BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut
Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat
bahwa komunikasi bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih
tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang
berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang
mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran
(yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan
dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada
siapa, di mana, bilamana, bagaimana.
Tindak tutur direktif merupakan
salah satu jenis tindar tutur yang unik untuk diteliti. Direktif yang disini bermakna tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan
memaksa, memohon, menyarankan, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak,
menyarankan, memerintah, memberi aba-aba dan menantang termasuk ke dalam jenis
tindak tutur direktif ini.
Ceramah agama merupakan momen yang banyak menggunakan tidak turur direktif
dalam prakteknya. Seorang tokoh agama akan mempraktekkan jenis tindak tutur ini
dalam menyampaikan nasehat-nasehat agamanya. Termasuk juga Kiai Syairozy, kiai
yang cukup kharismatik dari daerah Lamongan.
Maka dari itu, selanjutnya pada paper ini kami akan membahas dan
menganalisis. tentang fenomena sosiolinguistik
pada peristiwa tutur direktif dalam wacana dakwah KH. Syairozy
(Lamongan).
- RUMUSAN MASALAH
Paper ini
mengandung rumusan masalah sebagai berikut:
a.
Apa yang disebut dengan tindak tutur
direktif?
b.
Apa saja tindak tutur direktif yang terkandung dalam ceramah KH. Syairozy?
3. TUJUAN PEMBAHASAN
Paper ini
disusun bertujuan untuk:
- Agar mengetahui pengertian tindak tutur direktif
- Agar mengetahui tindak tutur direktif yang terkandung dalam ceramah KH.Syairozy
BAB II
PEMBAHASAN
1. TEORI TENTANG TINDAK TUTUR DIREKTIF
Tindak tutur direktif (TTD) adalah salah satu jenis tindak tutur menurut
klasifikasi Searle (1969). Fungsinya adalah mempengaruhi petutur atau mitra
tutur agar melakukan tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi
umum atau makrofungsi direktif mencakup: menyuruh, memerintah, memohon,
mengimbau, menyarankan dan tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat
bermodus imperatif menurut aliran formalisme.
Lebih lanjut Searle mengungkapkan bahwa direktif itu dapat langsung (yaitu
dengan menggunakan kalimat bermodus imperatif) dan dapat pula tidak langsung
(yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus bukan imperatif). Menurut Searle
pula, realisasi direktif tidak langsung itu ada enam kategori seperti: Can
you pass the salt? Are you going to pass the salt? I would like you to
pass the salt dan sebagainya. (contoh tuturan terdapat dalam Gunarwan,
2007). Sedangkan Leech menyatakan bahwa fungsi tindak tutur direktif
dapat ditunjukkan dengan verba yang melekat dan biasanya berkonstruksi: Subject
– Verb (O) ---- that X or S Verb O to Y. Dengan S sebagai subyek
dan O sebagai obyek dan ’that X’ merupakan klausa yang nonindikatif,
dan ’to Y’ adalah klausa infinitif: misalnya ask (meminta),
beg (memohon), bid (memohon dengan sangat), command (memerintah),
demand (menuntut), forbid (melarang) recommend (menganjurkan),
request (memohon).
Sementara itu Vandervaken (1990) mendata direktif dalam Bahasa Inggris
sebagai berikut:
Direct,
request, ask, question, inquire, interrogate, urge,encourage, discourage,
solicit, appeal, petition, invite, convene,convoke, beg, supplicate, beseech,
implore, entreat, conjure, pray, insist, tell, instruct, demand, require,
claim, order, command, dictate, prescribe, enjoin, adjure, exorcise, forbid,
prohibit, interdict, proscribe, commission, charge, suggest, propose, warn,
advise, caution, alert, alarm, recommend, permit, allow, authorize, consent,
invoke, imprecate, and intercede.
Bach dan Harnish (1979) dalam Ibrahim menyatakan
bahwa direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan
dilakukan oleh mitra tutur sehingga tindakan ini dapat berbentuk konstatif,
namun direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan)
sehingga ujaran aatau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk
bertindak oleh mitra tutur. Selanjutnya Bach dan Harnish dalam Ibrahim mengkategorikan direktif ke dalam enam kategori utama
yaitu:
1) Requestives
(meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong)
2) Questions
(bertanya, menyelidik, menginterogasi)
3) Requirements
(memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan,
menginstrusikan, mengatur, mensyaratkan
4) Prohibitives
(melarang, membatasi)
5) Permissives
(menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan,
membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan)
6) Advisories
(menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong).
Rahardi dan Lapoliwa dalam Nadar menuliskan kontruksi ujaran direktif baik langsung
maupun tidak
langsung sebagai berikut:
a.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah.
