Saturday, April 13, 2013

Asas-Asas Psikologis yang Berpengaruh dalam Ketrampilan Bahasa Qiro'ah dan Kitabah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan membaca dan menulis memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan membaca dan menulis.
Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan di taman kanak-kanak pun hanyalah bermain dengan mempergunakan alat-alat bermain edukatif. Pelajaran membaca dan menulis tidak diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka, itu pun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B.
Akan tetapi, pada perkembangan terakhir hal itu menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika asumsinya anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran calistung. Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.
Karena itulah, disini kami akan membahas tentang asas-asas psikologis apa saja yang mempengaruhi perkembangan keterampilan membaca dan menulis, agar nantinya proses pembelajaran bisa disesuaikan.


1.2 Rumusan Masalah
1.      Asas-asas apa sajakah yang berpengaruh dalam keterampilan membaca dan menulis?
2.      Bagaimanakah tahap-tahap pengajaran keterampilan membaca yang sesuai dengan asas psikologis?
3.      Bagaimanakah tahap-tahap pengajaran keterampilan menulis yang sesuai dengan asas psikologis?

1.3 Tujuan Masalah
1.      Mengetahui asas-asas apa sajakah yang berpengaruh dalam keterampilan membaca dan menulis
2.      Mengetahui tahap-tahap pengajaran keterampilan membaca yang sesuai dengan asas psikologis
3.      Mengetahui tahap-tahap pengajaran keterampilan menulis yang sesuai dengan asas psikologis



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asas-asas psikologi dalam keterampilan membaca dan menulis
Asas-asas yang mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah asas psikologis. Asas ini mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, penyesuaian diri, dan juga dari sisi neurologisnya. 
1.      Motivasi 
 Motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984: 372). “Motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to intiate and direct behavior” demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbert L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Sebagai alat motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Karenanya ,bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Depdiknas (2003) mengemukakan beberapa prinsip motivasi dalam belajar membaca: 
a.       Kebermaknaan 
b.      Pengetahuan dan keterampilan prasyarat 
c.       Model 
d.      Komunikasi terbuka 
e.       Keaslian dan tugas yang menantang, latihan yang tepat dan efektif 
f.       Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan 
g.      Keragaman pendekatan 
h.      Mengembangkan beberapa kemampuan 
i.        Melibatkan sebanyak mungkin indera 
2.      Minat 
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. 
Frymeir (dalam Crawley dan Mountain, (1995) mengidentifikasi tujuh faktor yang mempengaruhi perkembangan minat anak. 
a.       Pengalaman sebelumnya; anak tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesuatu  jika mereka belum pernah mengalaminya. 
b.      Konsepsinya tentang diri; sebaliknya, anak akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan membantu meningkatkan dirinya. 
c.       Nilai-nilai; 
d.      Mata pelajaran yang bermakna 
e.       Tingkat keterlibatkan tekanan
f.       Kekompleksitasan materi pelajaran 
3.      Kematangan sosiol dan emosi serta penyesuaian diri.
4.      Neurologis.
Neurologis ini berhubungan erat dengan otak setiap orang dan system yang ada di dalamnya. Ada hubungan yang erat antara neurologis dan linguistic yang menjadi sebuah kajian Neuropsycholinguiistics yang dibentuk oleh kata-kata neuro, psyche dan linguistics. Dalam hal ini perlu dijelaskan hanyalah kata neuro yang mengandung acuan yang relative sama dengan nerve yang berarti “saraf” dan psyche yang berarti pikiran dan mentalis. Dalam system manusia, otak merupakan pusat saraf, pengendalian pikiran dan mekanisme organ tubuh manausia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa. Menurut chaer (2003;7), neuropsikolinguistik mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia.
Sementara itu, kebanyakan kalangan ilmuwan dan praktisi pembelajaran bahasa lebih mengenal bidang kajian itu sebagai psikolinguistik, meskipun sebenarnya ada unsur pembedanya. Salah satu definisi psikolinguistik atau yang dipilih menjadi psikologi bahasa (psychology of language) adalah kajian mengenai factor psikologis dan neurobiologist yang memungkinkan manusia memperoleh, menggunakan dan memahami bahasa. Secara lebih konkret, psikolinguistik adalah kajian tentang proses dan reprentasi kognitif yang berada dibalik penggunaan bahasa. Psikolinguistik terbagi atas empat bidang kajian yaitu: 1) produksi bahasa, 2) pemahaman bahasa, 3) leksikon dwibahasa, dan 4) prilaku bahasa yang menyimpang. Psikolinguistik mencangkup proses kognitif yang memungkinkan seseorang menghasilkan kalimat yang gramatikal dan bermakna dari kosa kata atau tata bahasa dan memahami ujaran kata, teks dan lain-lain yang diujarkan. Psikolinguistik bersifat interdisipliner dan dikaji oleh ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sains kognisi dan linguistic.
Faktor neurologis membahas tentang kaitan antara otak manusia dengan bahasa. Neurologi mempunyai kaitan erat dengan bahasa karena kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan hanya karena lingkungan tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Betapa besar peranan otak kita di dalam pemerolehan, pemahaman dan pemakaian bahasa. Proses bahasa itu dimulai dari enkode semantik, enkode gramatika, dan enkode fonologi, lalu dilanjutkan dengan dekode fonologi, dekode gramatikal, dan diakhiri dengan dekode semantik. Semua proses ini dikendalikan oleh otak yang merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua aktifitas manusia (Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik 2003) tanpa otak dengan fungsi-fungsinya yang kita miliki sekarang ini, mustahillah manusia dapat berbahasa. Pada bahasan ini akan disajikan struktur dan organisasi otak manusia untuk memberikan jawaban terhadap masalah pemerolehan, pemahaman,dan pemakaian bahasa, serta akibat-akibat yang akan timbul bila ada gangguan pada otak.
Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi itu ditanggapi di lobe temporal, khususnya oleh korteks primer pendengaran. Setelah itu diterima, dicerna dan diolah, selanjutnya bunyi bahasa tadi dikirim ke daerah wernicke untuk diinterpretasikan. Bila masukan tadi perlu ditanggapi secara verbal, maka interpretasi itu dikirim ke daerah broca melalui fasikulus akurat.

