BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Nikmat
Allah yang diberikan manusia, memang tak terhingga, diantara nikmat itu yang
sangat besar dan dikhususkan Allah hanya untuk manusia adalah kemampannya untuk
belajar bahasa sehingga manusia disebut sebagai “hayawan nathiq”.bahasapun
dianggap sebagai sesuatu yang istimewa, sebab bahasa merupakan sarana manusia
untuk berpikir yang merupakan sumber awal manusia memperoleh pemahaman dan ilmu
pengetahuan, sebagai simbol sebuah pemahaman, bahasa telah memungkinkan manusia
untuk memahami apa yang ada disekitarnya, dan mengantarkan dia memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian.
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Guna
mempermudah pembelajaran bahasa,khususnya bahasa Arab, maka perlu dicari titik
singgung antara kedua bahasa (bahasa ibu/bahasa indonesia dan bahasa sasaran / bahasa
arab ).yang terhimpun didalam linguistik. Linguistik ini perlu dipelajari
karena fenomena linguistik yang identik dengan bahasa pertama ( ibu ) akan
mempercepat proses belajar, sedangkan fenomena yang berbeda akan menjadi
penghalang atau penghambat.[1]
Uraian
diatas sedikit bisa menggambarkan betapa pentingnya posisi bahasa dalam
kehidupan manusia dan betapa besar peranannya dalam memberikan kemampuan
manusia untuk mencapai kemajuan dan belajar secara terus menerus.terutama dalam
pembelajaran bahasa yang sering disebut dengan B2. Dengan demikian, dalam
makalah ini akan kita temukan dimana posisi pemerelohan bahasa terhadap
pembelajaran bahasa berdasarkan teori teori yang sudah ada.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa dan teori pemerolehan bahasa?
2. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
bahasa dan Hipotesis pembelajaran bahasa?
3. Bagaimana posisi pemerolehan bahasa
dalam pembelajaran bahasa?
1.3
Tujuan
Pembahasan
§ Mengetahui maksud dari pemerolehan
bahasa dan teorinya
§ Mengetahui maksud dari pembelajaran
bahasa dan Hipotesisnya
§ Mengetahui posisi pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemerolehan Bahasa
pemerolehan
bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak
seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.[2]Untuk
dapat melekukan kajian tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep
pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan
bahasa pertama ( first laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa
ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu
kajian tentang bagaimana pembelajra mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia
memperoleh bahasa ibunya.[3]
Mengikuti
penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia
memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti.
Teori pertama menyebutkan bahwa manusia memeperoleh bahasanya secara alami.
Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan teori
kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh bahasa melalaui proses mempelajari,
dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory.
a. Nativist Theory
Nativist Theory adalah teori yang
menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara alamiteori ini kemudian
dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh leneberg dan chomsky.
Hipotesis nurani lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang
digunakan anak dalam memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan
penelitian oleh kedua pelopor tersebut.hasil penelitan tersebut adalah sbb:
a) Semua
anak normal akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan dengan
bahasa iitu.
b) Pemerolehan bahasa tidak ada hubungan
nya dengan kecerdasan
c) Kalimat yang digunakan anak cenderung
tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
d) Hanya manusia yang bisa berbahasa.
e) Perkembangan bahsa anak sejalan dengan
perkembangan lain.
f) Srtuktur bahsa sangat rumit, komoleks
dan istimewa.
Teori chomsky ini
menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali
genetik untuk berbahasa.maka hipoesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi
yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau
dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus
dariorganisme manusia.hiptesis ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang
dibawa manusa sejak lahir yaitu laguage acquisition device (LAD ). Cara kerja
dari LAD ini bisa dijelaskan apabila sejumlah ucapan yang cukuo memadai dari
suatu bahasa ditangkap atau diberikan kepada LAD, maka LAD akan membentuk
masukan itu menjadi tata bahas formal sebagi keluaran.
b. Learning teory
teori
yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari.
Teori ini lahir dai
pakar psikologi dari harvard B.f Skiner . skiner adalah seorang toko
behaviorisme yang menyatakan bahasa adalah perilaku verbal. Behaviorisme adalah
aliran psikologi yang mempelajari
tentang perilaku yang nyata yang bisa diuukur secara objektiv.
Blomfeed dalam bukunya
“ laguage” dalam parera (1986: 80) menerapkan pikiran pikirn pokok behaviorisme dalam analis bahas asebagai
berikut:
Ø Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku
fisik.