Misalnya:”Ringkas karangan ini!”
b. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif suruhan.
Misalnya:”Coba ringkas karangan ini.”
c.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan.
Misalnya: ”Tolong ringkas karangan ini.”
d. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif permohonan.
Misalnya: ”Aku mohon kamu bersedia meringkas karangan
ini.”
e.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif desakan.
Misalnya; ”Ayo, ringkas karangan ini sekarang juga!”
f.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif bujukan.
Misalnya: ”Malam ini kamu meringkas karangan ini ya?”
g. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif himbauan.
Misalnya: ”Ringkaslah karangan ini dengan baik.”
h. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif persilaan.
Misalnya: ”Silakan karangannya diringkas.”
i.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif ajakan.
Misalnya:”Mari kita ringkas karangan ini
bersama-sama.”
j.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan ijin.
Misalnya ”Bolehkah saya meringkas karangan ini.”
k. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif mengijinkan.
Misalnya ”Karangannnya boleh diringkas sekarang.”
l.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif larangan.
Misalnya ”Jangan meringkas karangan itu.”
m. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif harapan.
Misalnya ”Saya mengharapkan ringkasan karangan ini
cepat selesai.”
n. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif umpatan.
Misalnya”Kena, kau!”
o. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif selamat.
Misalnya”Selamat ya atas prestasimu.”
p. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif anjuran.
Misalnya”Sebaiknya ringkasannya dikerjakan sekarang
saja akan lebih baik.”
q. Tuturan yang
mengandung makna pragmatik imperatif ”ngelulu”.
Misalnya: ” Tidak usah belajar, nonton TV saja
terus sampai pagi.”
Selanjutnya,
seorang mitra tutur memiliki beberapa cara untuk merespon sebuah TTD. Bisa saja
mitra tutur tersebut mengiyakan TTD tersebut tanpa membantah, mengiyakan dengan
memunculkan ujaran tertentu atau bahkan mitra tutur melakukan penolakan
terhadap TTD yang diungkapkan oleh penutur. Rubin dalam Nadar menyatakan bahwa paling sedikit ada delapan cara
penolakan antara lain:
a.
Berdiam diri, tidak memberikan tanggapan.
b. Menawarkan
suatu alternatif: Susi lebih bagus dari pada saya..
c.
Penundaan: Bagaimana kalau lain kali saja.
d. Menyalahkan
orang lain: Suami saya tidak mengijinkan.
e.
Menghindari penolakan langsung: Sebenarnya menarik, tapi...
f.
Memberi tanggapan yang tidak spesifik; Insya Allah.
g. Mengungkapkan
alasan: Saya ada ujian hari ini.
h. Menyatakan
bahwa suatu tawaran atau ajakan kurang baik: Rencana itu tidak terlalu
bagus.
Sedangkan Takahashi, Beebe and Uliss-Weltz dalam Nadar dari hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk menolak suatu ajakan
atau perintah yaitu:
a.
Penolakan Langsung: yaitu penolakan langsung dengan menggunakan kata
penolakan atau pernyataan yang menunjukan ketidakmauan atau ketidakmampuan.
1) Menggunakan kata penolakan seperti: tidak,
jangan.
2) Menggunakan penyataan ketidakmauan atau ketidak
mampuan seperti: tidak perlu,tidak ingin, lupakan , tidak dapat, tidak mau.
b. Penolakan
Tidak Langsung
1)
Pernyataan penyesalan; saya menyesal, jadi malu.
2) Pernyataan
maaf, alasan, keterangan: maaf masih ada yang harus saya kerjakan.
3)
Pernyataan alternatif: Anda boleh datang besok saja.
4)
Mengkondisikan penerimaan waktu sekarang atau waktu lampau. Kalau dia datang
saya akan datang.
5)
Memberikan janji untuk menerima lain waktu; mungkin lain kali saja
6)
Pernyataan prinsip: Suami saya tidak mau menerima hadiah.
7)
Pernyataan filosofis: Satu dibantu, semua dibantu.
8) Menerima
pernyataan namun sebenarnya menolak: kami akan pertimbangkan lagi.
9) Berusaha
mempengaruhi lawan bicara untuk tidak melakukan: Anda tahu konsekuensi dari
perbuatan Anda.
10)
Penghindaran :
a) Verbal
(1)
Mengalihkan pembicaraan
(2) Mengajak
bercanda
(3)
Mengulang sebagian dari pertanyaan atau pernyataan; Pinjam uang ya?
(4)
Penundaan: Kalau lain kali saja bagaimana?
