Saturday, September 7, 2013

SAB’AH AL-AHRUF DALAM AL-QUR’AN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasannya bangsa arab mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lainnya, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang lainnya. Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Qur'an pertama diturunkan adalah dalam bahasa quraisy kepada seorang Rasul yang quraisy pula. Dengan kata lain bahasa quraisy dalam Al-Qur'an lebih dominan diantara bahasa-bahasa arab lainnya, antara lain karena orang quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi pengabdi dalam urusan haji dan tempat persinggahan dalam perdagangan dan lain-lainnya. Di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai cabang ilmu pengetahuan, salah satunya adalah sab’ah ahruf.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka untuk mempermudah penjelasan pada makalah ini kami memberi judul Sab’ah Al-Ahruf Dalam Al-Qur’an. Semoga materi yang ada dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya, amin.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.      Apa pengertian sab’ah ahruf ?
2.      Apa hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?
3.      Apa perbedaan dengan qiro’ah sab’ah?


C.      Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dalam pembahasan di makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui makna sab’ah ahruf.
2.      Untuk mengetahui hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
3.      Untuk mengetahui perbedaan dengan qiro’ah sab’ah.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN  SAB’AH  AL AHRUF
Terdapat banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya adalah hadits berikut:

عن ابن عبّاس رضي الله عنهما انه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أفرأني جبريل على حرف فرا جعته فلم أزل استزيده ويزيدنى حتى انتهى الى سبعة احروف.

Artinya: ”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).

ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان هذا القرأن انزل على سبعة احرف فاقرأوا ما تيسر منه.

