Thursday, January 9, 2014

ANALISIS PERISTIWA TUTUR DIREKTIF CERAMAH KH. SYAIROZY (LAMONGAN)



BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tu­tur (fire performance of speech acts).
            Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana.
      Tindak tutur direktif merupakan salah satu jenis tindar tutur yang unik untuk diteliti. Direktif yang disini bermakna tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan memaksa, memohon, menyarankan, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memberi aba-aba dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini.    
Ceramah agama merupakan momen yang banyak menggunakan tidak turur direktif dalam prakteknya. Seorang tokoh agama akan mempraktekkan jenis tindak tutur ini dalam menyampaikan nasehat-nasehat agamanya. Termasuk juga Kiai Syairozy, kiai yang cukup kharismatik dari daerah Lamongan.
Maka dari itu, selanjutnya pada paper ini kami akan membahas dan menganalisis. tentang fenomena sosiolinguistik  pada peristiwa tutur direktif dalam wacana dakwah KH. Syairozy (Lamongan).



  1. RUMUSAN MASALAH
Paper ini mengandung rumusan masalah sebagai berikut:
a.       Apa yang disebut dengan tindak tutur direktif?
b.      Apa saja tindak tutur direktif  yang terkandung dalam ceramah KH. Syairozy?

3.     TUJUAN PEMBAHASAN
Paper ini disusun bertujuan untuk:
  1. Agar mengetahui pengertian tindak tutur direktif
  2. Agar mengetahui tindak tutur direktif  yang terkandung dalam ceramah KH.Syairozy
 