(5) Pagar: Saya
tidak yakin tentang masalah ini.
b) Non
verbal
(1) Diam
(2)
Ragu-ragu
(3) Gerakan
fisik
c. Adjunct:
ungkapan tambahan, namun tidak dapat berdiri sendiri sebagai penolakan.
1)
Pernyataan pendapat yang positif/persetujuan: Idenya bagus, tapi...
2)
Pernyataan empati atau pengertian: Saya tahu Anda berada dalam situasi sulit.
3) Berhenti
sejenak: ehmm..
4)
Apresiasi: Terima kasih.
5) Sapaan: Eh..Pak.
6) Pernyataan kesopanan: Anda baik sekali.
2. ANALISIS CERAMAH KH. SYAIROZY
Diatas kami telah
memaparkan pendapat-pendapat ahli sosiolinguistik dalam konsep tindak tutur
direktif. Selanjutnya kami mencoba mencari dan menganalisis tentang salah satu tindak
tutur tersebut. Yang menjadi kajian kami pada kali ini adalah ceramah KH.
Syairozy, seorang kiai kharismatik dari Lamongan Jawa Timur. Ceramah yang kami
analisis adalah ceramah beliau yang membahas tentang pernikahan dan keluarga.
Dalam file mp3
yang berdurasi 39 menit 50 detik ini, beliau banyak menuturkan model-model tindak
tutur direktif. Ceramah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Jawa ini banyak
mengandung makna menyuruh, menyarankan dan menghimbau terhadap pendengarnya. Beliau
juga menyertakan argumentasi atas suruhan juga saran yang disampaikan, lewat
cerita atau dalil-dalil.
Kekuatan olah
tutur direktif beliau ini membuat respon terhadap tindak tutur direktif beliau
amat baik. Banyaknya tawa yang terdengar dalam mp3 ini mengindikasikan bahwa
pesan yang disampaikan oleh beliau diterima. Hal itu namapak dari suara
antusias para pendengar masih ramai atau semarak hingga ujung ceramah.
Dalam
ceramah yang beretemakan nasehat untuk pernikahan dan keluarga ini banyak kami
temukan tindak tutur direktif (TTD). Diantara bentuk-bentuk tindak tutur
direktif yang bisa kami tangkap dari ceramah kiai sepuh ini adalah sebagai
berikut:
a. Nak, awakmu nek golek bojo
meleko matamu sak ombo-ombone, nek wes oleh bojo meremo mripatmu sak
ciut-ciute. (Nak, Kalau kamu
mencari isteri: bukalah baamu seluas-luasnya, nanti kalau sudah mendapat isteri
maka tutuplah matamu setutp-tutupnya)
Dalam TTD ini KH. Syairozy memberi ‘suruhan’ kepada
pendengar, yaitu saat mencari isteri
agar membuka mata atau selektif saat mencari istri. Sedangkan saat sudah
menikah maka harus menutup mata atau menerima segala kekurangan dan kelebihan.
b. Makane tak pesen temanten,
sampeyan kudu iso nutupi eleke bojo, nek iso mbahas apike bojo (makanya saya pesankan pengantin, kalian harus bisa
menutupi keburukan isteri/suami, kalau bisa malah membahas kebaikannya)
Pada
kata “kudu iso” (harus bisa) ini terkandung unsur ‘perintah’ dari
beliau. Isinya berupa perintah untuk selalu menutupi kekurangan-kekurangan
pasangan dari orang lain, kalau bisa malah menunjukkan kelebihan-kelebihannya
c.
Seng penting rukun temanten! (yang penting rukun pengantin).
Pada kalimat diatas terdapat TTD oleh beliau Penceramah
terhadap pendengar yang mengisyaratkan anjuran untuk hidup rukun
d. Duwe bojo kuru ojo darani kuru,
gak dek awakmu gak kuru tapi langsing. Duwe bojo lemu ojo darani lemu, gak dek
awakmu gak kuru tapi semok Cari kata yang indah! (punya isteri kurus jangan bilang kurus, tidak dik
smpean tidak kurus tapi langsing. Punya isteri gemuk jangan bilang gemuk, tidak
dik sampean tidak gemuk tapi bahenol, cari katayang indah!)
