BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwasannya bangsa arab mempunyai lahjah (dialek) yang
beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lainnya, baik dari segi
intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa quraisy mempunyai kelebihan dan
keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang
lainnya. Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Qur'an pertama diturunkan adalah dalam
bahasa quraisy kepada seorang Rasul yang quraisy pula. Dengan kata lain bahasa
quraisy dalam Al-Qur'an lebih dominan diantara bahasa-bahasa arab lainnya,
antara lain karena orang quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi
pengabdi dalam urusan haji dan tempat persinggahan dalam perdagangan dan
lain-lainnya. Di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai cabang ilmu pengetahuan,
salah satunya adalah sab’ah ahruf.
Berdasarkan
deskripsi di atas, maka untuk mempermudah penjelasan pada makalah ini kami
memberi judul Sab’ah
Al-Ahruf Dalam Al-Qur’an. Semoga
materi yang ada dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis
khususnya, amin.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
pembahasan ini adalah:
1.
Apa
pengertian sab’ah ahruf ?
2.
Apa
hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
3.
Apa
perbedaan dengan qiro’ah sab’ah?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan dalam pembahasan di makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui makna sab’ah ahruf.
2.
Untuk
mengetahui hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
3.
Untuk
mengetahui perbedaan dengan qiro’ah sab’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SAB’AH AL AHRUF
Terdapat banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya
menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya adalah
hadits berikut:
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما انه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
أفرأني جبريل على حرف فرا جعته فلم أزل استزيده ويزيدنى حتى انتهى الى سبعة احروف.
Artinya: ”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia
berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf,
maka aku kembali kepadanya, maka aku terus-menerus minta tambah dan ia
menambahi bagiku hingga berakhir sampai tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).
ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان هذا القرأن انزل على سبعة احرف
فاقرأوا ما تيسر منه.
Artinya: “Bersabda Rasul SAW:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana
yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Berdasarkan hadits-hadits di atas, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh
huruf.
2. Pada awalnya Al-Qur’an diturunkan dalam
satu huruf.
3. Diturunkannya Al-Qur’an dalam tujuh huruf
itu setelah Nabi SAW. Meminta keringanan dan kemudahan bagi umatnya.[1]
Para ulama
berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini dengan perbedaan yang
bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan mengatakan, “Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang arti kata tujuh huruf menjadi 35 pendapat. Berikut ini kami akan
memaparkan beberapa pendapat yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pertama
sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna. Dengan pengertian
jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Al-Quran
pun diturunkan dengan sejumlah lafad sesuai dengan ragam bahasa tersebut
tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Quran
hanya mendatangkan satu lafadh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda
pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh
bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan
Yaman.
Kedua, yang
dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab
yang ada, yang mana dengannyalah Al-Quran diturunkan, dengan pengertian bahwa
kata-kata dalam Al-Quran secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam
bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun
sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa
Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara
keseluruhan Al-Quran mencakup ketujuh bahasa tersebut.
Pendapat ini
berbeda dengan pendapat sebelumnya; karena yang dimaksud dengan tujuh huruf
dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surat
Al-Quran, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
Menurut Abu
Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa yang
bertebaran dalam Al-Quran. Sebagiannya bahasa quraisy, sebagian yang lain
bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain. Dia menambahkan bahwa sebagian
bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominant dalam Al-Quran.[2]
Ketiga,
sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh segi,
yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wad (ancaman), jadal (perdebatan),
qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman), Atau amr, nahyu, halal, haram,
muhkam, mutasyabih dan amtsal.
Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Nabi saw bersabda,
“ kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu
huruf. Sedang Al-Quran diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf,
yaitu; zajr (larangan), amr, haram, muhkam, mutasyabih dan amstsal.
Keempat,
segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu;
1.
Ikhtilaful
asma` (perbedaan kata benda); dalam bentuk mufrod mudzakkar dan
cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak, ta`nist. Misalnya firman alloh dalam
surat Al-Mukminun: 8,والذين هم لأمنتهم وعهدهم راعون dibaca dengan bentuk jamak dan dibaca pula
dengan bentuk mufrod. Sedang rasmnya لأمنتهم dalam mushaf adalah yang memungkinkan
kedua qiroat itu karena tidak adanya alif yang mati (sukun). Tetapi kesimpulan
akhir kedua macam qiroat itu adalah sama. Sebab bacaan dalam bentuk jamak
dimaksudkan untuk arti istigraq (mencakupi) yang menunjukkan jenis-jenisnya, sedang
bacan dengan bentuk mufrod dimaksudkan untuk jenis yang menunjukkan makna banyak, yaitu semua jenis
amanat yang mengandung bermacam-macam amanat yang banyak jumlahnya.
