BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Gangguan Berbahasa
Gangguan
berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor medis
2. Faktor lingkungan sosial
2.1.1
Gangguan Faktor Medis
Yang dimaksud
dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun
akibat kelainan alat-alat bicara. Menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa
itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu: a) Gangguan berbicara, b)
Ganguan berbahasa, dan c) Gangguan berpikir.
A. Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas motorik
yang mengandung modalitas psikis. Oleh karenaitu, gangguan berbicara ini dapat
dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicarayang berimplikasi pada
gangguan organik dan yang kedua gangguan berbicara psikogenik
a.
Gangguan
Mekanisme Berbicara
Proses
berbicara adalah suatu proses produksiucapan
(percakapan) oleh kegiatan terpadu
dari pita suara,
otot-otot yang membentuk rongga
mulut serta kerongkongan dan paru-paru. Maka gangguan berbicara
berdasarkanmekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan berbicara disebabkan
kelainan pada paru-paru (pulmonal),
pada pita suara (laringal) pada lidah
(lingual), pada rongga mulutdan
kerongkongan (resonantal).
·
Gangguan
akibat faktor pulmonal
Gangguan ini
dialami oleh para penderita paru-paru. Para penderita penyakit paru-paruini
kekuatan bernafasnya sangat kurang sehingga bicaranya diwarnai oleh nada
yangmonoton, volume suara kecil, dan terputus-putus
·
Gangguan
Akibat Faktor Laringal
Gangguan pada
pita suara sehingga suara menjadi serak atau hilang sama sekali
·
Gangguan akibat faktor lingual
Lidah yang terluka akan
terasa perih jika di gerakan.untuk mencegah timbulnya rasa pedih aktifitas
lidah di kurangi. Dalam keadaan ini maka pengucapan sejumlah fonemmenjadi tidak
sempurna
Menyebabkan
suara yang dihasilkan menjadi bersengau
b.
Gangguan
Berbicara Psikogenik
Gangguan ini
sebenarnya tidak bisa disebutsebagai gangguan berbicara. Mungkin lebih tepatnya
disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan ungkapan
dari gangguan di bidang mental.Modalitas mental yang tertangkap oleh cara
berbicara sebagian besar ditentukan olehnada, intonasi, dan intensitas suara,
lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat
dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara. Gangguan ini antara lain:
·
Berbicara
manja
Disebut
berbicara manja karena cara bicaranya seperti anak kecil. Jadi ada kesan
anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya,
anak-anak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar
adanya perubahan padacara berbicaranya. Fonem bunyi [s] dilafalkan menjadi [c]
sehingga kalimat ´Saya sakit, jadi tidak mau minum susu atau makan´ akan
diucapkan menjadi ´Caya cakit, tidak mauminum cucu atau makan´. Dengan
berbicara demikian dia mengungkapkan keinginanuntuk dimanja. Gejala seperti ini
kita dapati juga pada orangtua pikun atau jompo(biasanya wanita).
·
Berbicara
kemayu
Berbicara kemayu
berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria
bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan
olehistilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah
yang menonjolatau lemah gemulai. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu
gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik
yang mengungkapkangangguan identitas kelamin terutama yang dilanda adalah kaum
pria.
·
Berbicara
gagap
Gagap adalah
berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti,lalu
mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah
berhasilmengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Apa yang
menyebabkan terjadinyagagap ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi
hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting penyebab terjadinya
gagap diantaranya:
a) Faktor stres
dalam kehidupan berkeluarga
b) Pendidikan anak
yang dilakukan
secara keras
dan ketat,
dengan membentak-bentak,
serta tidak mengizinkan anak
berargumentasi dan membantah
c) Adanya kerusakan
pada belahan otak (hemisfer) yang dominan
d) Faktor neurotik
famial.
·
Berbicara
latah
Latah sering
disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang
dikatakan orang lain. Tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri
atascurah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan
lokomotorik yangdapat dipancing. Kelatahan ini merupakan ´excuse´ ataualasan untuk dapat berbicara dan bertingkahlaku porno,
yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.
B. Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan
suatu bahasa. Anak-anak yanglahir dengan alat artikulasi dan auditori yang
normal akan dapat mendengar kata-katamelalui telinganya dengan baik dan juga
akan dapat menirukan kata-kata itu.Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan
mengeluarkan kata-kata. Ini berarti,daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi
ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada
daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkanterjadinya gangguan bahasa yang disebut
afasia.