Artinya: “Bersabda Rasul SAW: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Berdasarkan hadits-hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf.
2.      Pada awalnya Al-Qur’an diturunkan dalam satu huruf.
3.      Diturunkannya Al-Qur’an dalam tujuh huruf itu setelah Nabi SAW. Meminta keringanan dan kemudahan bagi umatnya.[1]
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan mengatakan, “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi 35 pendapat. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa pendapat yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pertama sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna. Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Al-Quran pun diturunkan dengan sejumlah lafad sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Quran hanya mendatangkan satu lafadh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.
Kedua, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab yang ada, yang mana dengannyalah Al-Quran diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Quran secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Al-Quran mencakup ketujuh bahasa tersebut.
Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya; karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surat Al-Quran, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Quran. Sebagiannya bahasa quraisy, sebagian yang lain bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain. Dia menambahkan bahwa sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominant dalam Al-Quran.[2]
Ketiga, sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh segi, yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wad (ancaman), jadal (perdebatan), qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman), Atau amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal. 
Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Nabi saw bersabda,
“ kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Al-Quran diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf, yaitu; zajr (larangan), amr, haram, muhkam, mutasyabih dan amstsal.
Keempat, segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu;
1.      Ikhtilaful asma` (perbedaan kata benda); dalam bentuk mufrod mudzakkar dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak, ta`nist. Misalnya firman alloh dalam surat Al-Mukminun: 8,والذين هم لأمنتهم وعهدهم راعون dibaca dengan bentuk jamak dan dibaca pula dengan bentuk mufrod. Sedang rasmnya  لأمنتهم dalam mushaf adalah yang memungkinkan kedua qiroat itu karena tidak adanya alif yang mati (sukun). Tetapi kesimpulan akhir kedua macam qiroat itu adalah sama. Sebab bacaan dalam bentuk jamak dimaksudkan untuk arti istigraq (mencakupi) yang menunjukkan jenis-jenisnya, sedang bacan dengan bentuk mufrod dimaksudkan untuk jenis yang  menunjukkan makna banyak, yaitu semua jenis amanat yang mengandung bermacam-macam amanat yang banyak jumlahnya.
2.      Perbedaan segi i`rob, seperti firman alloh taala ما هذا بشرا jumhur membacanya dengan nashob, sebab ما berfungsi seperti ليس sebagaimana bahasa penduduk Hijaj, dengan bahasa inilah alaquran diturunkan. Adapun Ibnu Masud membacanya dengan rafa` ما هذا بشرا sesuai dengan bahasa tamim, karena mereka tidak memfungsikan  ماseperti  ليس juga seperti firman-Nya: فتلقى ءادم من ربه كلمت dalam Al-Baqoroh: 37. Di siniأدم  dibaca dengan nashab dan كلمت  dibaca dengan rafa`  كلمت.
3.      Perbedaan dalam tashrif, seperti firman-Nya:  فقالوا ربنا باعد بين أسفارناdalam Saba`:19), dibaca dengan menashobkan, ربنا karena menjadi mudof dan باعد dibaca dengan bentuk perintah (fiil amr). Di sini, lafazh  ربنا dibaca pula dengan rafa`(ربنا) sebagi mubtada` dan باعد dengan membaca fathah huruf ain sebagai fiil madhi. Juga dibaca بعد dengan membaca fathah dan mentasydidkan huruf ain dan merofa`kan lafad ربنا.
4.      Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan), baik terjadi pada huruf seperti firman-Nya: أفلم يياس dibaca  أفلم يأيس (Ar-Rad 31), maupun di dalam kata seperti فيقتلون ويقتلون (At-Taubah:111) di mna yang pertama dibaca dalam bentuk aktif dan yang kedua dibaca dalam bentuk pasif, juga dibaca dengan sebaliknya, adapun qiroat  وجاءت سكرة الحق بالموت (Qaf 5: 19) sebagi ganti dari وجاءت سكرة  الموت بالحق adalah qiroah ahad dan syadz (cacat) yang tidak mencapai derajat mutawatir.
5.      Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf  dengan huruf, وانظر إلى العظام كيف ننشزها seperti Al-Baqoroh: 159) yang dibaca dengan huruf za` dan mendhommahkan nun, tetapi juga dibaca menggunakan huruf ra` dan menfathahkan nun. Maupun penggantian lafad dengan lafad, seperti firman-Nya: كالعهن المنفوش (Al-Qoriah:5) Ibnu Masud dan lain-lain membacanya dengan  كالصوف المنفوشterkadang penggantian ini terjadi pada sedikit perbedaan makhroj atau tempat keluar huruf, seperti; طلح منضود (Al-Waqiah:29), dibaca dengan طلع karena makhroj ha` dan ain itu sama, dan keduanya termasuk huruf halaq.
6.      Perbedaan dengan adanya penambahan dan pengurangan. Dalam penambahan misalny وأعد لهم جنات تجرى تحتها الأنهار (At-taubah:100), dibaca dengan tambahan من yaitu من تحتها الأنهار keduanya merupakan qiroat mutawattir. Mengenai perbedaan karena adanya pengurangan (naqs), seperti قالوا اتخذ االله ولدا (Al-Baqoroh: 116), tanpa huruf wawu jumhur ulama membacanya قالوا اتخذ االله ولدا perbedaan dengan adanya penambahan dalam qiroat ahad, terlihat dalam qiroat Ibnu Abbas وكان أمامهم ملك يأخذ كل سفينة صالحة غصبا (Al-Kahfi; 79), dengan penambahan kalimat صالحة dan memakai kata  أمامهم sebagai ganti dari kata وراء .
7.      Perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis), fathah dan imalah, izhar dan idghom, hamzah dan tashil, isymam,dan lain-lain. Seperti membaca imalah dan tidak imalah seperti هل أتاك حديث موسى (thaha: 9), yang dibaca dengan mengimalahkan kata اتى dan موسىى membaca tarqiq huruf ra` خبيرا بصيرا dalam mentafhimkan huruf lam dalam kata الطلاق mentashilkan (meringankan) huruf hamzah dalam ayatقدأفلح المؤمنون (Al-makminun: 1), huruf ghoin dengan didhommahkan bersama kasroh dalam ayat وغيض الماء (Hud; 44) dan seterusnya.
8.      Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa diartikan secara harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Al-Quran merupakan batas dan sumber utama bagi semua perkataan orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi.sebab, lafad sab`ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, seperti tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan tujuh ratus dalam ratusan. Kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk bilangan tertentu.
9.      Ada juga para ulama yang berpendapat, yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiroat sabah.