Kata “ojo darani” mengandur unsur himbauan untuk melarang
pendengar melakukan sesuatu. Pada kalimat diatas KH. Syairozy menganjurkan
untuk bergsenda gurau serta berbicara sopan kepada pasangan.
e. Nyeluk wong wedok, ojo celuk
jenenge! celuken mama, dek, sayang (memangil
isteri jangan panggil namanya! tapi panggillah dengan mama, dik, sayang)
Kalimat diatas diantara contoh tindak tutur direktif,
yang mana terkandung unsur ‘anjuran’ untuk memanggil pasangan dengan panggilan
yang mesra.
f. Wong wedok nek iso boso karo
wong lanang (isteri sebaiknya berbicara
dengan lembut terhadap suaminya)
Pada kata ‘nek iso’ ada maksud anjuran dari si penutur
untuk pendengar. Pendengar (para isteri) dianjurkan dengan gaya bahasa yang halus oleh penutur,
yakni untuk berbicara dengan bahasa yang sopan serta tatakrama terhadap
suaminya.
g. Pengen duwe mantu seng gak duwe
salah, ojo golek mantu uwong (kalau
ingin punya menantu yang tidak punya salah, maka jangan mencari menantu
manusia)
Merupakan
kalimat ajakan oleh penceramah untuk menerima segala kekurangan yang dimiliki
oleh menantu. Tindak tutur direktif ini disampaikan dengan logika terbalik oleh
penutur
h.
Pengen duwe morotuo seng gak duwe kurang, ojo golek
morotuo uwong (kalau ingin punya
mertua yang tanpa kekurangan, jangan mencari mertua dari golongan manusia)
Sebagaimana
pada contoh TTD sebelumnya, dalam kalimat ini penutur juga memberikan ajakan
kepada pendengarnya. Namun kalau tadi yang menjadi objek menantu maka pada
contoh ini adalah mertua.
Itulah tadi beberapa bentuk tindak tutur direktif yang
kami temukan pada salah satu ceramah KH.
Syairozy. Mungkin ada banyak kalimat lain yang beraromakan TTD yang luput dari
pengamatan kami, namun sepanjang kami mendengarkan kalimat-kalimat diataslah
yang kami temukan.
Penyampaian yang sistematis serta argumentasi yang
logis dan penuh humor dalam memberikan suruhan (baca TTD) pada pendengar,
menjadi senjata ampuh dalah ceramah beliau tersebut. Hal itulah yang lantas
membuat respon bagus pendengar terhadap ajakan-ajakan beliau.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Terdapat beberapa
kesimpulan dalam paper diatas, yaitu:
a.
Tindak tutur
direktif (TTD) adalah salah satu jenis tindak tutur menurut klasifikasi Searle
(1969). Fungsinya adalah mempengaruhi petutur atau mitra tutur agar melakukan
tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi umum atau makrofungsi
direktif mencakup: menyuruh, memerintah, memohon, mengimbau, menyarankan dan
tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat bermodus imperatif menurut
aliran formalisme.
b.
Dalam file
ceramah KH. Syairozy yang berdurasi 39 menit 50 detik, banyak ditemukan
model-model tindak tutur direktif. Ceramah yang menggunakan bahasa pengantar
Bahasa Jawa ini banyak mengandung makna menyuruh, menyarankan dan menghimbau
terhadap pendengarnya. Diantaranya ucapan beliau:
1) Nyeluk wong wedok, ojo celuk
jenenge! celuken mama, dek, sayang (Saat
memanggil isteri, jangan panggil namanya! tapi panggillah dengan mama, dik,
sayang)
2) Wong wedok nek iso boso karo
wong lanang (isteri sebaiknya berbicara
dengan lembut terhadap suaminya)
3) Pengen duwe mantu seng gak duwe
salah, ojo golek mantu uwong (kalau
ingin punya menantu yang tidak punya salah, maka jangan mencari menantu
manusia)
2.
Saran
Dari hasil analisis
kami dalam paper ini, ada beberapa saran yang ingin kami sampaikan,
diantaranya:
a.
Penggunaan tindak tutur direktif oleh para penceramah merupakan sesuatu
yang layak diimitasi dalam penyebaran nilai-nilai kebaikan dalam ragam bentuk
yang lain.
b. Sepatutnya penceramah memperbanyak ragam variasi
penggunaan tindak tutur direktif agar respon positif pendengar meningkat.
c.
Terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan paper ini. Pembaca kami
anjurkan untuk memahami dengan kritik keterangan kami yang kurang maksimal ini
DAFTAR
PUSTAKA
Austin,J.L.1962.how
to do things with words. Cambridge-Mass. Harvard University Press.
Ibrahim,
Abdul Syukur. (1992). Kajian Tindak Tutur. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional.
Leech,
Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman
Nadar,
FX. (2009). Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta.Graha Ilmu.
Rohmadi,
Muhammad. 2004. Prakmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
Rustono.
1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Vanderveken,
Daniel. (1990). Meaning and Speech Act. Berlin. Cambridge University Press.
Wijana,
Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
File
MP3 Pengajian KH. Syairozy Lamongan
0 comments:
Post a Comment