Ø Orang
harus bisa membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan
peristiwa yang mengikuti bahasa.
Ø 

S r s R



r : merupakan respon
pengganti
s : merupakan stimulus
pengganti
Ø Bloom Field lebih menekankan proses
mekanisme bahasa bukan proses mentalisme.
Skinner
mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon berkondisi
terhadap stimulus stimulus tersembunyi baik yang internal atau eksternal. Hal
ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia
yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa
linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah kemudian teori
ini dikenal dengan istilah teori pembelajran bahasa pengkondisian opera. Dalam
teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan
peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
Sebagai
penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan
ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan
sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena
lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada
pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya,
maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.[4]
2.2Pembelajaran Bahasa
a.Pengertian Pembelajaran
Bahasa
Abdoel chaer (2002 : 242) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada
hipotesis pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh
bahasa bahasa pertamanya (B1). Pembelajaran bahasa diyakini bahwa bahasa kedua
dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara
sengaja dan sadar. Dalam pemerolehan bahasa kedua beranggapan bahwa bahasa
kedua suatu yang diperoleh baik secara formal dan informal.
Penggunaan istilah bahasa ibu perlu dilakukan dengan hati-hati karena berbagai
kasus yang terjadi. Oleh karena itu penggunaan bahasa pertama akan lebih tepat
dari pada penggunaan bahasa ibu . Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan
bahasa kedua yang dilakukan secara formal maupun informal, dan nampaknya
pembelajaran bahasa lebih kependidikan formal.
b. Tipe Pembelajaran Bahasa
Elis (dalam Chaer 2002 : 242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa
yaitu tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa
kesengajaan pembelajaran berlangsung didalam lingkungan kehidupan
bermasyarakat. Dalam masyarakat billingual dan multi lingual tipe naturalistik
banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya
dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga
pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.
Kedua, yang bersifat formal berlangsungdi dalam
kelas dengan guru, materi dan alat-alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaan
bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar, pembelajaran bahasa
bersifat formal seharusnya lebih baik dari pada pembelajaran yang dilakukan
secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak tidak berbagai penyebab atau
faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam
Chaer. 2002 : 144) meskipun studi tentang metedologi belajar bahasa kedua (atau
bahasa asing) telah sedemikian lama dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum
banyak mengubah cara orang belajar bahasa.
c.
Sejarah Perkembangan Bahasa
Chaer (2002 : 244 -245) menyatakan adanya pembelajaran bahasa sejak adanya
intraksi antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda
pembelajaran bahasa yang berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti,
dalam arti perubahan pandangan dan inovasi baru dimulai tahun 1880.
Nurhadi (dalam Chaer, 2002 : 245) dalam sejarah perkembangan ada empat tahap
penting yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an.
1. Tahap pertama,
priode antara 1880 – 1920 pada tahap ini terjadi rekontruksi bentuk-bentuk
metode langsung, metode langsung ini pada awal masehi, diterapkan di
sekolah-sekolah. Selain itu, dikembangkan metode bunyi (phonetic method).
2.Tahap kedua,
periode antara 1920-1940 pada masa ini terbentuk forum belajar bahasa asing
yang kemudian menghasilkan aplikasi metode-metode yang bersifat kompromi, semua
ini merupakan perluasan dari teknik-teknik pengajaran membaca yang sudah ada,
yang dikaitkan dengan tujuan-tujuan pengajaran bahasa yang lebih khusus.
3.
Tahap ketiga periode antara 1940-1970,
yang kemunculanya dilatarbelakangi oleh peperangan, dimana orang mencari metode
bahasa asing yang paling cepat dan efisien untuk berkomunikasi.
Ø
Periode
1940-1950, ditandai dengan lahirnya metode, pada periode itu dalam dunia
linguistik muncul pendekatan linguistik, pendekatan ini merupakan imbas dari
lahirnya pandangan strukturalis dalam bidang kebebasan.
Ø
Periode
1950-1960, ditandai dengan munculnya metode audiolingual dan metode audiovisual
sebagai keberhasilan. Metode ini lahir dari kaum behavioris dan akibat adanya
penemuan alat-alat bantu belajar bahasayang menjadi landasan utama teori
stiulus responsnya B.F skinner. Selain itu muncul minat terhadap kajian
psikolinguistik.
