tahap keempat, periode antara 1970-1980, periode yang paling inovatif  dalam pembelajaran bahasa kedua, konsep dan hakekat belajar bahasa dirumuskan kembali, kemudian diarahkan pada pengembangan sebuah model pengembangan sebuah model pembelajaran yang efektif dan efisien yang dilandasi oleh teori yang kokoh.
                 Akhir dari periode ini munculnya satu pendekatan komunikasi dalam penbelaran bahasa.
d.                     Hipotesis-hipotesis Pembelajaran Bahasa
Hasil yang dicapai oleh para pakar pembelajaran bahasa sampai saat ini belum bisa disebut sebagai teori karena belum teruji dengan mantap. Oleh karena itu, masih lebih umum disebut dengan hipotesis. Diantara hipotesis-hipotesis terkait pembelajaran bahasa adalah: (1) Hipotesis kesamaan antara B1(bahasa pertama) dan B2 (bahasa kedua); (2) Hipotesis Kontrastif; (3) Hipotesis Krashen; (4) Hipotesis bahasa antara; dan (5) Hipotesis Pijinisasi. Secara singkat, kelima hipotesis tersebut akan dibicarakan dibawah ini.
a.                  Hipotesis Kesamaan antara B1 dan B2
Hipotesis ini menyatakan adanya kesamaan pada proses belajar B1 dan B2, yakni pada urutan pemerolehan stuktur bahasa. Menurut hipotesis ini pula unsur-unsur bahasa dapat diperoleh dengan urutan-urutan yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh terlebih dahulu, baru kemudian unsur kebahasaan lain. Namun, dalam hal penguasaan lafal, anak-anak menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara alamiah sedangkan pada B2 kurang sempurna. Memang hal ini belum terbukti kebenarannya.

b.                  Hipotesis Kontrastif
Hipotesis ini dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957). Hipotesis ini menyatakan bahwa kesalahan yang muncul dalam belajar B2 adalah karena perbedaan antra B1 dan B2 dan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh kesamaan oleh B1 dan B2.
Hipotesis ini juga menyatakan bahwa seorang yang belajar bahasa ke-2 seringkali melakukan transfer B1 ke dalam B2. Transfer ini dapat terjadi pada semua tingkat kebahasaan: tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat maupun tata kata ( leksikon ). Dalam hal ini bisa terjadi transfer positif, yaki jika stuktur B1 dan B2 sama dan ini akan menimbulkan kemudahan. Dapat juga terjaditransfer negatif, yakni jika struktur B1 dan B2 tidak sama dan hal ini akan menimbulkan kesulitan.
Adanya pikiran bahwa B1 mempengaruhi pembelajaran B2 membuat para pakar berusaha mendeskripsikan struktur B1 dan B2 agar dapat meprediksi kesukaran dan kemudahan yang akan dialami dalam mempelajari B2 itu.
c.                   Hipotesis Krashen
Berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa, Stephen Krashen mengajukan sembilan hipotesis yang saling berkaitan. Sembilan hipotesis tersebut adalah:

1.                  Hipotesis Pemerolehan dan Belajar
Menurut hipotesis ini, dalam penguasaan suat bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan (acquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan adalah penguasaan melalui cara bawah sadar atau alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang terencana. Sebaliknya, yang dimaksud dengan beajar adalah usaha sadar secara formal dan eksplisit untuk menguasai bahasa yang dipelajar terutama yang berkenaan dengan kaidah-kaidah bahasa.
2.                  Hipotesis Urutan Alamiah
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses pemerolehan bahasa anak-anak memperoleh unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksi. Urutan ini bersifat alamiah. Hasil penelitian menunjukan adanya pola pemerolehan unsu-unsur bahasa yang relatif stabil untuk bahasa pertama, bahsa kedua, maupun bahasa asing.
3.                  Hipotesis Monitor
Hipotesis monitor ini menyatakan adanya hubungan antara proses sadar dan proses bawah sadar dalam pemerolehan bahasa. Proses sadar menghasilkan hasil belajar dan proses bawah sadar menghasilkan pemerolehan. Kita dapat berbicara dalam bahasa tertentu adalah karena sistem yang kita miliki sebagai hasil dari pemerolehan, dan bukan hasil dari belajar. Semua kaidah tata bahasa yang kita hafalkan tidak selalu membantu kelancaran dalam berbicara. Kaidah tata bahasa yang kita kuasai ini hanya berfungsi sebagai monitor saja dalam pelaksanaan (performansi) berbahasa. Jadi, ada hubungan erat antara hipotesis ini dengan hipotesis pemerolehan dan belajar. Pemerolehan menghasilkan pengetahuan implisit (intake) sedangkan belajar menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa.
4.                  Hipotesis Masukan
Menyatakan bahwa seseorang menguasai bahasa melalui masukan(input) yang dapat dipahami, dengan memusatkan perhatian pada pesan atau isi, bukan pada bentuk. Hal ini berlaku pada semua orang, dewasaataupun anak-anak yang sedang belajar bahasa. Hpotesis ini juga menyatakan bahwa kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangat penting dalam proses pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa secara aktif akan datang pada waktunya nanti.
5.                  Hipotesis Afektif ( Sikap )
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dengan kepribdian dan motifasi tertentu dapat memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibanding orang dengan kepribadian dan sikap yang lain. Contoh; seseorang dengan kepriadian terbuka dan hangat akan lebih berhasil dibanding orang dengan kepribadian yang agak tertutup.
6.                  Hipotesis Pembawaan ( Bakat )
Hipotesis ini menyatakan bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar B2. Krashen meynatakan bahwa sikap secara langsung berhubungan dengan pemerolehan B2, sedangkan bakat berhubungan dengan belajar. Mereka yang mendapat nilai tinggi dalam test bakat bahasa, pada umumnya berhasil baik dalam test tata bahasa. Jadi, aspek ini banyak berkaitan dengan belajar, bukan dengan pemerolehan.
7.                  Hipotesis Filter Afektif
Hipotesis ini meyatakan bahwa sebuah filter yang bersifat afektif dapat menahan masukan sehingga seseorang tidak atau kurang berhsil dalam usahanya memperoleh B2. Filter itu dapat berupa kepercayaan diri yang kurang, situasi yang menegangkan, sikap defansif dan sebagainya. Filter afektif ini lazim disebut mental block. 
8.                  Hipotesis Bahasa Pertama
Hipotesis ini enyatakan bahwa bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan dalan B2, selagi penguasaan B2 belum tampak. Jika seorang anak pada tahap permulaan belajar B2 dipaksa untuk menggunakan atau berbicara dalam B2, maka ia akan mengunakan kosa kata dan aturan tata bahasa pertamanya. Oleh karena itu, sebaiknya guru tidak terlalu memaksa siswanya untuk menggunakan B2 yang sedang dipelajarinya. Berilah kesempatan kepada anak untuk mendapatkan input yang bermakna dan mengurangi filter afektifnya. Dengan demikian, penguasaan bahasa kedua dengan sendirinya akan berkembangpada waktunya.
9.                  Hipotesis Variasi Individual Penggunaan Monitor
Hipotesis ini berkaitan dengan hipotesis monitor. Menyatakan bahwa cara seseorang memonitor penmggunaan bahasa yang dipelajarnya ternyata berfariasi. Ada yang terus menerus secara sistematis menggunakannya, adapula yang tidak pernah menggunakannya. Diantara keduanya adapula yang menggunakan monitir itu sesuai dengan keperluan dan kesempatan.
Ada orang yang tidak peduli dengan aturan tata bahasa, artinya orang seperti itu tidak pernah menggunakan monitornya. Dia tidak peduli apakah kalimat yang digunakannya itu benar atau salah, yang pentig ia dapat mengungkapkan idenyadalam bahasa yang dipelajari. Model seperti inilah yang umumnya lebih cepat dalam belajar bahasa.
d.                  Hipotesis Bahasa Antara
Bahasa antara (interlanguage) merupakan bahasa/ujaran yang digunakan orang yang sedang belajar B2 pada suatu ahap tertentu sewaktu dia belum dapat mnguasai dengan baik dan sempurna B2 itu. Bahasa antara ini memiliki ciri B1 dan B2 dan bersifat khas, mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan B1 dan B2.
Bahasa antara ini merupakan produk dari strategi seseorang dalam belajar B2. Artinya, bahasa ini merupakan kumpulan atau akumulasi yang terus-menerus dari suatu proses pembentukan pengauasaan bahasa.
e.                   Hipotesis Pijinisasi