2.
Perbedaan
segi i`rob, seperti firman alloh taala ما هذا بشرا jumhur membacanya dengan nashob, sebab ما
berfungsi seperti ليس sebagaimana bahasa penduduk Hijaj,
dengan bahasa inilah alaquran diturunkan. Adapun Ibnu Masud membacanya dengan
rafa` ما هذا بشرا
sesuai dengan bahasa tamim, karena mereka tidak memfungsikan ماseperti ليس juga seperti firman-Nya: فتلقى ءادم من ربه كلمت dalam Al-Baqoroh: 37. Di siniأدم dibaca dengan nashab dan كلمت dibaca dengan rafa` كلمت.
3.
Perbedaan
dalam tashrif, seperti firman-Nya: فقالوا ربنا
باعد بين أسفارناdalam Saba`:19), dibaca dengan menashobkan, ربنا
karena menjadi mudof dan باعد dibaca dengan bentuk perintah (fiil amr).
Di sini, lafazh ربنا
dibaca pula dengan rafa`(ربنا) sebagi mubtada` dan باعد dengan
membaca fathah huruf ain sebagai fiil madhi. Juga dibaca بعد
dengan membaca fathah dan mentasydidkan huruf ain dan merofa`kan lafad ربنا.
4.
Perbedaan
dalam taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan), baik terjadi pada huruf
seperti firman-Nya: أفلم يياس dibaca أفلم يأيس (Ar-Rad
31), maupun di dalam kata seperti فيقتلون ويقتلون (At-Taubah:111) di
mna yang pertama dibaca dalam bentuk aktif dan yang kedua dibaca dalam bentuk
pasif, juga dibaca dengan sebaliknya, adapun qiroat وجاءت سكرة الحق بالموت (Qaf 5: 19) sebagi
ganti dari وجاءت سكرة الموت بالحق adalah qiroah ahad dan syadz (cacat) yang tidak mencapai
derajat mutawatir.
5.
Perbedaan
dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan huruf, وانظر
إلى العظام كيف ننشزها seperti Al-Baqoroh: 159) yang dibaca dengan huruf za`
dan mendhommahkan nun, tetapi juga dibaca menggunakan huruf ra` dan
menfathahkan nun. Maupun penggantian lafad dengan lafad, seperti firman-Nya: كالعهن المنفوش
(Al-Qoriah:5) Ibnu Masud dan lain-lain membacanya dengan كالصوف المنفوشterkadang penggantian
ini terjadi pada sedikit perbedaan makhroj atau tempat keluar huruf, seperti; طلح منضود
(Al-Waqiah:29), dibaca dengan طلع karena makhroj ha` dan ain itu sama, dan
keduanya termasuk huruf halaq.
6.
Perbedaan
dengan adanya penambahan dan pengurangan. Dalam penambahan misalny وأعد لهم جنات تجرى تحتها الأنهار (At-taubah:100), dibaca dengan
tambahan من yaitu من تحتها الأنهار keduanya merupakan qiroat mutawattir.
Mengenai perbedaan karena adanya pengurangan (naqs), seperti قالوا اتخذ االله ولدا (Al-Baqoroh: 116), tanpa huruf wawu
jumhur ulama membacanya قالوا اتخذ االله ولدا perbedaan dengan
adanya penambahan dalam qiroat ahad, terlihat dalam qiroat Ibnu Abbas وكان أمامهم ملك يأخذ كل سفينة
صالحة غصبا
(Al-Kahfi; 79), dengan penambahan kalimat صالحة dan memakai kata أمامهم sebagai ganti dari kata وراء .
7.
Perbedaan
lahjah dengan pembacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis), fathah dan imalah,
izhar dan idghom, hamzah dan tashil, isymam,dan lain-lain. Seperti membaca imalah
dan tidak imalah seperti هل أتاك حديث موسى (thaha: 9), yang dibaca dengan mengimalahkan kata اتى dan موسىى membaca tarqiq huruf ra` خبيرا بصيرا dalam mentafhimkan huruf lam dalam kata الطلاق
mentashilkan (meringankan) huruf hamzah dalam ayatقدأفلح
المؤمنون (Al-makminun: 1),
huruf ghoin dengan didhommahkan bersama kasroh dalam ayat وغيض الماء (Hud; 44) dan seterusnya.
8.
Sebagian
ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa diartikan secara
harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol kesempurnaan menurut
kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa
bahasa dan susunan Al-Quran merupakan batas dan sumber utama bagi semua
perkataan orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi.sebab,
lafad sab`ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan
sempurna dalam bilangan satuan, seperti tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan
tujuh ratus dalam ratusan. Kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk bilangan
tertentu.
9.
Ada juga
para ulama yang berpendapat, yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah
qiroat sabah.
B.
HIKMAH TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah
diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf (ahruf sab’ah) dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya
mempunyai dialek masing-masing, dan belum terbiasa menghafal syariat, apalagi
mentradisikannya.
2.
Bukti
kemukjizatan Al-Qur’an bagi kebahasaan orang arab. Al-Qur’an banyak mempunyai
pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang
telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat
mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama naluri mereka dan
lahhjah kaumnya, tanpa mengganggu kemukjzatan Al-Qur’an yang ditantangkan
Rasulullah kepada mereka.
3.
Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan
hukum-hukumnya. Sebab, perubahan bentuk lafazh pada sebagian huruf dan
kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hokum dari
padanya. Hal inilahyang menyebabkan Al-Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh
karena itu, para fuqaha dalam istimbat dan ijtihadnya berhujjah dengan qira’at
tujuh huruf ini.
C.
PERBEDAAN DENGAN QIRA’AT SAB’AH
Sebagaimana telah dikemukakan bahwasannya sab’ah ahruf yang diturunkan ke dalam Al-Qur’an, tidak
mungkin dimaksudkan dengan qira’at sab’ah yang masyhur itu. Hal ini ditegaskan
karena banyak ulama’ yang menyangka bahwa qira’at sab’ah ini sama dengan sab’ah
ahruf.
Abu Syamah di dalam kitab Al Mursyidul Wajiz berkata: “Segolongan
orang menyangka bahwasannya qira’at sab’ah yang berkembang sekarang, itulah
yang dikehendaki di dalam hadits. Persangkaan yang demikian berlawanan dengan
ijma’ semua ahli ilmu.”
Timbulnya sangkaan yang demikian itu lantaran tindakan Abu Bakar
Ahmad ibn Musa ibn Abbas yang terkenal dengan nama Ibn Mujahid yang telah
berusaha pada penghujung abad ke-3 H di Baghdad, untuk mengumpulkan tujuh
qira’at dari tujuh imam yang terkenal di Makkah, Madinah, Kuffah, Bashrah, dan
Syam. Mereka ini terkenal orng-orang kepercayaan, kuat hafalan dan terus
menerus membaca Al Qur’an. Usaha memgumpulkan qira’at-qira’at yang tujuh itu,
adalah secara kebetulan saja. Karena masih ada imam-imam qira’at yang lebih
tinggi derajatnya dari ketujuh orang itu, dan banyak juga jumlahnya. Abu Abbas
ibn Amma seorang muqri besar, mencela keras Ibnu Mujahid dan mengatakan bahwa
usaha itu akan menimbulkan persangkaan bahwa qira’at sab’ah inilah yang
dimaksudkan oleh hadits. Alangkah baiknya kalau yang dikumpulkan itu kurang dari
tujuh atau lebih dari tujuh supaya hilang kesamaran itu.
Jadi yang
dimaksud dengan qira’at sab’ah yaitu, tujuh versi qira’at yang dinisbatkan
kepada para Imam qira’at yang berjumlah tujuh orang yaitu: Ibn ‘Amir, Ibn
Kasir, ‘Ashim, Abu ‘Amr, Hamzah, Nafi’, dan Al kasa’i. Adapun nama lengkap
beserta sanad dan rawi dari ketujuh Imam qira’at sab’at tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Ibn
‘Amir
Nama lengkapnya Abdullah ibn ‘Amir al-Yahshabi(8-118 H). Ia membaca
al-Qur’an dari al-Mughirah ibn Abi Syihab al-Makhzumi dan Abu al-Darda’.
Al-Mughirah membaca dari Usman ibn Affan dan Abu al-Darda’ membaca dari Nabi
SAW. Dan dua orang rawi qira’at Ibn ‘Amir yaitu Hisyam dan Ibn Zakwan.
2.
Ibn
kasir
Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah ibn kasir al-Makki(45-120 H).