BAB II
PEMBAHASAN


1.    TEORI TENTANG TINDAK TUTUR DIREKTIF
            Tindak tutur direktif (TTD) adalah salah satu jenis tindak tutur menurut klasifikasi Searle (1969). Fungsinya adalah mempengaruhi petutur atau mitra tutur agar melakukan tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi umum atau makrofungsi direktif mencakup: menyuruh, memerintah, memohon, mengimbau, menyarankan dan tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat bermodus imperatif menurut aliran formalisme.
            Lebih lanjut Searle mengungkapkan bahwa direktif itu dapat langsung (yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus imperatif) dan dapat pula tidak langsung (yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus bukan imperatif). Menurut Searle pula, realisasi direktif tidak langsung itu ada enam kategori seperti: Can you pass the salt? Are you going to pass the salt? I would like you to pass the salt dan sebagainya. (contoh tuturan terdapat dalam Gunarwan, 2007). Sedangkan Leech  menyatakan bahwa fungsi tindak tutur direktif dapat ditunjukkan dengan verba yang melekat dan biasanya berkonstruksi: Subject – Verb (O) ---- that X or S Verb O to Y. Dengan S sebagai subyek dan O sebagai obyek dan ’that X’ merupakan klausa yang nonindikatif, dan ’to Y’ adalah klausa infinitif: misalnya ask (meminta), beg (memohon), bid (memohon dengan sangat), command (memerintah), demand (menuntut), forbid (melarang) recommend (menganjurkan), request (memohon).
            Sementara itu Vandervaken (1990) mendata direktif dalam Bahasa Inggris sebagai berikut:
Direct, request, ask, question, inquire, interrogate, urge,encourage, discourage, solicit, appeal, petition, invite, convene,convoke, beg, supplicate, beseech, implore, entreat, conjure, pray, insist, tell, instruct, demand, require, claim, order, command, dictate, prescribe, enjoin, adjure, exorcise, forbid, prohibit, interdict, proscribe, commission, charge, suggest, propose, warn, advise, caution, alert, alarm, recommend, permit, allow, authorize, consent, invoke, imprecate, and intercede.
            Bach dan Harnish (1979) dalam Ibrahim menyatakan bahwa direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur sehingga tindakan ini dapat berbentuk konstatif, namun direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran aatau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur. Selanjutnya Bach dan Harnish dalam Ibrahim mengkategorikan direktif ke dalam enam kategori utama yaitu:
1) Requestives (meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong)
2) Questions (bertanya, menyelidik, menginterogasi)
3) Requirements (memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstrusikan, mengatur, mensyaratkan
4) Prohibitives (melarang, membatasi)
5) Permissives (menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan)
6) Advisories (menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong).
Rahardi dan Lapoliwa dalam Nadar menuliskan kontruksi ujaran direktif baik langsung maupun tidak langsung sebagai berikut:
a.       Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah.
Misalnya:”Ringkas karangan ini!”
b.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif suruhan.
Misalnya:”Coba ringkas karangan ini.”
c.       Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan.
Misalnya: ”Tolong ringkas karangan ini.”
d.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permohonan.
Misalnya: ”Aku mohon kamu bersedia meringkas karangan ini.”
e.       Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif desakan.
Misalnya; ”Ayo, ringkas karangan ini sekarang juga!”
f.       Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif bujukan.
Misalnya: ”Malam ini kamu meringkas karangan ini ya?”
g.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif himbauan.
Misalnya: ”Ringkaslah karangan ini dengan baik.”
h.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif persilaan.
Misalnya: ”Silakan karangannya diringkas.”
i.        Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif ajakan.
Misalnya:”Mari kita ringkas karangan ini bersama-sama.”
j.        Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan ijin.
Misalnya ”Bolehkah saya meringkas karangan ini.”
k.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif mengijinkan.
Misalnya ”Karangannnya boleh diringkas sekarang.”
l.        Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif larangan.
 Misalnya ”Jangan meringkas karangan itu.”
m.    Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif harapan.
Misalnya ”Saya mengharapkan ringkasan karangan ini cepat selesai.”
n.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif umpatan.
Misalnya”Kena, kau!”
o.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif selamat.
Misalnya”Selamat ya atas prestasimu.”
p.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif anjuran.
Misalnya”Sebaiknya ringkasannya dikerjakan sekarang saja akan lebih baik.”
q.      Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif ”ngelulu”.
Misalnya: ” Tidak usah belajar, nonton TV saja terus sampai pagi.”
Selanjutnya, seorang mitra tutur memiliki beberapa cara untuk merespon sebuah TTD. Bisa saja mitra tutur tersebut mengiyakan TTD tersebut tanpa membantah, mengiyakan dengan memunculkan ujaran tertentu atau bahkan mitra tutur melakukan penolakan terhadap TTD yang diungkapkan oleh penutur. Rubin  dalam Nadar menyatakan bahwa paling sedikit ada delapan cara penolakan antara lain:
a.       Berdiam diri, tidak memberikan tanggapan.
b.      Menawarkan suatu alternatif: Susi lebih bagus dari pada saya..
c.       Penundaan: Bagaimana kalau lain kali saja.
d.      Menyalahkan orang lain: Suami saya tidak mengijinkan.
e.       Menghindari penolakan langsung: Sebenarnya menarik, tapi...
f.       Memberi tanggapan yang tidak spesifik; Insya Allah.
g.      Mengungkapkan alasan: Saya ada ujian hari ini.
h.      Menyatakan bahwa suatu tawaran atau ajakan kurang baik: Rencana itu tidak terlalu bagus.
            Sedangkan Takahashi, Beebe and Uliss-Weltz  dalam Nadar dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk menolak suatu ajakan atau perintah yaitu:
a.       Penolakan Langsung: yaitu penolakan langsung dengan menggunakan kata penolakan atau pernyataan yang menunjukan ketidakmauan atau ketidakmampuan.
1) Menggunakan kata penolakan seperti: tidak, jangan.
2) Menggunakan penyataan ketidakmauan atau ketidak mampuan seperti: tidak perlu,tidak ingin, lupakan , tidak dapat, tidak mau.
b.      Penolakan Tidak Langsung
1) Pernyataan penyesalan; saya menyesal, jadi malu.
2) Pernyataan maaf, alasan, keterangan: maaf masih ada yang harus saya kerjakan.
3) Pernyataan alternatif: Anda boleh datang besok saja.
4) Mengkondisikan penerimaan waktu sekarang atau waktu lampau. Kalau dia datang saya akan datang.
5) Memberikan janji untuk menerima lain waktu; mungkin lain kali saja
6) Pernyataan prinsip: Suami saya tidak mau menerima hadiah.
7) Pernyataan filosofis: Satu dibantu, semua dibantu.
8) Menerima pernyataan namun sebenarnya menolak: kami akan pertimbangkan lagi.
9) Berusaha mempengaruhi lawan bicara untuk tidak melakukan: Anda tahu konsekuensi dari perbuatan Anda.
10) Penghindaran :
a) Verbal
(1) Mengalihkan pembicaraan
(2) Mengajak bercanda
(3) Mengulang sebagian dari pertanyaan atau pernyataan; Pinjam uang ya?
(4) Penundaan: Kalau lain kali saja bagaimana?
(5) Pagar: Saya tidak yakin tentang masalah ini.
b) Non verbal
(1) Diam
(2) Ragu-ragu
(3) Gerakan fisik
c. Adjunct: ungkapan tambahan, namun tidak dapat berdiri sendiri sebagai penolakan.
1) Pernyataan pendapat yang positif/persetujuan: Idenya bagus, tapi...
2) Pernyataan empati atau pengertian: Saya tahu Anda berada dalam situasi sulit.
3) Berhenti sejenak: ehmm..
4) Apresiasi: Terima kasih.
5) Sapaan: Eh..Pak.
6) Pernyataan kesopanan: Anda baik sekali.

