Saturday, April 13, 2013

Gangguan Berbahasa



BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Kajian Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor medis
2. Faktor lingkungan sosial

2.1.1    Gangguan Faktor Medis
Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu: a) Gangguan berbicara, b) Ganguan berbahasa, dan c) Gangguan berpikir.

A.        Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karenaitu, gangguan berbicara ini dapat dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicarayang berimplikasi pada gangguan organik dan yang kedua gangguan berbicara psikogenik
a.      Gangguan Mekanisme Berbicara
Proses berbicara adalah suatu proses produksiucapan (percakapan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru. Maka gangguan berbicara berdasarkanmekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan berbicara disebabkan kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal) pada lidah (lingual), pada rongga mulutdan kerongkongan (resonantal).
·         Gangguan akibat faktor pulmonal
Gangguan ini dialami oleh para penderita paru-paru. Para penderita penyakit paru-paruini kekuatan bernafasnya sangat kurang sehingga bicaranya diwarnai oleh nada yangmonoton, volume suara kecil, dan terputus-putus
·         Gangguan Akibat Faktor Laringal
Gangguan pada pita suara sehingga suara menjadi serak atau hilang sama sekali
·         Gangguan akibat faktor lingual
Lidah yang terluka akan terasa perih jika di gerakan.untuk mencegah timbulnya rasa pedih aktifitas lidah di kurangi. Dalam keadaan ini maka pengucapan sejumlah fonemmenjadi tidak sempurna
·         Gangguan akibat faktor resonasi
Menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau

b.      Gangguan Berbicara Psikogenik
Gangguan ini sebenarnya tidak bisa disebutsebagai gangguan berbicara. Mungkin lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental.Modalitas mental yang tertangkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan olehnada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara. Gangguan ini antara lain:
·         Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena cara bicaranya seperti anak kecil. Jadi ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, anak-anak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan padacara berbicaranya. Fonem bunyi [s] dilafalkan menjadi [c] sehingga kalimat ´Saya sakit, jadi tidak mau minum susu atau makan´ akan diucapkan menjadi ´Caya cakit, tidak mauminum cucu atau makan´. Dengan berbicara demikian dia mengungkapkan keinginanuntuk dimanja. Gejala seperti ini kita dapati juga pada orangtua pikun atau jompo(biasanya wanita).

·         Berbicara kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan olehistilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menonjolatau lemah gemulai. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkangangguan identitas kelamin terutama yang dilanda adalah kaum pria.
·         Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti,lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasilmengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Apa yang menyebabkan terjadinyagagap ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting penyebab terjadinya gagap diantaranya:
a)      Faktor stres dalam kehidupan berkeluarga
b)      Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak, serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah
c)       Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan
d)      Faktor neurotik famial.
·         Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain. Tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atascurah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yangdapat dipancing. Kelatahan ini merupakan ´excuse´ ataualasan untuk dapat berbicara dan bertingkahlaku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.



B.        Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yanglahir dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-katamelalui telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu.Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti,daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkanterjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia.
Berikut adalah jenis-jenis afasia.
1.      Afasia motorik kortikal
Adalah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderitanya masih mengerti bahasa lisan dan tulisan, namun ekspresi verbal tidak bisa sama sekali.
2. Afasia motorik subkortal
Terjadi karena kerusakan bagian bawah Broca. Penderitanya tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, tetapi masih bisa berekspresi verbal dengan membeo.
3. Afasia motorik transkortikal
Terjadi karena hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Penderitanya dapat mengutarakan perkataan, namun hanya singkat dengan perkataan subtitusinya.
4. Afasia sensorik
Kerusakan karenanya dapat menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat ikut terganggu.

C.        Gangguan Berpikir
Ganguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa:
1.      Pikun
Suatu penurunan daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari kehari semakin buruk.
2.      Sisofernik
Gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
3.      Defresif
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasa dan expresi verbalnya. Volume expresi verbalnya lemah lembut dan terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.

2.1.2    Gangguan Sosio
Yang dimaksud dengan akibat faktor sosial adalah keterasingan seorang anak, secaraaspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi keterasingannyadisebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karenahidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh serigala ataumonyet, seperti kasus Kamala dan Gennie.
Seperti contoh pada dua kasus,  sebagai berikut :
a.       Kasus Kemala
Kasus adanya anak manusia yang dipelihara oleh serigala. Karena hidup ditengah serigala ia sangat mirip dengan serigala. Ia berlari cepat sekali dengan menggunakan kedua kaki dan tangan, mengaum-ngaum, tidak dapat berbicara sepatah katapun serta tidak ada mimik emosi diwajahnya.
b.      Kasus Gennie
Sejak berumur 20 bulan sampai 13 tahun 9 bulan, Gennie secara sengaja oleh keluargannya (melakukan eksperimen) hidup terkucil dalam ruang yang sempit dan gelap dalam posisi duduk dan kaki terikat. Ketika ditemukan pada tahun 1970, Gennie berada dalam kondisi yng kurang terlibat secara sosial, primitive, terganggu secara emosional, serta tidak dapat berbahasa(berbicara).