Berikut adalah jenis-jenis
afasia.
1. Afasia motorik
kortikal
Adalah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi
pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderitanya masih mengerti bahasa lisan
dan tulisan, namun ekspresi verbal tidak bisa sama sekali.
2. Afasia motorik
subkortal
Terjadi karena kerusakan bagian bawah Broca.
Penderitanya tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan
perkataan, tetapi masih bisa berekspresi verbal dengan membeo.
3. Afasia motorik
transkortikal
Terjadi karena hubungan langsung antara pengertian dan
ekspresi bahasa terganggu. Penderitanya dapat mengutarakan perkataan, namun
hanya singkat dengan perkataan subtitusinya.
4. Afasia sensorik
Kerusakan karenanya dapat menyebabkan bukan saja
pengertian dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa
yang dilihat ikut terganggu.
C. Gangguan Berpikir
Ganguan ekspresi verbal sebagai akibat
dari gangguan pikiran dapat berupa:
1. Pikun
Suatu penurunan
daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari
hari kehari
semakin buruk.
2. Sisofernik
Gangguan berbahasa
akibat gangguan berpikir.
3.
Defresif
Orang yang
tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasa dan
expresi verbalnya. Volume expresi verbalnya lemah lembut dan terputus-putus
oleh interval yang cukup panjang.
2.1.2 Gangguan Sosio
Yang
dimaksud dengan akibat faktor sosial adalah keterasingan seorang anak,
secaraaspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi
keterasingannyadisebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen)
bisa juga karenahidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara
oleh serigala ataumonyet, seperti kasus
Kamala dan Gennie.
Seperti contoh pada dua
kasus, sebagai berikut :
a. Kasus Kemala
Kasus adanya anak manusia yang dipelihara
oleh serigala. Karena hidup ditengah serigala ia sangat mirip dengan serigala. Ia
berlari cepat sekali dengan menggunakan kedua kaki dan tangan, mengaum-ngaum,
tidak dapat berbicara sepatah katapun serta tidak ada mimik emosi diwajahnya.
b. Kasus Gennie
Sejak berumur 20 bulan sampai 13 tahun 9
bulan, Gennie secara sengaja oleh keluargannya (melakukan eksperimen) hidup
terkucil dalam ruang yang sempit dan gelap dalam posisi duduk dan kaki terikat.
Ketika ditemukan pada tahun 1970, Gennie berada dalam kondisi yng kurang
terlibat secara sosial, primitive, terganggu secara emosional, serta tidak
dapat berbahasa(berbicara).
Anak
yang terasing tidak sama dengan anak tuli. Anak tuli masih bisa hidup
dalammasyarakat. Maka, meskipun dia terasing dari kontak bahasa, tetapi dia
masih bisa berkomunikasi dengan orang di sekitaranya. Sedangkan anak
terasing menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena dia tidak
pernah mendengar suara ujaran manusia.Jadi, anak terasing karena tidak ada orang
yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena
dia sama sekali terasing dari kehidupan manusia dansosial masyarakat.
Maka,
sebenarnya anak terasing yang tidak punya kontak denganmanusia bukanlah lagi
manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.Otaknya tidak
berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakatmanusia, dan akhirnya
menjadi tidak mampu menjadi manusia
normal setelah beberapatahun.Anak
terasing tidak sama dengan anak primitif, sebab orang primitif masih hidup
dalamsuatu masyarakat. Meskipun taraf kebudayaannya sangat rendah, tetapi tetap
dalam suatulingkungan sosial. Anak-anak mempunyai segala kemungkinan untuk
menjadi manusiahanya selama masa anak-anak, selepas umur tujuh tahun anak itu
tak dapat dididik untuk mempelajari kebudayaan yang lebih tinggi.
2.2
Penanganan
Gangguan Berbahasa
1.
Metode
komunikasi representative
Metode
ini terkait dengan cara efektif erkomunukasi dengan penyandanggangguan
berbahasa. Lebih lanjut hal ini berimplikasi
pada pendidikan bagi anak penyandang gangguan berkomunikasi.