2.1  Keterampilan Membaca
Di samping kemampuan untuk berbahasa manusia juga mempunyai kemampuan lain yang spesifik: membaca. Manusia dapat menuangkan apa yang ada dalam pikirannya pada secarik kertas dan kemudian disimpan untuk sehari-hari, sebulan, setahun, atau bahkan lebih dari itu.
1.2.1 Tahap dalam membaca
Empat tahap dalam berbahasa yang sampai kini masih dianggap benar adalah tahap mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dua tahap yang pertama berkaitan dengan bahasa lisan dan dua tahap terakhir dengan bahasa tulisan. Tahap-tahap yang dimunculkan pada saat psikolinguistik belum lahir ini ternyata mempunyai landasan psikologis yang kuat. Dari apa yang telah kita pelajari pada bab-bab sebelum bab ini kita ketahui bahwa komprehensi selalu mendahului produksi. Anak mulai berbahasa dengan mendengarkan lebih dahulu, barulah kemudian dia mulai berbicara. Dua tahap berikutnya, mambaca dan menulis, bukanlah merupakan persyaratan hidup karena tanpa dapat membaca atau menulis manusia masih bisa tetap dapat mempertahankan hidupnya.
1.2.2 Perkembangan keterampilan membaca
Belajar membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.
Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini  karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja  makan. Hal ini  mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti  kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini  dikarenakan  pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.”
Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata.  Kemampuan ini  diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.
Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai “ how to” membaca ketika kelas empat, maka kemajuannya membaca untuk kelas selanjutnya   bisa terhambat.
Tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan  kemampuan baca yang sangat fasih.  Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan  dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.
1.2.3 Kemampuan membaca dan perkembangan kognitif
Phonemic awareness,  adalah salah satu skill yang dapat memprediksikan  kemampuan membaca di kemudian hari,  Phonemic awareness adalah pengetahuan tentang huruf yang dapat dipisahkan dari suara. ‘kesadaran ini belum muncul pada anak-anak prescholl. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas anak-anak terhadap ritme akan berujung pada kesadaran fonem, yang sebaliknya mempengaruhi kemampuan baca dan menjadikannya lebih mudah bagi anak-anak untuk mengenali kata-kata tertulis baik yang bersuara ataupun yang mirip (misalnya, cat dan at). Anak yang sedari kecil memiliki kemampuan phonemic awareness yang   baik dapat dipastikan kemampuan membacanya juga baik.
Phonologic Recoding. Alasan bahwa kesadaran Phonologis merupakan predictor untuk kemampuan baca awal adalah karena kemampuan baca awal yang secara umum melibatkan penyuaraan kata-kata. Proses phonologic recodingini merupakan dasar dari mayoritas program instruksi membaca di AS saat ini. Anak-anak diajarkan mendengar huruf dan mencoba mencocokkan antara huruf dan suara.
Kemampuan baca yang benar-benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual).
Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatization (otomatisasi), yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatis). Kemampuan mengakses arti kata, memperluas sumberdaya terbatas dari seseorang dalam proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil. Ketika terlalu banyak sumberdaya mental digunakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumberdaya yang tertinggal untuk memenggal akta-kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.
1.2.4 Pengajaran Membaca
Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini. Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process), anak-anak mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound correspondence]) dan meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang, dan ekspektasi anak-anak menentukan  informasi apa yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis, mengingat kembali ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down process, pembuatan tiap dikotomi artifisial. Namun demikian, reading instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki beberapa dasar dalam realitas.
Kurikulum yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi suara- huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”. Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui pendekatan bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk., “whole-language approach menekankan bahwa pembelajaran dilabuhkan pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan secara internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement), pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh (whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca (reading interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini. Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat pada siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.
Bukti penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca. Keterampilan fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara spontan, dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics, mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya”phonics membuat pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.