ØPeriode
1960-1970, awal turunya metode audiobillingual dan audiovisual dan mulai
populernya analisis kontrastif, yang berusaha mencari landasan teori dalam
pengajaran bahasa. Karena hasil studi psikolinguistikdan pandangan Noamchomsky
(Dalam chaer, 2002 : 246) menyiratkan bahwa kedua metode itu yang bersandar
pada teori stimulus respons atau model tubian dan imitasi dalam pembelajaran bahasa
itu tidak logis.
4.Tahap keempat,
periode antara 1970-1980, periode yang paling inovatif dalam pembelajaran
bahasa kedua, konsep dan hakekat belajar bahasa dirumuskan kembali, kemudian
diarahkan pada pengembangan sebuah model pengembangan sebuah model pembelajaran
yang efektif dan efisien yang dilandasi oleh teori yang kokoh.
Akhir dari periode ini munculnya satu pendekatan komunikasi dalam penbelaran
bahasa.
d.
Hipotesis-hipotesis
Pembelajaran Bahasa
Hasil
yang dicapai oleh para pakar pembelajaran bahasa sampai saat ini belum bisa
disebut sebagai teori karena belum teruji dengan mantap. Oleh karena itu, masih
lebih umum disebut dengan hipotesis. Diantara hipotesis-hipotesis terkait
pembelajaran bahasa adalah: (1) Hipotesis kesamaan antara B1(bahasa pertama)
dan B2 (bahasa kedua); (2) Hipotesis Kontrastif; (3) Hipotesis Krashen; (4)
Hipotesis bahasa antara; dan (5) Hipotesis Pijinisasi. Secara singkat, kelima
hipotesis tersebut akan dibicarakan dibawah ini.
a.
Hipotesis
Kesamaan antara B1 dan B2
Hipotesis ini menyatakan
adanya kesamaan pada proses belajar B1 dan B2, yakni pada urutan pemerolehan
stuktur bahasa. Menurut hipotesis ini pula unsur-unsur bahasa dapat diperoleh
dengan urutan-urutan yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh
terlebih dahulu, baru kemudian unsur kebahasaan lain. Namun, dalam hal
penguasaan lafal, anak-anak menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara
alamiah sedangkan pada B2 kurang sempurna. Memang hal ini belum terbukti
kebenarannya.
b.
Hipotesis
Kontrastif
Hipotesis ini
dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957).
Hipotesis ini menyatakan bahwa kesalahan yang muncul dalam belajar B2 adalah
karena perbedaan antra B1 dan B2 dan kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh
kesamaan oleh B1 dan B2.
Hipotesis ini juga
menyatakan bahwa seorang yang belajar bahasa ke-2 seringkali melakukan transfer
B1 ke dalam B2. Transfer ini dapat terjadi pada semua tingkat kebahasaan: tata
bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat maupun tata kata ( leksikon ). Dalam hal
ini bisa terjadi transfer positif, yaki jika stuktur B1 dan B2 sama dan ini
akan menimbulkan kemudahan. Dapat juga terjaditransfer negatif, yakni jika
struktur B1 dan B2 tidak sama dan hal ini akan menimbulkan kesulitan.
Adanya pikiran bahwa B1
mempengaruhi pembelajaran B2 membuat para pakar berusaha mendeskripsikan
struktur B1 dan B2 agar dapat meprediksi kesukaran dan kemudahan yang akan
dialami dalam mempelajari B2 itu.
c.
Hipotesis
Krashen
Berkenaan dengan proses
pemerolehan bahasa, Stephen Krashen mengajukan sembilan hipotesis yang saling berkaitan.
Sembilan hipotesis tersebut adalah:
1.
Hipotesis
Pemerolehan dan Belajar
Menurut hipotesis ini,
dalam penguasaan suat bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan (acquisition)
dan belajar (learning). Pemerolehan adalah penguasaan melalui cara bawah sadar
atau alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang terencana. Sebaliknya, yang
dimaksud dengan beajar adalah usaha sadar secara formal dan eksplisit untuk menguasai
bahasa yang dipelajar terutama yang berkenaan dengan kaidah-kaidah bahasa.
2.
Hipotesis
Urutan Alamiah
Hipotesis ini menyatakan
bahwa dalam proses pemerolehan bahasa anak-anak memperoleh unsur-unsur bahasa
menurut urutan tertentu yang dapat diprediksi. Urutan ini bersifat alamiah. Hasil
penelitian menunjukan adanya pola pemerolehan unsu-unsur bahasa yang relatif
stabil untuk bahasa pertama, bahsa kedua, maupun bahasa asing.