2. ANALISIS CERAMAH KH. SYAIROZY
Diatas kami telah memaparkan pendapat-pendapat ahli sosiolinguistik dalam konsep tindak tutur direktif. Selanjutnya kami mencoba mencari dan menganalisis tentang salah satu tindak tutur tersebut. Yang menjadi kajian kami pada kali ini adalah ceramah KH. Syairozy, seorang kiai kharismatik dari Lamongan Jawa Timur. Ceramah yang kami analisis adalah ceramah beliau yang membahas tentang pernikahan dan keluarga.
Dalam file mp3 yang berdurasi 39 menit 50 detik ini, beliau banyak menuturkan model-model tindak tutur direktif. Ceramah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Jawa ini banyak mengandung makna menyuruh, menyarankan dan menghimbau terhadap pendengarnya. Beliau juga menyertakan argumentasi atas suruhan juga saran yang disampaikan, lewat cerita atau dalil-dalil.
Kekuatan olah tutur direktif beliau ini membuat respon terhadap tindak tutur direktif beliau amat baik. Banyaknya tawa yang terdengar dalam mp3 ini mengindikasikan bahwa pesan yang disampaikan oleh beliau diterima. Hal itu namapak dari suara antusias para pendengar masih ramai atau semarak hingga ujung ceramah.
            Dalam ceramah yang beretemakan nasehat untuk pernikahan dan keluarga ini banyak kami temukan tindak tutur direktif (TTD). Diantara bentuk-bentuk tindak tutur direktif yang bisa kami tangkap dari ceramah kiai sepuh ini adalah sebagai berikut:
a.    Nak, awakmu nek golek bojo meleko matamu sak ombo-ombone, nek wes oleh bojo meremo mripatmu sak ciut-ciute. (Nak, Kalau kamu mencari isteri: bukalah baamu seluas-luasnya, nanti kalau sudah mendapat isteri maka tutuplah matamu setutp-tutupnya)
Dalam TTD ini KH. Syairozy memberi ‘suruhan’ kepada pendengar, yaitu  saat mencari isteri agar membuka mata atau selektif saat mencari istri. Sedangkan saat sudah menikah maka harus menutup mata atau menerima segala kekurangan dan kelebihan.
b.    Makane tak pesen temanten, sampeyan kudu iso nutupi eleke bojo, nek iso mbahas apike bojo (makanya saya pesankan pengantin, kalian harus bisa menutupi keburukan isteri/suami, kalau bisa malah membahas kebaikannya)
Pada kata “kudu iso” (harus bisa) ini terkandung unsur ‘perintah’ dari beliau. Isinya berupa perintah untuk selalu menutupi kekurangan-kekurangan pasangan dari orang lain, kalau bisa malah menunjukkan kelebihan-kelebihannya
c.    Seng penting rukun temanten! (yang penting rukun pengantin).
Pada kalimat diatas terdapat TTD oleh beliau Penceramah terhadap pendengar yang mengisyaratkan anjuran untuk hidup rukun
d.   Duwe bojo kuru ojo darani kuru, gak dek awakmu gak kuru tapi langsing. Duwe bojo lemu ojo darani lemu, gak dek awakmu gak kuru tapi semok Cari kata yang indah! (punya isteri kurus jangan bilang kurus, tidak dik smpean tidak kurus tapi langsing. Punya isteri gemuk jangan bilang gemuk, tidak dik sampean tidak gemuk tapi bahenol, cari katayang indah!)
Kata “ojo darani” mengandur unsur himbauan untuk melarang pendengar melakukan sesuatu. Pada kalimat diatas KH. Syairozy menganjurkan untuk bergsenda gurau serta berbicara sopan kepada pasangan.
e.    Nyeluk wong wedok, ojo celuk jenenge! celuken mama, dek, sayang (memangil isteri jangan panggil namanya! tapi panggillah dengan mama, dik, sayang)
Kalimat diatas diantara contoh tindak tutur direktif, yang mana terkandung unsur ‘anjuran’ untuk memanggil pasangan dengan panggilan yang mesra.
f.     Wong wedok nek iso boso karo wong lanang (isteri sebaiknya berbicara dengan lembut terhadap suaminya)
Pada kata ‘nek iso’ ada maksud anjuran dari si penutur untuk pendengar. Pendengar (para isteri) dianjurkan dengan gaya bahasa yang halus oleh penutur, yakni untuk berbicara dengan bahasa yang sopan serta tatakrama terhadap suaminya.
g.    Pengen duwe mantu seng gak duwe salah, ojo golek mantu uwong (kalau ingin punya menantu yang tidak punya salah, maka jangan mencari menantu manusia)
Merupakan kalimat ajakan oleh penceramah untuk menerima segala kekurangan yang dimiliki oleh menantu. Tindak tutur direktif ini disampaikan dengan logika terbalik oleh penutur
h.    Pengen duwe morotuo seng gak duwe kurang, ojo golek morotuo uwong (kalau ingin punya mertua yang tanpa kekurangan, jangan mencari mertua dari golongan manusia)
Sebagaimana pada contoh TTD sebelumnya, dalam kalimat ini penutur juga memberikan ajakan kepada pendengarnya. Namun kalau tadi yang menjadi objek menantu maka pada contoh ini adalah mertua.
Itulah tadi beberapa bentuk tindak tutur direktif yang kami temukan pada salah satu  ceramah KH. Syairozy. Mungkin ada banyak kalimat lain yang beraromakan TTD yang luput dari pengamatan kami, namun sepanjang kami mendengarkan kalimat-kalimat diataslah yang kami temukan.
Penyampaian yang sistematis serta argumentasi yang logis dan penuh humor dalam memberikan suruhan (baca TTD) pada pendengar, menjadi senjata ampuh dalah ceramah beliau tersebut. Hal itulah yang lantas membuat respon bagus pendengar terhadap ajakan-ajakan beliau.