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses belajar B2 selain terbentuk bahasa antara juga terbentuk bahasa Pijin ( Pidgin ), yakni sejenis bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakat dalam wilayah tertentu yang berada didalam dua bahasa tertentu. Bahasa pijin ini digunakan untuk keperluan singkat dalam masyarakat yang masing-masing memiliki bahasa sendiri. Jadi, bisa dikatan bahasa pijin ini tidak memiliki penutur asli (Chaer dan Agustina 1995).
f.  Transfer dan Interferensi
Chaer (2002:261) Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama  “ dapat menganggu” penggunaan bahasa pertama pembelajar. Pembelajar akan cenderung mentrasfer unsur bahasa pertamanya ketika melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya terjadilah apa yang ada dalam kajian sosiolinguistik disebut Interferensi, campur kode dan kekhilafan (error). Penggunaan atau pentrasferan unsur bahasa pertama lama kelamaan akan berkurang, sjalan dengan taraf  kemampuan bahasa  kedua. Interferensi bisa terjadi pada semua tataran bahasa yakni; Fonologi, Sintaksis, Morfologi dan Leksikon.  Secara teoritis tidak aka nada orang yang mempuyai kemampuan bahasa kedua sama baiknya dengan kemampuan bahasa pertama. Pembelajaran bahasa pertama terjadi setelah sseorag pembelajar mennguasai dan menuranikan bahsa pertamanya, maka, mau tidak mau, bahasa pertama yang telah dinuranikan akan “ menganggu” ketika pembelajar menggunak[5]
2.3 Posisi Pemerolehan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa tentulah seorang pebelajar telah memiliki modal awal, yakni bahasa ibu yang diperoleh melalui proses pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa, yakni proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Sehingga dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama yang telah dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa jauh peran pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat terinterpretasikan dalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari bahasa kedua. Berikut hirarki kesulitan menurut Clifford Paton:
1)      Transfer Nol, yakni di mana B1 sama persis dengan B2
Dalam tahap ini, pemerolehan bahasa pertama memberikan satu kemudahan tersendiri dalam pembelajaran bahasa kedua. Seperti contoh dalam fonologi: B1 (bahasa Indonesia) J = ج B2 (bahasa Arab), B1 A = أَ B2
2)      Perpaduan, yakni di mana 2 item dalam B1 bersatu dengan B2
Contoh: U-O dalam bahasa Arab ـُ
3)      Subdiferensiasi, yakni B1 ada dan B2 tidak ada
Contoh: C, Ny, Ng, P tidk ditemukan dalam bahasa Arab
4)      Reinterpretasi, di mana ia terdapat di B1 hanya saja berubah saat di B2
Contoh: huruf (Q – t – b – j – d) dibaca tidak memantul dalam B1, Huruf (ق- ط - ب - ج - د) dibaca memantul.
5)      Overdiferensiasi, di mana ia tidak ada di B1 namun ada di B2
Contoh: hukum bacaan mad tidak terdapat di B1, كتاب، كراسة، قلم.
6)      Pembelahan, di mana ia hanya ada 1 jenis di B1 dan bermacam jenis di B2
Contoh: Z = ظ – ذ – ز, T = ت – ط, H = ح – ه,
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembelajar yang lebih dewasa dapat memperoleh bahasa kedua lebih cepat dibandingkan pembelajar muda pada setting non tutorial(Snow dalam Gleason dan Ratner) Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pembelajar dewasa juga bermasalah dalam hal aksen yang sudah terpola B1 sehingga pemerolehan B2 juga terpengaruh.  Untuk  waktu yang diperlukan dalam mempelajari bahasa kedua, pengajar asing beranggapan bahwa diperlukan waktu lebih banyak untuk mempelajari bahasa yang jauh daripada yang dekat perbedaannya dengan B1 sebagai hasil dari pemerolehan bahasa.
Baik peneliti bahasa anak maupun ahli psikolinguistik mengemukakan bahwa kondisi pemerolehan B2 menyerupai B1. Pengajar bahasa asing menekankan pada perbedaan yang diakibatkan pengetahuan awal tentang B1, sedangkan bahasawan menekankan adanya perbedaan pembelajaran B2 yang melampaui masa pembelajaran emas dibandingkan B1.teori sosiokultur memandang bahwa pemerolehan B1 dan B2 ditunjang kebutuhan komunikatif dan social.
Pengajar bahasa asing dan bahasawan mengungkapkan adanya efek transfer dari B1 ke  B2. Sama halnya dengan pendapat ahli psikolinguistik dan teoisi sosiokultur tentang adanya kecendrungan dalam pemrosesan bahasa dan menggunakan pengetahuan tentang aturan bahasa. Peneliti bahasa anak tidak mengungkapkan adanya pengaruh B1kecuali adanya pengaruh proses pembelajaran area kesulitan tertentu pembelajaran B2.
Baik bahasawn maupun peneliti bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap B2. Peneliti bahasa anak, di pihak lain lebih mengangkat kasus pengurangan penggunaan bahasa  dan sebaliknya memandang efek positif  mempelajari B2 dengan cara membandingkan dengan B1.ahli psikolinguistik mendokumentasikan adanyadwibahasawan yang dapat menggabungkan system B1 dan B2, meskipun dengan adanya perbedaan dalam hal kecepata pemrosesan B1 dan B2.
Pendapat  yang dilontarkan  para pengajar asing, peneliti bahasa anak, bahasawan, ahli psikolinguistik dan teorisi sosiokultur diatas menunjukkan adanya keberagaman minat dalam aspek yang berbeda terkait dengan fenomna pemerolehan dwibahasa dan pemerolehan B2. Diharapkan dimasa yang akan datang peneliti lain akan dapat menggabungkan dua atau tiga dari perspektif tersebut yang menitikberatkan pada peran pembelajar, lingkungan dan konteks social yang lebih luas untuk memahami apa sebenarnya pemerolehan B2 dan bagaimana pembelajar memperolehnya.











BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
§  pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.adapun teori – teorinya adalah Nativist Theory danLearning Theory.
§  adanya pembelajaran bahasa sejak adanya intraksi antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda pembelajaran bahasa yang berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti, dalam arti perubahan pandangan dan inovasi baru dimulai tahun 1880.  Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan bahasa kedua yang dilakukan secara formal maupun informal, dan nampaknya pembelajaran bahasa lebih kependidikan formal.
§  dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama yang telah dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa jauh peran pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat terinterpretasikan dalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari bahasa kedua berdasarkan hirarki kesulitan menurut Clifford Paton.







Daftar Pustaka
Abdul Muin, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indinesia,jakarta, Pustaka Al Husna Baru, 2004
Arifudin, Neuro Psikolinguistik, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010 hal:114
Mamluatul Hasanah, Proses Manusia Berbahasa, Malang, UIN-Maliki Press, 2010
Chaer Abdul,
http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/07/materi-ukg-psikolinguistik-dan-teori.html







[1] Abdul Muin, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indinesia,jakarta, Pustaka Al Husna Baru, 2004 hal : 7
[2]http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/07/materi-ukg-psikolinguistik-dan-teori.html
[3] Arifudin, Neuro Psikolinguistik, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010 hal:114
[4] Mamluatul Hasanah, Proses Manusia Berbahasa, Malang, UIN-Maliki Press, 2010 hal: 65-69
[5]Abdul Chaer

0 comments:

Post a Comment