Anak yang terasing tidak sama dengan anak tuli. Anak tuli masih bisa hidup dalammasyarakat. Maka, meskipun dia terasing dari kontak bahasa, tetapi dia masih bisa berkomunikasi dengan orang di sekitaranya. Sedangkan anak terasing menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena dia tidak pernah mendengar suara ujaran manusia.Jadi, anak terasing karena tidak ada orang yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan manusia dansosial masyarakat.
Maka, sebenarnya anak terasing yang tidak punya kontak denganmanusia bukanlah lagi manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakatmanusia, dan akhirnya menjadi tidak mampu menjadi manusia normal setelah beberapatahun.Anak terasing tidak sama dengan anak primitif, sebab orang primitif masih hidup dalamsuatu masyarakat. Meskipun taraf kebudayaannya sangat rendah, tetapi tetap dalam suatulingkungan sosial. Anak-anak mempunyai segala kemungkinan untuk menjadi manusiahanya selama masa anak-anak, selepas umur tujuh tahun anak itu tak dapat dididik untuk mempelajari kebudayaan yang lebih tinggi.

2.2  Penanganan Gangguan Berbahasa
1.      Metode komunikasi representative
Metode ini terkait dengan cara efektif erkomunukasi dengan penyandanggangguan berbahasa. Lebih lanjut hal ini berimplikasi  pada pendidikan bagi anak penyandang gangguan berkomunikasi. Permasalahan berkomunikasi harus dipahami secara mendasar sebelum ditentukan program pengentasan kesulitan berkomunikasi  yang dialami.
Kebanyakan dari permasalahan berbicara lebih banyak berkisar pada masalah tumbuh kembang daripada masalah fisiologis. pada awalnya anak dengan gangguan berkomunikasi mendapat terapi bahasa hanya di kelas khusus, namun dewasa ini terjadi karena trend menyekolahkan pada sekola umum atau yang disebut dengan pendidikan inklusi.  Kecuali pada penyandang gangguan berkomunikasi parah yang membutuhkan terapi individu, pendidikan inklusi akan maksimal apabila  terjalin kerjasama antara guru, terapis wicara, dokter yang menangani anak tersebut dan orang tua.
Adapun pada anak dengan gangguan pendengaran konduktif dibutuhkan alat bantu dengar. Apabila gangguan pendengaranya lebih kompleks secara konsisten perlu dilatihkan menggunakan bahasa isyarat, eja jari (finger spelling), atau menggaunakan keduanya dengan atikulasi perkataan sederhana sesuai contoh. Hal inilah yang disebut dengan komunikasi total yang masih menjadi cara berkomunikasi terbaik. Pendidikan inklusi sebaiknya memberikan pelayanan yang mendukung anal misalnya degan menggunakan media visual seperti film dengan tulisan yang mendiskripsikan perkataan dan bahan dengan tulisan yang mendiskripsikan perkataan dan bahan bacaan dengan kosakata sederhana.

2.      Terapi penunjang
Beberapa terapi menunjang proses penanganan gangguan berbahasa dan bicara. Salah satunya yaitu ergotherapy. Ergotherapy adalah terapi gerak dan sensoris yang lebih ditujukan untuk melatih jika anak mengalami masalah dalam pengucapan (dispraxya) yang disebabkan karena gangguan pada motorik dasar, indra, terlalu sensitif, serta gangguan fisik lainnya. Tujannya untuk mengatasi aspek gangguan secara spesifik yang dibutuhkan dalam mendukung perbaikan bahasa dan bicara.
Auditory integration training (AIT) termasuk dalam terapi penunjang melalui piranti musik. Beberapa orang tua melaporakan keberhasilan terapi ini yang ditunjukkan dengan kemajuan anak dalam memproses informasi auditory. Terapi ini dirancang oleh Dr.Guy Berard yang emendalami bagaimana otot dan syaraf telinga mempengaruhi kerja otak dan organ keseimbangan sebagai struktur yang saling melengkapi. Ketika sistem telinga menerima pesan tetapi tidak diproses ke otak sebagaimana seharusnya, sebagai akibatnya individu menjadi terlalu peka terhadap frekuensi tertentu dan bermasalah dalam mengatur suaranya sendiri. AIT dalam menggunakan musik untuk melatih otot telinga berefleksi dan meningkatkan kemampuan otak untuk menyaring suara yang masuk.



BAB III
KESIMPULAN


1.        Gangguan berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Faktor medis dan Faktor lingkungan sosial.
a.    Gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu: a) Gangguan berbicara, b) Ganguan berbahasa, dan c) Gangguan berpikir.
b.    Gangguan berbicara meliputi Gangguan Mekanisme Berbicara, Gangguan Akibat Multifaktorial, dan Gangguan Psikogenik.
c.    Gangguan Berbahasa meliputi Afasia Motorik dan Afasia Sensorik.
d.   Gangguan Berpikir meliputi Pikun(Demensial), Sisofrenik, dan Defresif.
e.    Gangguan Lingkungan Sosial meliputi Kasus Kamala dan Kasus Gennie.
2.        Penanganan Gangguan Berbahasa dengan cara Metode Komunikasi Representativedan Terapi Penunjang.


DAFTAR PUSTAKA


Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003.Psikolinguistik : Kajian Teoritik. Jakarta:PT. Asdi Mahasatya.

Nur Indah, Rohmani. 2012. Gangguan Berbahasa : Kajian Pengantar. Malang:UIN-Maliki Press.
Soenjono. 2008. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

2 comments: