Oleh: Yessi Arini Putri
(Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Berikut ini adalah beberapa analisis kualitas tarjamah Arab-Indonesia yang termuat di beberapa media online di Indonesia:
1. Al – Qur’an Surat An – Nisa Ayat 10
(Dimuat
di Jurnal https://www.republika.co.id/berita/r1oqnm320/3-siksa-pedih-untuk-pemakan-harta-anak-yatim-secara-zalim)
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ
وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan
zalim, mereka memakan di dalam perutnya
api neraka dan mereka akan masuk neraka yang menyala-nyala.”
Perubahan arti setelah dianalisis:
“Sesungguhnya (mereka)
yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim
hanyalah
orang-orang yang memakan (menelan) bara-api di dalam
perutnya dan mereka akan masuk neraka yang menyala-nyala.”
Analisis :
Pertama, kata الّذين lebih baik diartikan menjadi “mereka”. Karena jika diartikan “orang – orang” terlalu terlihat leterlak dan kurang cocok. Maka dari itu, diksi yang dipilih untuk menerjemahkan kata ini adalah “mereka”
Kedua, kata ظُلْمًا lebih baik diartikan menjadi “secara zalim”. Karena jika diartikan “dengan zalim” kalimat tersebut menjadi kurang sepadan. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kata “dengan” biasanya berdampingan dengan nama orang, tokoh, ataupun lainnya. Contoh: (dengan siapa? Maka jawabannya adalah “dengan Ahmad”). Oleh sebab itu, pilihan arti yang lebih tepat untuk kata tersebut adalah “secara zalim” yakni menunjukkan cara seseorang dalam mencapai sesuatu.
Ketiga, tanda koma dalam teks penerjemahan tersebut lebih baik dihilangkan saja. Hal ini dikarenakan penempatan tanda koma tersebut tidak tepat atau tidak sesuai dengan EYD dalam Bahasa Indonesia.
Keempat, perlu kita cermati
bahwa kata إِنَّمَا belum
diterjemahkan dalam teks terjemah diatas. Maka dari itu, lebih baik kita
tambahkan saja arti dari kata tersebut dalam teks terjemahan diatas, arti dari
kata tersebut yaitu “hanyalah” dengan tujuan pengkhususan kepada pelaku.
Kelima, pada arti kata يَأْكُلُونَ (yang kedua) lebih baik kita spesifikan lagi menjadi “orang – orang yang memakan (menelan). Hal ini bertujuan agar susunan arti pada kalimat tersebut menjadi lebih jelas dan terperinci.
Dan keenam, kata “api neraka” pada teks terjemahan lebih baik kita ubah menjadi “bara-api”. Hal ini dikarenakan padanan untuk sesuatu yang dapat dimakan (ditelan) lebih cocok kepada “bara-api” dibandingkan “api neraka”. Oleh sebab itu, saya memilih diksi “bara-api” untuk menerjemahkan kata tersebut.
Dari keenam analisis terjemah ayat Al – Qur’an diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil penerjemahan ayat diatas masih kurang sesuai/kurang tepat. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa pilihan kata yang kurang cocok atau kurang tepat sehingga menyebabkan hasil terjemahan tersebut menjadi sulit untuk dipahami.
2. Hadist Nabi SAW
(Dimuat di Jurnal https://www.republika.co.id/berita/r1y1yp320/7-amalan-pahalanya-mengalir-dan-alasannya-menurut-rasulullah)
سبع
يجري على العبد أجرهن وهو في قبره بعد موته، من علم علما أو كرى نهرا أو حفر بئرا
أو غرس نخلا، أو بنى مسجدا، او ورث مصحفا أو ترك ولدا يستغفر له بعد موته
“Tujuh amalan yang mengalir pahalanya bagi seorang hamba yang sudah
meninggal dunia, yaitu mengajarkan ilmu,
mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, mewariskan
mushaf Al-Qur’an, dan meninggalkan anak yang senantiasa memohonkan ampunan
untuknya setelah dia meninggal dunia.”
Perubahan arti setelah dianalisis:
“Tujuh (amalan) yang mengalir pahalanya bagi seorang hamba
yang meninggal dunia dan berada di kuburnya adalah: mengajarkan
ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid,
mewariskan mushaf Al-Qur’an, dan meninggalkan anak yang senantiasa memohonkan
ampunan untuknya setelah dia meninggal dunia.”
Analisis :
Pertama, perlu kita
cermati bahwa kata “amalan” tidak tertera lafadz Bahasa Arabnya dalam
hadist diatas. Namun saya beranggapan bahwa kata سبع mengandung arti
tersembunyi yaitu “tujuh (amalan)”. Hal ini didasari dengan penyebutan 7
amalan yang ada dalam lanjutan terjemah hadist diatas. Maka dari itu, pada awal
terjemahan hadist saya menanda kurungi kata “amalan” untuk menunjukkan
bahwa kata tersebut terkandung dalam arti namun tidak disebutkan lafadz Bahasa
Arabnya di dalam hadist.
Kedua, untuk kalimat وهو في قبره بعد موته dalam teks terjemahan diatas diartikan menjadi “yang sudah meninggal dunia”. Menurut saya, kalimat tersebut lebih baik diartikan secara leterlak saja sehingga menjadi “dan berada di dalam kuburnya”. Hal ini bertujuan agar arti dari kalimat tersebut lebih mudah untuk dipahami.
Dan ketiga, sebelum disebutkan 7 amalan yang dimaksud, saya mengganti kata “yaitu” menjadi “adalah dan tanda titik dua (:)” dalam teks terjemah hadist diatas. Hal ini bertujuan agar arti dari kalimat tersebut lebih sepadan dengan kalimat sebelum dan sesudahnya. Yakni menjadi “dan berada di dalam kuburnya adalah :”.
Dari ketiga hasil analisis terjemah hadist diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas penerjemahannya adalah sudah tepat dan sesuai. Hal ini dikarenakan penerjemah sudah cukup teratur dan tepat dalam menyusun dan memilih pilihan kata dalam terjemah hadist diatas. Sehinggan hasil penerjemahannya pun menjadi jelas dan mudah untuk dipahami.
3. Hadist Nabi SAW
(Dimuat di Jurnal https://www.republika.co.id/berita/r1y1yp320/7-amalan-pahalanya-mengalir-dan-alasannya-menurut-rasulullah)
مَنْ
خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ
الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ، وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يَنْصِبُهُ
إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju
shalat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji. Barangsiapa
keluar untuk salat Sunnah Duha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu,
maka pahalanya seperti pahala orang yang berumroh.”
“Siapa saja yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci (dari hadast besar maupun kecil) untuk shalat fardhu, maka pahalanya sebanding dengan orang yang haji. Dan siapa saja yang keluar untuk salat Sunnah Duha, yang mana ia dirikan hanya karena Allah, maka pahalanya sebanding dengan orang yang umroh.”
Analisis :
Pertama, kata مَن pada teks
terjemahan hadist tersebut diartikan menjadi “barangsiapa”. Namun,
sebagaimana yang telah saya pelajari bahwa kata “barangsiapa” berasal
dari penerjemahan model lama. Oleh sebab itu, saya memilih diksi untuk arti
kata tersebut menjadi “siapa saja yang”. Demikian juga makna kata وَمَنْ yang ada dalam
kalimat setelahnya saya ubah yang awalnya “barangsiapa” menjadi “siapa
saja yang”. Dua perubahan ini saya lakukan agar penerjemahan dari dua kata
tersebut menjadi lebih variatif dan sepadan.
Kedua, menurut pandangan saya makna kata مُتَطَهِّرًا lebih baik diubah menjadi “dalam keadaan suci (dari hadast besar maupun kecil)”. Yakni dengan menghilangkan imbuhan ( ber-) dari kata “bersuci” dan memberikan kespesifikan makna dengan menambahkan penjelasan “dari hadast besar maupun kecil” yang ditanda kurungi. Hal ini dikarenakan jika kita tetap menggunakkan makna awal yakni “dalam keadaan bersuci” hal tersebut akan terlihat kurang efisien. Oleh sebab itulah saya mengubahnya menjadi “dalam keadaan suci (dari hadast besar maupun kecil)” agar terkesan lebih jelas dan terperinci.
Ketiga, untuk makna dari صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ saya lebih setuju jika diartikan menjadi “shalat fardhu”. Walaupun memang kata “wajib” dan “fardhu” memiliki makna yang sama, yaitu keduanya sama – sama menunjukkan keharusan namun tidak ada salahnya jika kita memilih kata “fardhu” saja dalam penerjemahan ini agar lebih variatif.
Keempat,untuk makna dari kalimat فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ saya menilai akan lebih tepat jika diubah menjadi “maka pahalanya sebanding dengan orang yang haji” yakni dengan mengganti kata “seperti pahala” menjadi “sebanding” karena kata “pahala” telah disebutkan pada awal kalimat sehingga tidak perlu diucapkan kembali, kemudian dengan menghilangkan imbuhan (ber-) pada kata “berhaji”. Hal ini saya lakukan agar terjemah dari kalimat ini lebih efisien saat dibaca, didengar, serta diucapkan.
Kelima, dilihat dari perubahan makna kalimat فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ yang ada pada poin analisis keempat diatas maka demi kepararelan terjemah hadist ini, kalimat فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِر juga diubah menjadi “maka pahalanya sebanding dengan orang yang umroh.”, yakni dengan cara yang sama seperti pada poin keempat. Hal ini saya lakukan agar terjemah dari kalimat ini lebih pararel dengan kalimat sebelumnya.
Dan keenam, dalam teks terjemahan disebutkan bahwa makna dari kalimat لَا يَنْصِبُهُ إِلَّا إِيَّاهُ adalah “yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu”. Menurut saya, terjemah teks berikut masih ambigu dan sulit untuk dimengerti. Oleh sebab itu, saya mengganti makna kalimat tersebut menjadi “yang mana ia dirikan hanya karena Allah”. Hal ini bertujuan agar makna dari kalimat tersebut menjadi mudah dipahami, yakni menjelaskan bahwa segala perbuatan akan mendapat pahala setimpal jika dilakukan Lillahi Ta’ala.
Dari keenam hasil analisis terjemah hadist diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas penerjemahannya masih belum terlalu tepat. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa kata dalam teks penerjemahan tersebut yang kurang jelas dan sulit untuk dimengerti.
4. Puisi Imam Syafi’i (Kalimat Bebas)
(Dimuat di Jurnal https://m.republika.co.id/berita/qqf0u2366/puisi-imam-syafii-cukuplah-kematian-sebagai-nasihat)
وَمَن
نزَلَت بِساحَتِهِ المَنايا فَلا
أَرضٌ تَقيهِ وَلا سَماءُ
“Siapapun yang pelatarannya dihampiri oleh kematian, maka tak ada
bumi maupun langit yang mampu melindunginya.”
Perubahan arti setelah dianalisis:
“Dan siapa pun yang terasnya sudah dikunjungi oleh (pembawa) kematian,
niscaya tak ada bumi maupun langit yang
mampu melindunginya.
Analisis :
Pertama, saya akan
mengubah sedikit makna dari kata وَمَن yang awalnya diartikan “siapapun” menjadi
“dan siapa pun”. Hal ini bertujuan agar penerjemahan kata tersebut lebih
leterlak, sesuai ejaan, dan tepat. Karena sebagaimana yang telah kita ketahui
bahwa huruf وَ dalam
Bahasa Arab maknanya adalah “dan”.
Kedua, makna dari kalimat نزَلَت بِساحَتِهِ المَنايا lebih baik diubah menjadi “terasnya sudah dikunjungi oleh (pembawa) kematian”. Perubahan dari terjemah kalimat ini bertujuan agar poin penting dari kalimat tersebut mudah untuk dipahami. Yakni dengan mengubah kata “pelatarannya” menjadi kata yang lebih dikenal (familiar) yaitu “terasnya” serta mengubah kata “dihampiri oleh kematian” menjadi “sudah dikunjungi oleh (pembawa) kematian” untuk mempertegas bahwa kematian bukanlah hal yang datang tanpa perantara, melainkan adalah hal yang datang dengan dibawa oleh salah satu makhluk utusan Allah yakni malaikat Izrail untuk mencabut nyawa manusia.
Selain itu, puisi ini juga bermaksud untuk menginformasikan bahwa siapa pun yang terasnya telah didatangi oleh pembawa kematian (pencabut nyawa) yakni malaikat Izrail maka tidak akan ada sesuatu apa pun yang ada di alam semesta ini dapat mencegahnya.
Dan ketiga, kata “maka” yang ada dalam teks terjemahan awal saya ubah pilihan diksinya menjadi “niscaya”. Yang mana kata “niscaya” merupakan kata yang mengandung nilai religius serta penegasan bahwa informasi yang ada dari puisi tersebut adalah benar adanya. Selain itu, hal ini juga bertujuan agar hasil terjemah terlihat lebih menarik dengan pilihan diksi yang tidak monoton.
Dari ketiga hasil analisis terjemah puisi Imam Syafi’i diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas penerjemahan puisi tersebut sudah baik. Hal ini dikarenakan hasil terjemahan dari puisi Imam Syafi’i diatas cukup mudah untuk dipahami serta diambil informasinya.
Referensi
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jogjakarta: Duta Wacana University Press.
Syihabuddin. 2002. Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktik. Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS.
Kustiawan, M.Mansyur. 2002. Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia-Indonesia Arab. Jakarta: Moyo Segoro Agung.
Asy’ari, H. 2016. “Keistimewaan Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an”. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam (Nidhomul Haq), 1(1), 21 – 28.
Batmang. 2013. “Kesalahan Fonologis dalam Berbicara Bahasa Arab pada Mahasiswa Matrikulasi STAIN Kendari”. Jurnal Al-Izzah 8(1), 19 – 38.
Erlinda, R. 2008. “Analisis Kesalahan Morfologis dan Sintaksis dalam Karya Terjemahan”. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, 6(1), 3 – 21.
Fahmi, A. K. 2016. “Analisis Kesalahan Gramatikal Teks Terjemah (Indonesia-Arab) dalam Pendidikan Bahasa Arab”. Jurnal Kordinat, 17(1), 106 – 116.
Fathoni, H. 2013. “Pembentukan Kata dalam Bahasa Arab (Sebuah Analisis Morfologis “K-T-B”)”. Jurnal At-Ta’dib, 8(1), 45 – 58.
Alawiyah, N. Lalah, Ahmad Royani, dan Mukhson Nawawi. 2016. “Analisis Terjemahan Teks Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban.
Ainurrafiq, Faiq. 2015. “Analisa Kesalahan Penerjemahan Kitab Balaghah Al – Wadihah Karya Ali Jarim dan Mustafa Amin”. Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan.
menarik sekali analisis kualitas terjemahannya, membantu saya memahami bahasa arab
ReplyDelete