Ia membaca al-Qur’an dari Abdullah ibn
al-SA’ib, Mujahid ibn Jabar, dan Dirbas. Abdullah ibn al-Sa’ib membaca dari
Ubay ibn Ka’ab dan Umar ibn al-khattab. Mujahid ibn Jabar dan Dirbas membaca
dari Ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan Zayd ibn Sabit.
Sementara Ubay ibn Ka’ab, Umar ibn khattab dan Zayd ibn Sabit membaca dari Nabi
SAW.dan dua orang rawi qira’at Ibn Kasir yaitu Al-Bazzi dan Qunbul.
3.
‘Ashim
Nama lengkapnya ‘Ashim ibn al-Nujad al-Asadi(w. 129 H). Ia membaca
al-Qur’an dari Abu Abd al-Rahman al-Silmi. Abu Abd al-Rahman membaca dari ibn
Mas’ud, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ubay ibn Ka’ab dan Zayd ibn Sabit.
Para sahabat tersebut menerima bacaan al-Qur’an dari Nabi SAW. Dan dua orang
rwi qira’at ‘Ashim yaitu Hafsh Syu’bah.
4.
Abu ‘Amr
Nama lengkapnya Abu ‘Amr Zabban ibn al’A’la ibn ‘Ammar(68-154 H).
Ia membaca al-Qur’an dari Abu Ja’far Yazid ibn Qa’Qa’ dan Hasan al-Bashri
membaca dari al-Haththan dan Abu al-Aliyah. Abu al-Aliyah membaca dari Umar ibn
al-Khattab dan Ubay ibn Ka’ab. Kedua sahabat yang disebut terakhir ini membaca
al-Qur’an dari Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Abu ‘Amr yaitu al-Duri dan
al-Susi.
5.
Hamzah
Nama lengkapnya Hamzah ibn Hubayd ibn al-Ziyyat al-Kufi(80-156 H)Ia
membaca al-Qur’an dari ‘Ali Sulayman al-Amasy, Ja’far al-Shadiq, Hamran ibn A’yan, Manhal ibn ‘Amr,
dan lain-lain. Mereka semua bersambung sanadnya kepada Nabi SAW. Dan dua orang rawi
qira’at Hamzah yaitu Khallad dan Khalaf.
6.
Nafi’
Nama lengkapnya Nafi’ ibn Abd rahman ibn Abi Nu’yam al-Laysi(w.169H).
ia membaca al-Qur’an dari Ali ibn Ja’far, Abd Rahman ibn Hurmuz Muhammad ibn
Muhammad ibn Muslim al-Zuhri.mereka bersambung sanadnya kepada Nabi SAW. Dan
dua orang rawi qira’at Nafi’ yaitu Warasyi dan Qalun
7.
Al-Kisa’i
Nama
lengkapnya Abu Hasan ‘Ali ibn Hamzah al-Kisa’i (w.187H). ia membaca al-Qur’an
dari Hamzah, Syu’bah, Isma’il ibn Ja’far. Mereka bersambung sanadnya kepada
Nabi. Dan dua orang rawi qira’at al-Kisa’i yaitu Al-Duri dan Abu al-Haris.
Contoh
Qiraah Sab’ah:
وَقولوا للناس حسنا (البقرة: ٨٣)
Ibn Katsir, Abu ‘Amr, Nafi, ‘Ashim dan Ibn ‘Amir, membaca ((حسنا,sementara Hamzah dan
al-Kisai, membaca) (حسنا
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Makna sab’at
ahruf yang menurut ulama’ pendapatnya paling kuat adalah tujuh macam bahasa
dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, yaitu Quraisy, Hudzail, Saqif,
Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
Sedangkan Qiro’at sab’ah adalah macam cara membaca al-qur’an yang
berbeda. Disebut qiro’at sab’ah karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal
masyhur yang masing-masing memiliki cara bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at
memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi.
Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik
dibuat oleh imam qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan
ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. bahwa yang
dimaksud dengan sab’at ahruf bukanlah qira’at sab’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid, Ramli.Drs.H.M.A.1999.Ulumul Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Hasanuddin.AF.1998.Anatomi
Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
Al-Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Manna’ Al-Qathan.2007.Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an.Jakarta:Pustaka
Al-Kautsar.
Ash-Shiddieqy,T.M.Hasbi.2002.Ilmu-ilmu Al-Qur’an.Semarang:PT
Pustaka Rizki Putra.
Disusun :
Fuad
Abdul Aziz (093300)
Jihara
Nailan Nascha (09330094)
Etik
Lailiyatul Fariha (09330096)
0 comments:
Post a Comment