3.
Hipotesis
Monitor
Hipotesis monitor ini menyatakan
adanya hubungan antara proses sadar dan proses bawah sadar dalam pemerolehan
bahasa. Proses sadar menghasilkan hasil belajar dan proses bawah sadar
menghasilkan pemerolehan. Kita dapat berbicara dalam bahasa tertentu adalah
karena sistem yang kita miliki sebagai hasil dari pemerolehan, dan bukan hasil
dari belajar. Semua kaidah tata bahasa yang kita hafalkan tidak selalu membantu
kelancaran dalam berbicara. Kaidah tata bahasa yang kita kuasai ini hanya
berfungsi sebagai monitor saja dalam pelaksanaan (performansi) berbahasa. Jadi,
ada hubungan erat antara hipotesis ini dengan hipotesis pemerolehan dan
belajar. Pemerolehan menghasilkan pengetahuan implisit (intake) sedangkan
belajar menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa.
4.
Hipotesis
Masukan
Menyatakan bahwa
seseorang menguasai bahasa melalui masukan(input) yang dapat dipahami, dengan
memusatkan perhatian pada pesan atau isi, bukan pada bentuk. Hal ini berlaku
pada semua orang, dewasaataupun anak-anak yang sedang belajar bahasa. Hpotesis
ini juga menyatakan bahwa kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangat
penting dalam proses pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa secara aktif akan
datang pada waktunya nanti.
5.
Hipotesis
Afektif ( Sikap )
Hipotesis ini menyatakan
bahwa orang dengan kepribdian dan motifasi tertentu dapat memperoleh bahasa kedua
dengan lebih baik dibanding orang dengan kepribadian dan sikap yang lain.
Contoh; seseorang dengan kepriadian terbuka dan hangat akan lebih berhasil
dibanding orang dengan kepribadian yang agak tertutup.
6.
Hipotesis
Pembawaan ( Bakat )
Hipotesis ini menyatakan
bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar
B2. Krashen meynatakan bahwa sikap secara langsung berhubungan dengan
pemerolehan B2, sedangkan bakat berhubungan dengan belajar. Mereka yang
mendapat nilai tinggi dalam test bakat bahasa, pada umumnya berhasil baik dalam
test tata bahasa. Jadi, aspek ini banyak berkaitan dengan belajar, bukan dengan
pemerolehan.
7.
Hipotesis
Filter Afektif
Hipotesis ini meyatakan
bahwa sebuah filter yang bersifat afektif dapat menahan masukan sehingga
seseorang tidak atau kurang berhsil dalam usahanya memperoleh B2. Filter itu
dapat berupa kepercayaan diri yang kurang, situasi yang menegangkan, sikap
defansif dan sebagainya. Filter afektif ini lazim disebut mental block.
8.
Hipotesis
Bahasa Pertama
Hipotesis ini enyatakan
bahwa bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan dalan B2,
selagi penguasaan B2 belum tampak. Jika seorang anak pada tahap permulaan
belajar B2 dipaksa untuk menggunakan atau berbicara dalam B2, maka ia akan mengunakan
kosa kata dan aturan tata bahasa pertamanya. Oleh karena itu, sebaiknya guru
tidak terlalu memaksa siswanya untuk menggunakan B2 yang sedang dipelajarinya.
Berilah kesempatan kepada anak untuk mendapatkan input yang bermakna dan
mengurangi filter afektifnya. Dengan demikian, penguasaan bahasa kedua dengan
sendirinya akan berkembangpada waktunya.
9.
Hipotesis
Variasi Individual Penggunaan Monitor
Hipotesis ini berkaitan
dengan hipotesis monitor. Menyatakan bahwa cara seseorang memonitor penmggunaan
bahasa yang dipelajarnya ternyata berfariasi. Ada yang terus menerus secara
sistematis menggunakannya, adapula yang tidak pernah menggunakannya. Diantara
keduanya adapula yang menggunakan monitir itu sesuai dengan keperluan dan
kesempatan.
Ada orang yang tidak
peduli dengan aturan tata bahasa, artinya orang seperti itu tidak pernah
menggunakan monitornya. Dia tidak peduli apakah kalimat yang digunakannya itu
benar atau salah, yang pentig ia dapat mengungkapkan idenyadalam bahasa yang
dipelajari. Model seperti inilah yang umumnya lebih cepat dalam belajar bahasa.
d.
