Penyempitan makna (narrowing) yang oleh Ibrahim Anis
disebut takhsisul ma’na adalah perubahan makna dari umum (kully) ke yang
lebih khusus (juz’iy) (Umar, 1982). Sependapat dengan ini Chaer (2002)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang
terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya memiliki makna yang cukup luas
kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Dengan bahasa
yang berbeda, tetapi esensi maknanya sama, Djajasudarma (1999) menyatakan bahwa
penyempitan atau pembatasan makna berarti makna yang dimiliki oleh kata lebih
terbatas dibandingkan dengan makna semula.
Menurut Umar (1982), di Amerika 10 tahun yang lalu, apabila perempuan mengatakan a pill, pendengar bertanya-tanya untuk apa? Apakah a pill yang dimaksud itu untuk mencegah kehamilan? Apakah a pill yang di maksud itu untuk obat sakit kepala? Atau untuk obat sakit mag?. Pertanyaan ini menunjukkan pada awalnya kata a pill memiliki makna yang luas (tidak terbatas). Akan tetapi, setelah penggunaan alat kontrasepsi berupa tablet begitu meluas maka makna kata a pill menjadi menyempit, sehingga setiap kata ungkapan a pill, maka makna yang diacu adalah tablet untuk pencegah kehamilan. Dalam bahasa Indonesia kata tukang yang memliki makna luas ‘ahli’ atau ‘bisa mengerjakan sesuatu’, maknanya menjadi terbatas dengan munculnya unsure pembatas, misalnya pada (1) tukang kayu (2) tukang catut, (3) tukang tambal ban, dst. (Djajasudarma 1999).
Menurut Umar (1982), di Amerika 10 tahun yang lalu, apabila perempuan mengatakan a pill, pendengar bertanya-tanya untuk apa? Apakah a pill yang dimaksud itu untuk mencegah kehamilan? Apakah a pill yang di maksud itu untuk obat sakit kepala? Atau untuk obat sakit mag?. Pertanyaan ini menunjukkan pada awalnya kata a pill memiliki makna yang luas (tidak terbatas). Akan tetapi, setelah penggunaan alat kontrasepsi berupa tablet begitu meluas maka makna kata a pill menjadi menyempit, sehingga setiap kata ungkapan a pill, maka makna yang diacu adalah tablet untuk pencegah kehamilan. Dalam bahasa Indonesia kata tukang yang memliki makna luas ‘ahli’ atau ‘bisa mengerjakan sesuatu’, maknanya menjadi terbatas dengan munculnya unsure pembatas, misalnya pada (1) tukang kayu (2) tukang catut, (3) tukang tambal ban, dst. (Djajasudarma 1999).
Penyempitan makna ini juga menggejala pada setiap bahasa, khususnya Bahasa Arab. Kata حرامي pada awalnya memiliki makna luas, yakni mengacu pada setiap perbuatan haram. Akan tetapi, sejak abad ke-7 H, dalam beberapa buku cerita, makna kata ini menyempit, yakni berarti maling atau al-lishshu. Bahkan sampai sekarang, kata حرامي yang berarti maling masih digunakan. Dalam bahasa lisan, kata طهارة yang berarti bersih juga mengalami penyempitan makna, yakni berubah menjadi الختان . Demikian pula, kata الحريم yang awalnya digunakan untuk mengacu pada setiap muhrim mengalami penyempitan makna, yakni mengacu pada permpuan (an-nisa’). Kata العيش (hidup) di Mesir berarti royi (al-khubz) dan di beberapa Negara Arab berarti nasi (ar-ruz)
Moh Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab. 2014.
Cet. 3. Malang: Bintang Sejahtera Press.
Hlm. 130 - 131
0 comments:
Post a Comment