BAB III
PENUTUP

1.    Simpulan
Terdapat beberapa kesimpulan dalam paper diatas, yaitu:
a.       Tindak tutur direktif (TTD) adalah salah satu jenis tindak tutur menurut klasifikasi Searle (1969). Fungsinya adalah mempengaruhi petutur atau mitra tutur agar melakukan tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi umum atau makrofungsi direktif mencakup: menyuruh, memerintah, memohon, mengimbau, menyarankan dan tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat bermodus imperatif menurut aliran formalisme.
b.      Dalam file ceramah KH. Syairozy yang berdurasi 39 menit 50 detik, banyak ditemukan model-model tindak tutur direktif. Ceramah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Jawa ini banyak mengandung makna menyuruh, menyarankan dan menghimbau terhadap pendengarnya. Diantaranya ucapan beliau:
1)      Nyeluk wong wedok, ojo celuk jenenge! celuken mama, dek, sayang (Saat memanggil isteri, jangan panggil namanya! tapi panggillah dengan mama, dik, sayang)
2)      Wong wedok nek iso boso karo wong lanang (isteri sebaiknya berbicara dengan lembut terhadap suaminya)
3)      Pengen duwe mantu seng gak duwe salah, ojo golek mantu uwong (kalau ingin punya menantu yang tidak punya salah, maka jangan mencari menantu manusia)
2.    Saran
Dari hasil analisis kami dalam paper ini, ada beberapa saran yang ingin kami sampaikan, diantaranya:
a.       Penggunaan tindak tutur direktif oleh para penceramah merupakan sesuatu yang layak diimitasi dalam penyebaran nilai-nilai kebaikan dalam ragam bentuk yang lain.
b.      Sepatutnya penceramah memperbanyak ragam variasi penggunaan tindak tutur direktif agar respon positif pendengar meningkat.
c.       Terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan paper ini. Pembaca kami anjurkan untuk memahami dengan kritik keterangan kami yang kurang maksimal ini


DAFTAR PUSTAKA


Austin,J.L.1962.how to do things with words. Cambridge-Mass. Harvard University Press.
Ibrahim, Abdul Syukur. (1992). Kajian Tindak Tutur. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional.
Leech, Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman
Nadar, FX. (2009). Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta.Graha Ilmu.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Prakmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Vanderveken, Daniel. (1990). Meaning and Speech Act. Berlin. Cambridge University Press.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

File MP3 Pengajian KH. Syairozy Lamongan

0 comments:

Post a Comment