Hipotesis
Bahasa Antara
Bahasa antara
(interlanguage) merupakan bahasa/ujaran yang digunakan orang yang sedang
belajar B2 pada suatu ahap tertentu sewaktu dia belum dapat mnguasai dengan
baik dan sempurna B2 itu. Bahasa antara ini memiliki ciri B1 dan B2 dan
bersifat khas, mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan B1 dan
B2.
Bahasa antara ini
merupakan produk dari strategi seseorang dalam belajar B2. Artinya, bahasa ini
merupakan kumpulan atau akumulasi yang terus-menerus dari suatu proses
pembentukan pengauasaan bahasa.
e.
Hipotesis
Pijinisasi
Hipotesis ini menyatakan
bahwa dalam proses belajar B2 selain terbentuk bahasa antara juga terbentuk bahasa
Pijin ( Pidgin ), yakni sejenis bahasa yang digunakan oleh satu kelompok
masyarakat dalam wilayah tertentu yang berada didalam dua bahasa tertentu.
Bahasa pijin ini digunakan untuk keperluan singkat dalam masyarakat yang
masing-masing memiliki bahasa sendiri. Jadi, bisa dikatan bahasa pijin ini
tidak memiliki penutur asli (Chaer dan Agustina 1995).
f. Transfer dan
Interferensi
Chaer
(2002:261) Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama “ dapat
menganggu” penggunaan bahasa pertama pembelajar. Pembelajar akan cenderung
mentrasfer unsur bahasa pertamanya ketika melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya
terjadilah apa yang ada dalam kajian sosiolinguistik disebut Interferensi,
campur kode dan kekhilafan (error). Penggunaan atau pentrasferan unsur
bahasa pertama lama kelamaan akan berkurang, sjalan dengan taraf
kemampuan bahasa kedua. Interferensi bisa terjadi pada semua tataran
bahasa yakni; Fonologi, Sintaksis, Morfologi dan Leksikon. Secara
teoritis tidak aka nada orang yang mempuyai kemampuan bahasa kedua sama baiknya
dengan kemampuan bahasa pertama. Pembelajaran bahasa pertama terjadi setelah
sseorag pembelajar mennguasai dan menuranikan bahsa pertamanya, maka, mau tidak
mau, bahasa pertama yang telah dinuranikan akan “ menganggu” ketika pembelajar
menggunak[5]
2.3
Posisi Pemerolehan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa
Dalam
pembelajaran bahasa tentulah seorang pebelajar telah memiliki modal awal, yakni
bahasa ibu yang diperoleh melalui proses pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa, yakni proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda
dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses
yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah
dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan
bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua
(Chaer, 2003:167).
Sehingga
dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama yang telah
dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa jauh peran
pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat terinterpretasikan dalam
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari bahasa
kedua. Berikut hirarki kesulitan menurut Clifford Paton:
1) Transfer Nol, yakni di mana B1 sama
persis dengan B2
Dalam
tahap ini, pemerolehan bahasa pertama memberikan satu kemudahan tersendiri
dalam pembelajaran bahasa kedua. Seperti contoh dalam fonologi: B1 (bahasa
Indonesia) J = ج B2 (bahasa Arab),
B1 A = أَ B2
2) Perpaduan, yakni di mana 2 item dalam B1
bersatu dengan B2
Contoh:
U-O dalam bahasa Arab ـُ
3) Subdiferensiasi, yakni B1 ada dan B2
tidak ada
Contoh:
C, Ny, Ng, P tidk ditemukan dalam bahasa Arab
4) Reinterpretasi, di mana ia terdapat di
B1 hanya saja berubah saat di B2
Contoh: huruf (Q – t –
b – j – d) dibaca tidak memantul dalam B1, Huruf (ق-
ط - ب - ج - د)
dibaca memantul.
5) Overdiferensiasi, di mana ia tidak ada
di B1 namun ada di B2
Contoh:
hukum bacaan mad tidak terdapat di B1, كتاب،
كراسة، قلم.
6) Pembelahan, di mana ia hanya ada 1 jenis
di B1 dan bermacam jenis di B2
Contoh:
Z = ظ – ذ – ز, T = ت – ط, H = ح
– ه,
Beberapa
penelitian membuktikan bahwa pembelajar yang lebih dewasa dapat memperoleh
bahasa kedua lebih cepat dibandingkan pembelajar muda pada setting non
tutorial(Snow dalam Gleason dan Ratner) Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
pembelajar dewasa juga bermasalah dalam hal aksen yang sudah terpola B1
sehingga pemerolehan B2 juga terpengaruh.