1.2  Keterampilan Menulis
Menulis adalah sesuatu yang terpenting yang ada pada kehidupan kita, karena kitabah merupakan ungkapan tertulis yang dituangkan oleh penulis. Pengertian kitabah menurut bahasa adalah kumpulan makna yang tersusun dan teratur. Dan makna kitabah secara epistimologi adalah kumpulan dari kata yang tersusun dan mengandung arti, karena kitabah tidak akan terbentuk kecuali dengan adanya kata yang beraturan. Dan dengan adanya kitabah manusia bisa menuangkan expresi hatinya dengan bebas sesuai dengan apa yang difikirkannya. Dengan menuangkan ungkapan yang tertulis diharapkan para pembaca dapat mengerti apa yang ingin penulis ungkapkan.
1.3.1 Tahap Perkembangan Menulis Anak
Buncil (2010) menyebutkan tahapan menulis anak, antara lain:
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak. Mulai membuat coretan; random scribbling; Coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah “krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman. Coretan dapat satu warna atau beberapa warna.
Tahap 2: Coretan Terarah. Coretan terarah dimunculkan dalam bentuk garis lurus ke atas atau mendatar yang diulang-ulang; garis-garis, titik-titik, bentuk lonjong, atau lingkaran (huruf tiruan) mungkin terlihat tidak berhubungan dan menyebar secara acak di seluruh permukaan kertas.
Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang, (Menulis Garis Tiruan)
Diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah; dapat terlihat mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau titik-titik sepanjang garis; dapat mengarah dari atas ke bawah halaman kertas.
Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama. Huruf-huruf muncul berulang-ulang diwujudkan dari namanya; beberapa dapat diakui dan yang lainnya sebagai simbol; dapat mengambang di atas kertas, digambarkan di dalam garis, ditulis dalam gambar sederhana yang sudah dikenalnya missalnya rumah, saling berhimpit di atas yang lainnya secara berulang-ulang. Huruf-huruf nama mungkin saling tertukar , dan/atau ditulis di atas dan dibawah. Latihan nama dapat menggunakan huruf besar atau yang lainnya kecil, contoh-contoh yang abstrak atau benar.
Tahap 5: Menulis Nama. Nama mungkin yang pertama, terakhir, atau gabungan dan tulisan dapat muncul berulang-ulang dalam berbagai warna alat-alat tulis (spidol,ayon, pensil); nama dapat ditulis di depan atau sebagai cerminan pikiran, di dalam kotak dengan latar belakang atau bayangan berwarna; nama dapat ditulis di atas kertas dengan gambar di bawah; rangkaian angka-angka dan abjad dapat dimasukkan.
Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan. Menulis kata-kata dari lingkungan secara acak dan diulang-ulang dalam berbagai ukuran, orientasi dan warna; termasuk nama anggota keluarga lainnya.
Tahap 7: Menemukan Ejaan. Usaha pertama untuk memeriksa dan mengeja kata-kata dengan menggabungkan huruf yang bermacam-macam untuk mewujudkan sebuah kata seperti yang digambarkan berikut ini:(1)1Huruf konsonan awal (D mewakili Dinosaurus). (2) Huruf konsonan awal dan akhir (DS mewakili DinoSaurus). (3) Huruf konsonan tengah (DNS mewakili DiNoSaurus). (4) Huruf awal, tengah, konsonan akhir dan huruf hidup dituliskan pada tempatkan.
Tahap 8: Ejaan Umum. Usaha-usaha mandiri untuk memisahkan huruf dan mencatatnya dengan benar menjadi kata lengkap.