Permasalahan berkomunikasi harus dipahami secara mendasar sebelum ditentukan program
pengentasan kesulitan berkomunikasi yang dialami.
Kebanyakan
dari permasalahan berbicara lebih banyak berkisar pada masalah tumbuh kembang
daripada masalah fisiologis. pada awalnya anak dengan gangguan berkomunikasi
mendapat terapi bahasa hanya di kelas khusus, namun dewasa ini terjadi karena
trend menyekolahkan pada sekola umum atau yang disebut dengan pendidikan
inklusi. Kecuali pada penyandang
gangguan berkomunikasi parah yang membutuhkan terapi individu, pendidikan
inklusi akan maksimal apabila terjalin
kerjasama antara guru, terapis wicara, dokter yang menangani anak tersebut dan
orang tua.
Adapun
pada anak dengan gangguan pendengaran konduktif dibutuhkan alat bantu dengar.
Apabila gangguan pendengaranya lebih kompleks secara konsisten perlu dilatihkan
menggunakan bahasa isyarat, eja jari (finger spelling), atau
menggaunakan keduanya dengan atikulasi perkataan sederhana sesuai contoh. Hal
inilah yang disebut dengan komunikasi total yang masih menjadi cara
berkomunikasi terbaik. Pendidikan inklusi sebaiknya memberikan pelayanan yang
mendukung anal misalnya degan menggunakan media visual seperti film dengan
tulisan yang mendiskripsikan perkataan dan bahan dengan tulisan yang
mendiskripsikan perkataan dan bahan bacaan dengan kosakata sederhana.
2.
Terapi penunjang
Beberapa terapi menunjang proses penanganan gangguan
berbahasa dan bicara. Salah satunya yaitu ergotherapy. Ergotherapy adalah
terapi gerak dan sensoris yang lebih ditujukan untuk melatih jika anak
mengalami masalah dalam pengucapan (dispraxya) yang disebabkan karena gangguan
pada motorik dasar, indra, terlalu sensitif, serta gangguan fisik lainnya.
Tujannya untuk mengatasi aspek gangguan secara spesifik yang dibutuhkan dalam
mendukung perbaikan bahasa dan bicara.
Auditory integration training (AIT) termasuk dalam terapi
penunjang melalui piranti musik. Beberapa orang tua melaporakan keberhasilan
terapi ini yang ditunjukkan dengan kemajuan anak dalam memproses informasi
auditory. Terapi ini dirancang oleh Dr.Guy Berard yang emendalami bagaimana
otot dan syaraf telinga mempengaruhi kerja otak dan organ keseimbangan sebagai
struktur yang saling melengkapi. Ketika sistem telinga menerima pesan tetapi
tidak diproses ke otak sebagaimana seharusnya, sebagai akibatnya individu
menjadi terlalu peka terhadap frekuensi tertentu dan bermasalah dalam mengatur
suaranya sendiri. AIT dalam menggunakan musik untuk melatih otot telinga berefleksi
dan meningkatkan kemampuan otak untuk menyaring suara yang masuk.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Gangguan
berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Faktor medis dan Faktor lingkungan sosial.
a.
Gangguan berbahasa itu dapat dibedakan
atas tiga golongan, yaitu: a) Gangguan berbicara, b) Ganguan berbahasa, dan c)
Gangguan berpikir.
b.
Gangguan berbicara meliputi Gangguan Mekanisme Berbicara,
Gangguan Akibat Multifaktorial, dan Gangguan Psikogenik.
c.
Gangguan Berbahasa meliputi Afasia Motorik dan Afasia
Sensorik.
d.
Gangguan Berpikir meliputi Pikun(Demensial), Sisofrenik,
dan Defresif.
e.
Gangguan Lingkungan Sosial meliputi Kasus Kamala dan
Kasus Gennie.
2.
Penanganan Gangguan Berbahasa dengan cara Metode
Komunikasi Representativedan Terapi Penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta:PT
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003.Psikolinguistik : Kajian Teoritik. Jakarta:PT.
Asdi Mahasatya.
Nur Indah, Rohmani. 2012. Gangguan Berbahasa : Kajian
Pengantar. Malang:UIN-Maliki Press.
Soenjono. 2008. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
thanks bos..
ReplyDeleteTerimakasih banyak
ReplyDelete