Untuk waktu yang diperlukan dalam
mempelajari bahasa kedua, pengajar asing beranggapan bahwa diperlukan waktu
lebih banyak untuk mempelajari bahasa yang jauh daripada yang dekat
perbedaannya dengan B1 sebagai hasil dari pemerolehan bahasa.
Baik
peneliti bahasa anak maupun ahli psikolinguistik mengemukakan bahwa kondisi
pemerolehan B2 menyerupai B1. Pengajar bahasa asing menekankan pada perbedaan
yang diakibatkan pengetahuan awal tentang B1, sedangkan bahasawan menekankan
adanya perbedaan pembelajaran B2 yang melampaui masa pembelajaran emas
dibandingkan B1.teori sosiokultur memandang bahwa pemerolehan B1 dan B2
ditunjang kebutuhan komunikatif dan social.
Pengajar
bahasa asing dan bahasawan mengungkapkan adanya efek transfer dari B1 ke B2. Sama halnya dengan pendapat ahli psikolinguistik
dan teoisi sosiokultur tentang adanya kecendrungan dalam pemrosesan bahasa dan
menggunakan pengetahuan tentang aturan bahasa. Peneliti bahasa anak tidak
mengungkapkan adanya pengaruh B1kecuali adanya pengaruh proses pembelajaran
area kesulitan tertentu pembelajaran B2.
Baik
bahasawn maupun peneliti bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap
B2. Peneliti bahasa anak, di pihak lain lebih mengangkat kasus pengurangan
penggunaan bahasa dan sebaliknya
memandang efek positif mempelajari B2
dengan cara membandingkan dengan B1.ahli psikolinguistik mendokumentasikan
adanyadwibahasawan yang dapat menggabungkan system B1 dan B2, meskipun dengan
adanya perbedaan dalam hal kecepata pemrosesan B1 dan B2.
Pendapat yang dilontarkan para pengajar asing, peneliti bahasa anak,
bahasawan, ahli psikolinguistik dan teorisi sosiokultur diatas menunjukkan
adanya keberagaman minat dalam aspek yang berbeda terkait dengan fenomna
pemerolehan dwibahasa dan pemerolehan B2. Diharapkan dimasa yang akan datang
peneliti lain akan dapat menggabungkan dua atau tiga dari perspektif tersebut
yang menitikberatkan pada peran pembelajar, lingkungan dan konteks social yang
lebih luas untuk memahami apa sebenarnya pemerolehan B2 dan bagaimana
pembelajar memperolehnya.
BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
§
pemerolehan
bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak
seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.adapun teori – teorinya adalah Nativist
Theory danLearning Theory.
§ adanya pembelajaran bahasa sejak adanya
intraksi antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda
pembelajaran bahasa yang berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti,
dalam arti perubahan pandangan dan inovasi baru dimulai tahun 1880. Pembelajaran bahasa mengacu
pada penguasaan bahasa kedua yang dilakukan secara formal maupun informal, dan
nampaknya pembelajaran bahasa lebih kependidikan formal.
§ dalam proses pembelajaran bahasa kedua,
tentulah bahasa pertama yang telah dikuasainya memberikan pengaruh yang
significant. Mengenai seberapa jauh peran pemerolehan bahasa dalam pembelajaran
bahasa dapat terinterpretasikan dalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh
pebelajar dalam mempelajari bahasa kedua berdasarkan hirarki kesulitan menurut
Clifford Paton.
Daftar Pustaka
Abdul Muin, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indinesia,jakarta,
Pustaka Al Husna Baru, 2004
Arifudin, Neuro Psikolinguistik,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010 hal:114
Mamluatul Hasanah, Proses Manusia
Berbahasa, Malang, UIN-Maliki Press, 2010
Chaer Abdul,
http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/07/materi-ukg-psikolinguistik-dan-teori.html
[1] Abdul Muin, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indinesia,jakarta,
Pustaka Al Husna Baru, 2004 hal : 7
[2]http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/07/materi-ukg-psikolinguistik-dan-teori.html
[3] Arifudin, Neuro Psikolinguistik, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2010 hal:114
[4] Mamluatul Hasanah, Proses Manusia Berbahasa, Malang, UIN-Maliki Press,
2010 hal: 65-69
[5]Abdul Chaer
0 comments:
Post a Comment