1.3.1 Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Gangguan disgrafia mengacu kepada anak yang mengalamai hambatan dalam menulis, meskipun intelegensianya normal (bahkan ada yang di atas rata-rata) dan dia tidak mengalami gangguan dalam motorik maupun visual. Gangguan ini juga bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi dan sosial tetapi merupakan hambatan neurologis dalam kemampuan menulis, yang meliputi hambatan fisik, seperti: tidak dapat memegang pensil dengan benar atau tulisannya jelek. Anak dengan gangguan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Berikut ini ciri-ciri yang bisa dikenali dari penderita disgrafia.
a.       Tidak konsisten dalam membuat bentuk huruf.
b.      Penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
c.       Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
d.      Kesulitan dalam mengomunikasikan satu ide, pangetahuan, atau pemahamannya dalam bentuk tulisan.
e.       Sulit memegang pensil dengan mantap. Biasanya posisi tangan hampir menempel dengan kertas.
f.       Berbicara kepada diri sendiri ketika sedang menulis atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis
g.      Cara menulis tidak konsisten dan tidak mengikuti alur.
h.      Walaupun hanya diminta menyalin contoh tulisan, anak tetap mengalami kesulitan.
1.3.2 Penanganan disgrafia
Dari delapan ciri disgrafia yang bisa dikenali, para psikolog sudah menguraikan beberapa tahapan penanggulangan yang bisa dilakukan.
a.       Pahami keadaan anak
Upayakan untuk tidak membandingkan anak yang mengalami gangguan ini dengan anak lain yang normal. Membanding-bandingkannya hanya akan membuat anak merasa stres dan frustasi.
b.      Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan kepada anak untuk belajar menuangkan ide-idenya dengan menggunakan media komputer. Penggunaan komputer memungkinakan anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar dia mengetahui kesalahannya secara langsung.
c.       Bangun rasa percaya diri anak
Berilah pujian pada saat yang tepat dan wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Selain itu, jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan hal-hal yang sedang dilakukan anak karena itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustasi. Jika ini yang terjadi, akan terjadi kontradiksi dengan upaya penanggulangan hambatannya dan ini akan sulit kembali membangun rasa percaya diri anak.
d.      Latih anak terus menulis
Upayakan setiap peristwa menjadi saat-saat latihan bagi anak untuk menulis. Berikan tugas-tugas yang menarik, seperti: menulis surat untuk teman, untuk orang tua, menulis dalam selembar kartu pos, dan yang sejenisnya. Upaya-upaya ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menunangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan nyata.

BAB III
KESIMPULAN
3.1  Asas-asas yang berpengaruh dalam keterampilan membaca dan menulis:
a.       Motivasi 
b.      Minat
c.       Kematangan sosiol dan emosi serta penyesuaian diri
d.      Neurologis
3.2  Tahap-tahap pengajaran keterampilan membaca yang sesuai dengan asas psikologis:
Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alphabet
Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata.
Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8.
tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan  kemampuan baca yang sangat fasih.
3.3                        Tahap-tahap pengajaran keterampilan menulis yang sesuai dengan asas psikologis:
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak.
Tahap 2: Coretan Terarah.
Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang, (Menulis Garis Tiruan)
Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama.
Tahap 5: Menulis Nama.
Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan.
Tahap 7: Menemukan Ejaan.
Tahap 8: Ejaan Umum.



0 comments:

Post a Comment