B.       HIKMAH TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf (ahruf sab’ah) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, dan belum terbiasa menghafal syariat, apalagi mentradisikannya.
2.      Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi kebahasaan orang arab. Al-Qur’an banyak mempunyai pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama naluri mereka dan lahhjah kaumnya, tanpa mengganggu kemukjzatan Al-Qur’an yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka.
3.       Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab, perubahan bentuk lafazh pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hokum dari padanya. Hal inilahyang menyebabkan Al-Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istimbat dan ijtihadnya berhujjah dengan qira’at tujuh huruf ini.

C.      PERBEDAAN DENGAN QIRA’AT SAB’AH
Sebagaimana telah dikemukakan bahwasannya sab’ah ahruf  yang diturunkan ke dalam Al-Qur’an, tidak mungkin dimaksudkan dengan qira’at sab’ah yang masyhur itu. Hal ini ditegaskan karena banyak ulama’ yang menyangka bahwa qira’at sab’ah ini sama dengan sab’ah ahruf.
Abu Syamah di dalam kitab Al Mursyidul Wajiz berkata: “Segolongan orang menyangka bahwasannya qira’at sab’ah yang berkembang sekarang, itulah yang dikehendaki di dalam hadits. Persangkaan yang demikian berlawanan dengan ijma’ semua ahli ilmu.”
Timbulnya sangkaan yang demikian itu lantaran tindakan Abu Bakar Ahmad ibn Musa ibn Abbas yang terkenal dengan nama Ibn Mujahid yang telah berusaha pada penghujung abad ke-3 H di Baghdad, untuk mengumpulkan tujuh qira’at dari tujuh imam yang terkenal di Makkah, Madinah, Kuffah, Bashrah, dan Syam. Mereka ini terkenal orng-orang kepercayaan, kuat hafalan dan terus menerus membaca Al Qur’an. Usaha memgumpulkan qira’at-qira’at yang tujuh itu, adalah secara kebetulan saja. Karena masih ada imam-imam qira’at yang lebih tinggi derajatnya dari ketujuh orang itu, dan banyak juga jumlahnya. Abu Abbas ibn Amma seorang muqri besar, mencela keras Ibnu Mujahid dan mengatakan bahwa usaha itu akan menimbulkan persangkaan bahwa qira’at sab’ah inilah yang dimaksudkan oleh hadits. Alangkah baiknya kalau yang dikumpulkan itu kurang dari tujuh atau lebih dari tujuh supaya hilang kesamaran itu.    
Jadi yang dimaksud dengan qira’at sab’ah yaitu, tujuh versi qira’at yang dinisbatkan kepada para Imam qira’at yang berjumlah tujuh orang yaitu: Ibn ‘Amir, Ibn Kasir, ‘Ashim, Abu ‘Amr, Hamzah, Nafi’, dan Al kasa’i. Adapun nama lengkap beserta sanad dan rawi dari ketujuh Imam qira’at sab’at tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Ibn ‘Amir
Nama lengkapnya Abdullah ibn ‘Amir al-Yahshabi(8-118 H). Ia membaca al-Qur’an dari al-Mughirah ibn Abi Syihab al-Makhzumi dan Abu al-Darda’. Al-Mughirah membaca dari Usman ibn Affan dan Abu al-Darda’ membaca dari Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Ibn ‘Amir yaitu Hisyam dan Ibn Zakwan.
2.      Ibn kasir
Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah ibn kasir al-Makki(45-120 H). Ia membaca al-Qur’an  dari Abdullah ibn al-SA’ib, Mujahid ibn Jabar, dan Dirbas. Abdullah ibn al-Sa’ib membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan Umar ibn al-khattab. Mujahid ibn Jabar dan Dirbas membaca dari Ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan Zayd ibn Sabit. Sementara Ubay ibn Ka’ab, Umar ibn khattab dan Zayd ibn Sabit membaca dari Nabi SAW.dan dua orang rawi qira’at Ibn Kasir yaitu Al-Bazzi dan Qunbul.
3.      ‘Ashim
Nama lengkapnya ‘Ashim ibn al-Nujad al-Asadi(w. 129 H). Ia membaca al-Qur’an dari Abu Abd al-Rahman al-Silmi. Abu Abd al-Rahman membaca dari ibn Mas’ud, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ubay ibn Ka’ab dan Zayd ibn Sabit. Para sahabat tersebut menerima bacaan al-Qur’an dari Nabi SAW. Dan dua orang rwi qira’at ‘Ashim yaitu Hafsh Syu’bah.
4.      Abu ‘Amr
Nama lengkapnya Abu ‘Amr Zabban ibn al’A’la ibn ‘Ammar(68-154 H). Ia membaca al-Qur’an dari Abu Ja’far Yazid ibn Qa’Qa’ dan Hasan al-Bashri membaca dari al-Haththan dan Abu al-Aliyah. Abu al-Aliyah membaca dari Umar ibn al-Khattab dan Ubay ibn Ka’ab. Kedua sahabat yang disebut terakhir ini membaca al-Qur’an dari Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Abu ‘Amr yaitu al-Duri dan al-Susi.
5.       Hamzah
Nama lengkapnya Hamzah ibn Hubayd ibn al-Ziyyat al-Kufi(80-156 H)Ia membaca al-Qur’an dari ‘Ali Sulayman al-Amasy, Ja’far  al-Shadiq, Hamran ibn A’yan, Manhal ibn ‘Amr, dan lain-lain. Mereka semua bersambung sanadnya kepada Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Hamzah yaitu Khallad dan Khalaf.
6.      Nafi’
Nama lengkapnya Nafi’ ibn Abd rahman ibn Abi Nu’yam al-Laysi(w.169H). ia membaca al-Qur’an dari Ali ibn Ja’far, Abd Rahman ibn Hurmuz Muhammad ibn Muhammad ibn Muslim al-Zuhri.mereka bersambung sanadnya kepada Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Nafi’ yaitu Warasyi dan Qalun
7.      Al-Kisa’i
Nama lengkapnya Abu Hasan ‘Ali ibn Hamzah al-Kisa’i (w.187H). ia membaca al-Qur’an dari Hamzah, Syu’bah, Isma’il ibn Ja’far. Mereka bersambung sanadnya kepada Nabi. Dan dua orang rawi qira’at al-Kisa’i yaitu Al-Duri dan Abu al-Haris.
Contoh Qiraah Sab’ah:
وَقولوا  للناس حسنا (البقرة: ٨٣)
Ibn Katsir, Abu ‘Amr, Nafi, ‘Ashim dan Ibn ‘Amir, membaca ((حسنا,sementara Hamzah dan al-Kisai, membaca) (حسنا

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Makna sab’at ahruf yang menurut ulama’ pendapatnya paling kuat adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, yaitu Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
Sedangkan Qiro’at sab’ah adalah macam cara membaca al-qur’an yang berbeda. Disebut qiro’at sab’ah karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal masyhur yang masing-masing memiliki cara bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi.
Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh imam qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. bahwa yang dimaksud dengan sab’at ahruf bukanlah qira’at sab’ah.











DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Ramli.Drs.H.M.A.1999.Ulumul Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Hasanuddin.AF.1998.Anatomi Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Manna’ Al-Qathan.2007.Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Ash-Shiddieqy,T.M.Hasbi.2002.Ilmu-ilmu Al-Qur’an.Semarang:PT Pustaka Rizki Putra.


Disusun :
Fuad Abdul Aziz (093300)
Jihara Nailan  Nascha (09330094)
Etik Lailiyatul  Fariha (09330096)
 



[1] Hasanudin,AF,Perbedaan qira’at dan pengaruhnya terhadap istinbath hukum dalam Al-Qur’an,PT RajaGrafindo Persada,Jakarta,1998,hlm 97-99
[2] Manna’ Al-Qaththan,Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,Pustaka Al-Kautsar,Jakarta,2007,hlm 196-197

0 comments:

Post a Comment